Jelajah Paris Ala Emak

Lupakan Museum Louvre! Lupakan Disneyland! Lupakan Versailles! Lupakan Mont Martre! Lupakan Eiffel!

Sungai Seine dan Eiffel
Sungai Seine dan Eiffel

Beginilah jika ibu-ibu menjelajah Paris. Berempat termasuk Emak, kami mengunjungi ibukota Perancis singkat saja. Dari Jerman, banyak perusahaan bus menyediakan tur singkat seharian bertarif murah. Tiga puluh lima euro per orang.

Sesekali, di luar kesibukan sebagai ibu rumah tangga dan mahasiswa, ingin pula kami menikmati waktu hanya bersama teman-teman. Tanpa digandoli suami atau anak-anak. Syukur para suami mengijinkan. 

Berempat kami buat rencana perjalanan khusus. Jika diperhatikan, acaranya tak jauh dari kegiatan makan memakan. Salah satu dari kami, Mbak Erna, belum pernah kemari, kunjungan ke Eiffel tetap harus dilakukan. Tempat wajib bagi pengunjung Paris.

Bus bertolak pukul tujuh pagi dari Duren, kota tempat Emak tinggal. Lewat Aachen, dimana anggota rombongan lain naik, sejam kemudian. Enam jam kami berada dalam bus. Beristirahat setiap dua jam, sampailah kami kira-kira pukul dua siang. Di bulan Maret hari itu, cuaca Paris enak buat jalan-jalan. Sudah diatas 10°C suhunya.

Diturunkan tak jauh dari Arc de Triomph, Bapak pemandu wisata berpesan, tepat tengah malam nanti kami harus berkumpul di tempat ini. Kami memilih tak ikut tur bersama bus. Sudah punya rencana lebih asyik.

Bus tumpangan tak memberikan peta wisata Paris. Kami sudah persiapkan semua dari rumah. Satu peta besar lengkap dengan jalur-jalur kendaraan umum di kota terpadat penduduknya di Perancis ini.

Sasaran pertama siang itu adalah Pâtisserie Ladurée cabang Champs-Élysées. Di toko kue inilah macaron yang dikenal orang saat ini dikreasi oleh Pierre Desfontaines di awal abad 20. Dikenal sebagai macaron Paris, dua bundaran berbahan dasar tepung almond diisi dengan krim mentega, selai atau ganache.

Ladurée punya 10 gerai di Paris dan di 15 negara di dunia. Sayangnya kami lupa mencatat alamat lengkapnya di Champs-Élysées. Sambil mencari, kami manfaatkan waktu berfoto ria ala turis di jalanan terkenal di Paris. Bahkan di akhir musim dingin, jalanan ini sudah penuh oleh turis dari seantero dunia. Wajah-wajah asing, termasuk Asia, adalah pemandangan biasa di sini. Turis Jepang dan Korea bisa dikenali dari gaya-gaya unik mereka saat difoto.

Pâtisserie Ladurée kami temukan hampir di ujung Champs-Élysées. Sebagian tokonya menjorok ke trotoar. Didominasi warna hijau muda dengan kaca-kaca dan rangka logam unik. Kafenya sedang direnovasi. Kue-kue dan macaron dijual seperti biasa. Bagian dalamnya di bagi menjadi dua bagian. Satu bagian khusus macaron, dijual dalam wadah khusus, untuk oleh-oleh atau hadiah. Dan satu bagian toko kua tanpa kemasan khusus. Jika hanya ingin membeli dan mencicipi macaron saja, bisa membeli di bagian ini. Kami berpisah menjadi dua grup. Keduanya mesti mengantri panjang. Seorang lelaki mondar-mandir, melarang siapa saja yang ingin memotret di dalam toko.

Bagian khusus macaron lebih banyak dikunjungi turis. Kami lihat banyak turis Jepang. Seorang gadis Jepang tepat di depan Emak sedang membaca buku panduan berisi info tentang patisserie ini dalam bahasa Jepang. Lengkap dengan gambar aneka macam macaron yang dijual.

Di belakang penjual, aneka wadah unik macaron bisa dipilih sesuai selera dan kantong. Paling murah seharga 14,60 euro, termasuk 6 biji macaron. Emak pilih termurah. Satu kotak berwarna ungu mudah. Macaronnya bisa dipilih dari aneka rasa. Dari semua pilihan, hanya 2 mengandung alkohol. Saya pilih enam macaron secara acak. Semuanya enak, kecuali rasa framboise. Pahit dan asam. Di bagian ini, selain macaron, juga dijual parfum dan beberapa cinderamata. Sedangkan di bagian lain, dijual pastri, tart, dan kue-kue manis lain yang terlihat sangat menggiurkan.

Sempat kebingungan mencari jalan menuju Menara Eiffel, tak sengaja kami lewat Avenue Montaigne, satu jalan dengan kedua sisi dijejali butik-butik mode terkenal. Gucci, Jill Sander, Dolce & Gabbana, Ralph Lauren, Max Mara, Nina Ricci, hingga Ferragamo. Kami berjalan sambil melongo. Hampir setiap pintu masuknya dijaga oleh lelaki berjas rapi. Di luar tak jarang terlihat deretan mobil mewah terparkir rapi. Jaguar, Ferrari, Roll Royce, Aston Martin.

Melihat penampilan sederhana kami berempat, yang bercelana jeans dan menenteng ransel, bukan tak mungkin kami sudah diusir dahulu sebelum mendekat. Sambil melirik-lirik label harga, tak henti-hentinya kami bergantian memberi komentar terhadap baju-baju, jas, mantel, dan sepatu di dalam etalase mereka.

Eiffel terlihat ramai, walau musim turis belum benar-benar tiba. Sebagian besar bergerombol di depan loket-loket untuk naik lift. Menikmati keindahan Paris dari ketinggian. Di musim ramai, bisa-bisa setelah mengantri 6 jam orang bisa dapat giliran naik. Kami tak ingin naik. Berfoto sejenak, kami segera ke stasiun metro, tram bawah tanah Paris. Membeli tiket menuju Mosquee de Paris (Masjid Paris) di 5e arrondissement. Salah satu masjid tertua di Eropa ini mirip dengan masjid di Maroko. Beberapa pengemis terlihat duduk di depannya. Saat wudhu, seorang ibu mengingatkan, agar berhati-hati dengan barang bawaan. Dalam bahasa Perancis. Kami numpang sholat serta foto di tamannya yang memesona.

Taman Masjid Paris
Taman Masjid Paris

Hari sudah senja. Makan siang seadanya, kami kelaparan. Kafe di masjid tak kami temukan. Kami bergegas naik metro lagi. Kali ini ke sebuah restoran makanan Perancis halal, Le Jumeyrah.

Sebagai muslim, susah sekali bagi kami berwisata kuliner di Eropa. Semua makanan harus kami pastikan dulu stastus halalnya. Sebelum ke Paris, kami temukan sebuah situs tentang restoran halal di kota ini. Sebagai suatu negeri terkenal akan cita rasa makanannya, Paris juga terdepan dalam menyediakan aneka makanan halal dari berbagai belahan dunia. Masakan China, Korea, Jepang, India, Italia, Afrika, Timur Tengah, dan Perancis tersedia versi halalnya. Sangat beda dengan Jerman. Makanan halal didominasi masakan Turki, Timur Tengah dan Afrika Utara saja.

Awalnya, kami ingin mencoba dua restoran, Korea dan Perancis. Waktu terlalu mepet, hanya bisa pilih salah satu. Kami pilih masakan Perancis. Belum satupun dari kami berempat pernah mencicipi hidangan khas negeri ini.

Le Jumeyrah terletak agak di pinggir Paris di 11e arrondissement. Kesasar sebentar, kami temukan juga. Kami pelanggan pertama. Seorang lelaki berwajah Arab mempersilakan kami duduk di satu sudut di tengah-tengah restoran. Suasananya temaram, didominasi warna merah dan ungu. Kesulitan kami mendapat hasil foto bagus di sini. Nyaris semua foto hasilnya berwarna merah.

Dengan bahasa inggris patah, si lelaki tadi menjelaskan menu kepada kami. Semuanya halal, katanya. Ada paket khusus yang bisa dipilih. Yang murah adalah satu paket hidangan utama, dan salah satu antara hidangan pembuka atau penutup (menu gastronome). Satu paket lagi, lengkap dari hidangan pembuka, utama, dan penutup (menu gourmand). Tak ada yang memilih ini. Emak pilih satu hidangan utama dan cocktail “Dubai”. Lia pilih pembuka dan utama. Sementara Intan dan Mbak Erna pilih hidangan utama dan penutup.

Air putih dalam wadah mirip botol gelas raksasa bermulut besar datang segera. Disusul dengan cocktail. Hidangan pembuka berupa salmon asap dan baguette kami makan sama-sama. Salmon asapnya tak seasin salmon asap supermarket yang biasa Emak beli.

Jika membaca menu sendiri, susah sekali dimengerti, sebab kami tak bisa bahasa Perancis. Mana menunya panjang-panjang. Sudah diterangkan, masih tanya berkali lagi. Emak pesan ayam panggang dengan mie. Cocktail “Dubai” pesanan adalah sampuran buah markisa, mangga, jambu biji dengan sirup delima. Segar dan tak terlalu manis.

Makin lama, restoran ini penuh dikunjungi pelanggan. Tak ada bangku kosong lagi. Untung kami tak perlu reservasi tempat lebih dahulu.

Dua teman memilih daging panggang disajikan dengan tomat dan terong. Intan memilih daging bebek suwir yang disajikan dengan mashed potato. Kami saling mencicipi makanan. Jadi tahu rasa masing-masing. Semuanya enak. Cita rasanya lembut. Ayam panggangnya disajikan dengan saus keju. Gorgonzola mungkin. Bebek suwirnya tak bau. Dan tumisan terongnya bikin lidah berdansa. Walau porsi terlihat tak besar, kami sudah kekenyangan makan hidangan utama. Hidangan penutup berupa crème brulee dan kue coklat dan es krim pun susah kami habiskan berempat. Dua jam kami habiskan untuk makan malam saja. Pulangnya, kami bakar lemak dengan naik turun metro Paris, berjalan kembali di Champs-Élysées, menuju Arc de Triomp, dimana bus akan menjemput kami pulang.

 

6 Comments

Leave a Reply

%d bloggers like this: