Mesjid Zurich

mesjid-zurichPertama ke Zurich, belum terpikir untuk mampir ke mesjidnya. Kunjungan pertama serasa berkejaran dengan waktu. Ingin melihat Zurich sebanyak mungkin. Di kunjungan kedua musim dingin lalu, kami punya waktu lebih untuk sowan ke salah satu mesjid. Kami pilih ke gedung milik Stiftung islamische Gemeinschaft Zürich, perkumpulan muslim di kota terbesar di Swiss ini.

Menurut satu artikel di Neue Zürcher Zeitung, surat kabar lokal kota Zurich, ada 40-an mesjid di kanton Zurich. Tujuh belas di kota Zurich saja. Akan tetapi ukurannya kecil-kecil, banyak yang tak memiliki papan nama dan letaknya di sela-sela daerah industri atau pemukiman yang susah dicapai tanpa kendaraan pribadi. Ijin mendirikan mesjid susah di Swiss. Apalagi jika mesjidnya memiliki menara. Mesjid yang kami datangi, termasuk yang terbesar, beralamat di Rötelstrasse 86.

Dari pusat kota, mesjid bisa dicapai dengan tram. Ada halte bus lebih dekat ke halte Lägernstrasse, tapi tak ada bus langsung dari jantung kota. Kami pilih tram saja. Nomor 1 atau 4 turun di halte Bucheggplatz. Agak kebingungan kami mencari alamatnya. Tak terlihat tand-tanda keberadaan satu mesjid. Anak-anak sudah sudah mulai rewel akibat dinginnya udara.

Dari luar, jika tak membaca papan namanya, bangunan mesjid terlihat seperti gedung rumah biasa. Sepi, kami langsung masuk. Ada tempat wudhu pria di lantai dasar, sebuah toko kecil makanan halal memajang kurma dan roti Libanon. Tempat sholat pria di lantai 1, wanita lantai dua. Emak tak melihat ada toilet atau tempat wudhu buat para wanita. Seorang gadis kecil menunjukkan pada kami, ternyata harus masuk ke tempat sholat terlebih dahulu.

Di tempat sholat perempuan, banyak ibu-ibu kulit hitam sedang berkumpul. Sedang pengajian rupanya. Mereka membaca ayat-ayat suci Al-Qur’an bersama, diteruskan dengan tausiyah dari seorang ibu yang sudah senior. Dua ibu senior duduk diatas kursi. Sisanya duduk di atas karpet. Emak dan Embak mengucap salam. Tak hanya ibu-ibu pengajian, terlihat pula disana beberapa remaja putri dan anak-anak perempuan. Khitmad sekali mereka dengarkan tausiyah tersebut. Emak tak mengerti apa yang mereka bahas, sebab tak menggunakan bahasa Jerman. Rasa ingin tahu Emak tak tersalurkan, sebab tak enak bertanya-tanya serta mengajak mereka mengobrol saat tausiyah berlangsung. Kami langsung pergi seusai sholat. Tak lama memang, namun hati terasa hangat usai silaturahmi ke mesjid ini. Alhamdulillah

Leave a Reply

%d bloggers like this: