Dua acara menarik baru dan sedang berlangsung di sekolah Adik baru-baru ini. Keduanya berhubungan dengan kegiatan membaca.
Di negeri ini, jika anak akan masuk sekolah dasar, ia tidak diwajibkan bisa membaca. Tak ada tes-tes membaca segala. Yang ada tes kesehatan di kantor dinas kesehatan setempat. Anak-anak dites kemampuan motorik, kesehatan mata, dan pendengaran. Jika ada yang dianggap tidak normal, langsung dirujuk ke dokter.
Seperti Embak dulu. Saat tes pendengaran, ketahuan bahwa pendengarannya kurang. Ke dokter THT katanya normal. Tapi kami memang merasa pendengarannya terganggu. Kami minta opini kedua ke dokter kedua. Benar juga. Pendengarannya berkurang 30 persen, dan harus operasi ringan.
Di rumah, kami berusaha menumbuhkan minat baca anak-anak sejak dini. Anak-anak kami kenalkan dengan buku sejak bayi. Ada buku plastik yang bisa dibawa mandi dan tahan digigit-gigit. Sejak kecil, kami bawa mereka ke perpustakaan. Perpustakaan kota rata-rata punya koleksi lengkap. Mulai usia anak-anak hingga dewasa. Cukup membayar uang tahunan yang jumlahnya tak seberapa, kami bisa mengakses isi perpustakaan tersebut.
Walau ada perpustakaan, di rumah kami memiliki beberapa koleksi buku sendiri. Anak-anak memiliki rak buku sendiri di kamar masing-masing. Yang koleksinya meliput majalah, komik, buku craft, buku agama untuk anak, buku cerita, dan buku pengetahuan anak. Buku-buku Adik, sebagian lungsuran dari Embaknya. Sampai saat ini, nyaris tiap malam Adik kami bacakan buku menjelang tidur. Bapak dan Emak gantian melakukannya. Buku bacaan sebelum tidur kami selang-seling. Berbahasa Jerman dan Indonesia.
Selama ini, kami berdua tidak mengajari sendiri anak-anak membaca. Metode belajar membaca dalam bahasa Jerman berbeda dengan metode belajar membaca bahasa Indonesia. Kami khawatir malah akan membingungkan anak-anak. Umur 4 tahun, saat masih TK, Embak sudah hafal huruf-huruf latin. “Jangan diajari membaca dulu, ya!” guru Tk-nya mengingatkan. Kami kemudian mengajarinya membaca Quran.
Kemudian malah si Embak belajar membaca sendiri. Lewat Lerncomputer. Komputer belajar untuk anak-anak. Bentuknya seperti laptop tapi dari plastik. Ringan dan warna-warni. Isinya musik, belajar huruf-huruf, pelajaran merangkai huruf, puzzle, mainan ketangkasan, dan matematika sederhana. Adik pun demikian. Banyak yang merasa heran, ternyata bisa ya belajar baca dari mainan.
Sekarang kembali ke kegiatan membaca di sekolah. Kira-kira dua minggu lalu, kami mendapat surat edaran dari wali kelas Adik. Isinya tentang lomba membaca bagi anak sekolah dasar di sekolah mereka. Peserta lomba akan membaca selama kurang lebih tiga menit di depan juri. Setiap kelas mengirimkan empat peserta. Guru wali kelas yang memilih pesertanya.
Mulanya Adik tidak minat ikut. “Buat apa?” tanyanya.
“Buat latihan,” jawab Emak.
Namun ia belum paham konsep tersebut. Apalagi banyak teman cowok di kelasnya katanya tidak mau ikut. Setelah Emak rayu dengan hadiah, hatinya luluh. hehehe.
Kami lalu memiliki cerita pendek yang akan dibacanya. Kami pilih beberapa buku. Adik membaca satu per satu. Emak memasang stopwatch untuk mengetahui kecepatan membacanya. Embak membantu membetulkan ejaan dan intonasi. Di kelas, setiap anak yang berminat, membacakan cerita pilihannya di kelas. Adik terpilih jadi salah satu peserta. Satu-satunya peserta cowok di kelas 1.
“Kamu tadi jelas gak bacanya pas lomba, Dik?” tanya Emak sepulang sekolah.
“Kan ada mikrofonnya, Mi. Hasilnya belum ada. Gak tahu aku ke tiga atau keempat,” katanya.
“Gak papa. Adik mau ikut aja udah bagus banget, lho. Mami bangga!”
Besoknya keluar gedung sekolah, sambil berlari Adik bilang, “Aku nomer satu. Katanya aku bagus banget bacanya.”
Alhamdulillah.
Tak lama, kami dapat surat edaran lagi dari bu guru. Kali ini ada tugas membaca. Di belakang surat edaran terlampir selembar kertas. Berisi gambar beruang kecil dan besar. Tugasnya: anak wajib membaca apa saja selama 5 atau 10 menit. Setiap kali selesai membaca, orang tua tanda tangan di bawah beruang kecil jika 5 menit. Beruang besar 10 menit. Selesai tanda tangan anak-anak buah mewarnai beruangnya.
Jika ditotal, anak-anak kelas satu ini akan membaca setidaknya 180 menit. Untuk anak kecil, itu waktu yang lama. Dan jika selesai mewarnai semua beruang itu, mereka akan dapat hadiah dari bu guru.
Waah selamat buat adik, jadi juara 1 lomba membaca. Semoga makin pinter dan makin rajin membaca…
Seru ya mbak kegiatan belajar di sana, emang beda ama di Indonesia. Kalo di dini, anak mau masuk TK aja tesnya udah macem-macem… π
@Mbak Dee An: aamiin ya robbal aalamiin. Iya Mbak di sini anak belajarnya lebih santai. Kalau di Tk, anak malah banyaknya latihan motorik halus dna kasar.
enak mbak ya, masuk SD nggak pakai test baca ini itu yang bikin stress anak anak. seperti di Indonesia. Si kecil masuk SD India juga nggak pakai test, malah bahasa inggris cuman dikit. cuman sudah bisa baca.
Cuman minat baca di kurang, main game di talet plus laptop seharian. Miris mbak. Dulu aku ngantor di Indonesia. jarang ketemu dia. Sejak itu dia habiskan waktu main game tanpa ada yang ngontrol. Cuman kalau disuruh belajar di mau. Asal setelah itu boleh main game π
He-eh, kudu alon2 yen ngadepin arek cilik, Zulfa. Diarahno sethithik2. Yen anakku senengane outdoor activities. Omahku nang ndeso, dadi gak susah. Yen nang Delhi akeh taman atau public space sing nyaman, gak?
Taman akeh mbak nang Delhi, Cuman nggak seneng outdoor si kecil. Nek tak ajak jalan jalan malah sibuk karo tablet e. nandi2 kudu digowo. Biyen kenek aleergi mbak. aleergi protein susu. trus nggak boleh aktifitas outdoor banyak. atek aku sibuk karo kerjoan. wis akhire tak kek i game akeh nang laptop. trus ketagihan. saiki tak batesi titik2, tapi yo iku mbak, nek waktune entek, ngejak geger trus nangis π
wahh seru yaa metode belajar membacanya ya mba…
Anakku juga pakai lern komputer mba. Warna pink. Plastik dan ringan dibawa kemana-mana. Mengenal huruf, angka dan lain-lain pake laptop itu π
Gurunya anakku juga bilang, ‘bu, anaknya jangan diajari membaca dan berhitung dulu ya.’ Mulanya heran, eh tapi pas tahu alasannya, aku malah seneng π Kalo temenku lain lagi, malah marah ke gurunya. Trus dia panggil guru lain yang mau mengajari anaknya yg baru 3 thn tuk belajar calistung :)) Di sekolah anakku, orang tua dimarahi kalo anaknya diajari calistung dibawah usia 7 thn
eh kok malah curhat *plester mulut*
@Zulfa: moga2 sabar yo, Zulfa..
@Mbak Dedew: he-eh, Mbak. Selama ini anak-anak enjoy ajah.. π
@Mbak Rien: tosss dulu, Mbak. huuaaaaa, tiga tahun? Anakku yang kedua umur segitu ngomongnya belum lancar, masih satu dua dan sukanya lari2an. hehehehe. Kedua anakku emang aktif banget. Terutama yang cowok. Kalau di Indonesia suka dibilang nakal. Aku suka gemes kalau dikomentari kayak gini. Gak terima anakku dibilang nakal. *curcol balik* hihihihi….
Tetanggaku punya buku set pengetahuan kayak gitu. Tapi sayangnya dia gak suka baca. Ada satu diantara buku set yang aku sukaaa banget. Jadilah aku ngerayu2 buat dia jual eeh dia mauuuu π buku tentang negara-negara. Ah jadi ingat masa kecil π
@Cek Yan: pas banget yah, bukunya tentang negara-negara. Sama, aku pas masih kecil suka ngiri ama koleksi buku temanku yang bagus-bagus. Tapi gak pernah kepikiran buat beli. hehehe. Karena masih boleh minjam.
Selamat buat putrinya mbak Ira. Sama di sini anak-anak baru bisa baca pas masuk SD. Bagus ya di Jerman, ada lomba membaca. Semoga putrinya mbak Ira, semakin giat membaca, nggak terkontaminasi ama gadget dll….????????
@Mbak Helene: si Adik cowok, Mbak. hehehe. Iya, Mbak. DI rumah kami ada aturan main gadget ama nonton televisi. Semoga saja nantinya mereka juga bisa mengatur waktu sendiri untuk main. Makasih ya, Mbak Helene.
dari kecil aku suka baca mbak, cuma ya gitu karena tinggalnya dulu di desa, klo minta beliin buku cerita sama bokap cuma dibeliin LKS LKS mulu, duh :3
@Mas Priyo: Sama Bapak disuruh belajar aja, Mas Priyo. π
Samaaaaa. Aku juga sebel kalo anakku aktif dibilang nakal. Anakku suka nyoret-nyoret dinding. Segala hewan digambar di dinding. Aku biarin. 2 tahun aku ga ngecat dinding. Eh malah orang lain nyebutnya dia nakal. Huuuu…geram kadang2.
Sekarang setelah enggak nyoret dinding lagi, aku malah kangen masa2 saat dia nyoret2.
saya senang baca, jadi pengennya ya anak-anak senang baca juga kayak saya… cuma ko ya belum nemu cara yang bener-bener pas gimana nularinnya, padahal udah dicontohin… tulisan mbak ini inspiratif, saya jadi pengen coba, meski beda negara hehehe… makasih yaaa
Perkembangan digital mulai menggeser minat membaca buku. Mesti digiatkan lagi pengadaan buku-buku digital untuk anak
@Mbak Rien: emang standar nakal orang berbeda, ya. Bikin gemes dan dongkol. masak anak2 disuruh terus2an diam dan duduk manis. Hadehhhh…Nggak banget, deh.
@Mbak Junizar: sama, Mbak. Terima kasih juga ats apresiasinya. Semoga bermanfaat, ya… Salam kenal. Ira
@Mbak Arin: Bener banget, Mbak. Sekarang sudah mulai bergeser ke buku-buku digital. Dua toko buku dari jaringan besar di kota kami kena imbasnya. Tutup. π
Beda banget yaaa dengan masuk SD di indonesia. Disini anak masuk SD harus sudah bisa baca tulis, jadi kadang kasihan masih kecil dan ribet ama pelajaran dan ngak bisa bermain layak nya anak kecil
Halo Mba Ira. Postingannya menarik sekali dan bermanfaat. Soalnya saya juga punya junge man umur 2 taun yang baru tiga bulan ini masuk Kita π
Salam kenal dari OsnabrΓΌck
@Cumilebay: iyah, beda negeri, beda kebijakan, yah. Semoga kebijakannya mengarah ke hal-hal lebih baik. aamiin…
[…] mendengarkan dan menonton pictorial book bersama. Untuk anak-anak usia tertentu. Di sekolah, anak dibiasakan giat membaca. Di museum, theater, atau tempat lainnya sering ada Lesung. Atau pembacaan bagian buku. Dilakukan […]