Istana Negeri Dongeng Neuschwanstein

Neuschwanstein (by Fero Luttmer)
Istana Neuschwanstein, Jerman

Tak hanya kota-kota di luar Eropa ingin dijelajahi keluarga pelancong. Kota-kota di dalam negeri banyak pula bisa disaksikan keindahannya. Banyak kota atau desa-desa tertentu memiliki kekhasan tersendiri. Kota-kota besarnya seperti München, Berlin, Hamburg dan Köln berciri metropolitan dengan segala hiruk-pikuknya. Desa-desa beserta peternakan memiliki keindahannya juga. Kota-kota tua abad pertengahan yang sebagian besar masih terpelihara, sehingga kita serasa mengunjungi masa silam. Pun istana-istana megah jaman dahulu tempat mendiang raja-raja di Jerman bertahta atau bermukim. 

Salah satu istana terindah adalah Neuschwanstein di dekat kota kecil Füssen di lereng Pegunungan Alpen. Dibangun atas perintah Raja Ludwig II. Otto Friedrich Wilhelm von Bayern, pencetus pembangunan istana-istana indah di abad kesembilan belas. Di antara istana-istana Ludwig, Nueschwanstein adalah yang termasyur, dikunjungi berjuta pelancong setiap tahunnya, dijadian contoh istana Disneyland, serta dijadikan setting film-film dongeng. 

Seperti biasa, dari kota Nuernberg, kota tempat tinggal kami saat itu, kami membeli tiket akhir minggu. Empat jam perjalanan menuju arah selatan, ke Pegunungan Alpen dengan kereta api ekonomi. Mulai dari München, lintasan kereta semakin menanjak. Kami pun melalui danau, pedesaan. Semuanya tampak tentram. Karena memang merupakan salah satu daerah tujuan utama di selatan jerman, maka kami pun bareng banyak turis di dalam kereta. Bahasa-bahasa asing selain jerman terdengar di seantero gerbong. Hampir tengah hari, sampailah kami di Füssen.

Dari Füssen kami masih harus naik bus lagi menuju Schwangau, nama desa dimana Neuschwanstein menjulang. Karena ramai pengunjung menuju kesana, tempat duduk bus besar ini tak mampu menampung semua. Penumpang berdiri membludak jumlahnya. Namun semua tampak cuek. Kami pun bersyukur masih terangkut oleh bus. Sekali lagi, berdesakan dalam bus, tak terlalu terasa karena perjalanan tak terlalu jauh, tak sampai setengah, dan pemandangan selama perjalanan. Bahkan para banyak penumpang berteriak kagum saat kami disuguhi pemandangan danau warna putih di luar sana. “Wow, indah nian!” seru mereka hampir serempak.

Dari halte pemberhentian di Schwangau, kemegahan Neuschwanstein segera memancar. Perasaan Emak pun jadi berubah romantis. Rasanya memang seperti berada di negeri dongeng. Hidup bersama para putri raja dan pangeran.

Awalnya, kami tak langsung memanjat bukit untuk mengunjungi istana. Kami memperhatikan sebentar daerah disini sebelum memutuskan mau kemana dulu. Banyak sekali turis-turis berwajah asia mendominasi jumlah pelancong. Bus-bus wisata mengangkut para rombongan ini. Tampaknya sebagian besar mereka berasal dari Jepang, sebab kami perhatikan petunuk wisata di sini pun dibuat dalam tiga bahasa, jerman, inggris dan jepang.

Kami berfoto dulu di dekat istana Hohenschwangau, istana lain yang letaknya tak setinggi Neuschwanstein. Hohenschwangau tak seindah satunya. Tapi terlihat cukupbesar dan megah. Kami juga berfoto dekat danau di kaki bukit, Alpsee alias Danau Alpen. Tak banyak orang mendatangi danau ini seperti kami. Mungkin karena dia bukan atraksi turis utama di daerah ini.

Istana Neuschwanstein masih sekilo meter lebih jauhnya dari mulut lokasi wisata ini. Untuk bisa naik kesana, bisa dilakukan dengan tiga cara. Naik bus, naik kereta kuda, dan berjalan kaki. Termahal, naik kereta kuda. Turis-turis asal Jepang nampaknya banyak sekali menggunakan sarana transportasi ini. Harga naik dan turun bukit tentu saja berbeda. Tiga empat orang menaiki kereta kuda, sesekali berfoto bersama Pak Kusir yang sedang bekerja. Mengendali kuda supaya baik jalannya.:) Yang lebih murah, adalah naik bus. Berangkat pada jam-jam tertentu saja.

Kami, tentu saja memilih yang termurah, menggunakan tenaga sendiri, alias berjalan kaki. Berhemat sekalian berolah raga. Tanjakannya lumayan terjal. Satu kilometer-an perjalanan rasanya bagai berkilo-kilo meter. Berjalan pelan smabil ngos-ngosan, sampai juga kami di depan istana.

Akan tetapi, rasa capek ini segera terbayar saat kami tiba di sana, di atas bukit, dimana Neuschwanstein berdiri megah. Keindahan istana seakan berbaur dengan keindahan alam sekitarnya. Pegunungan Alpen di kejauhan, dua danau di kaki bukit, yakni Alpsee dan kleine Schwansee (Danau Angsa Kecil). Rombongan turis lain tak kalah takjubnya dibanding kami. Sebaian besar mengarahkan kamera mereka, mengabadikan keindahan Neuschwanstein dan sekitarnya. Kami pun mengambil beberapa foto berlatar belakang istana.

Jika kita berjalan menuju jembatan tak jauh dari puri, maka akan kita temukan tempat yang sangat cocok untuk memotret dengan latar belakang Neuschwanstein. Jalan ini ditutup di musim dingin. Tak rugi menyempatkan diri kemari untuk mendapatkan foto indah Neuschwanstein.

2 Comments

Leave a Reply

%d bloggers like this: