
Menghabiskan akhir minggu untuk belajar sejarah, mungkin terdengar membosankan. Tapi bagaimana jika belajar sejarah di sumbernya langsung? Itulah yang kami sekeluarga lakukan di sebuah akhir minggu. Menginap di sebuah kompleks benteng sembari belajar tentang masa lalunya.
Terletak di pertemuan dua sungai, Mosel dan Rhein, tak mengherankan bagi kota Koblenz jika ia jadi salah satu tempat menarik bagi wisatawan. Perkebunan anggur, kota-kota tua, menghiasi daerah sekitarnya. Kota ini masuk dalam daerah aliran sungai Rhein yang dikenal sebagai Oberes Mittelrheintal, satu nama yang diakui Unesco sebagai satu warisan dunia.
Tepat di seberang pertemuan dua sungai, di atas sebuah bukit setinggi 118 m, berdiri Festung (kompleks benteng) Ehrenbreitstein. Berusia lebih dari 10 abad, konstruksi untuk tujuan pertahanan ini sempat berkali berganti penguasa. Di antaranya tentara Perancis pada tahun 1797. Setelah dibombardir hingga hancur, ia direnovasi tahun 1817 – 1828 oleh Kerajaan Prusia. Menjadi sistem pertahanan paling modern di zamannya. Hasil renovasinya bertahan hingga kini.
Youth Hostel
Kami sekeluarga sengaja menginap di sebuah youth hostel dalam kompleks benteng. Ya, selain belajar sejarah, kami juga ingin merasakan tinggal di sebuah konstruksi tua. Lokasinya jauh di dalam area. Jauh dari tempat parkir. Sebagai tamu hostel, kami tak perlu membayar untuk masuk kompleks ini.
Youth Hostel Ehrenbreitstein menempati satu bangunan di sisi Sungai Rhein. Menjadi bagian dalam konstruksi kuno, interior hostel terlihat modern. Renovasi terakhir dilakukan tahun 2008. Beberap ruangan di dalam menunjukkan jika ia merupakan sebuah bangunan tua. Tempat favorit kami adalah ruang makan. Kami selalu kebagian tempat duduk di pinggir jendela. Memandang langsung ke arah Deutsche Eck (tempat perteman dua sungai), kota tua Koblenz, memperhatikan kereta gantung hilir mudik dari kota tua di seberang ke arah kompleks benteng.
Seharian Keliling Benteng
Di hari Sabtu, kami manfaatkan seharian untuk menjelajah sebagian besar kompleks. Inilah salah satu keuntungan menginap di hostel. Tak perlu membayar lagi untuk menikmati isinya. Untuk para pengunjung, ada dua pintu masuk. Satu pintu digunakan oleh pengunjung dengan kendaraan pribadi atau mereka yang naik kereta gantung. Satu lagi dengan menggunakan lift. Tarif masuknya 12 euro untuk orang dewasa (sekitar Rp. 150.000). Anak-anak, keluarga, manula, pelajar dan mahasiswa mendapat potongan.
Paling tidak, pengunjung butuh setengah seharian agar dapat menikmati isi benteng dengan nyaman. Saat membeli tiket masuk, pengunjung mendapatkan brosur gratisan tentang seluk beluk museum dan ruang pamer di dalamnya. Tak semua bagian terbuka untuk umum.
Di brosur tersebut ada dua jalur penjelajahan. Orang bisa memilih sesuai interes masing-masing. Rute biru, adalah jalur utama menuju bangunan-bangunan pameran lalu langsung ke arah pelataran istana. Rute merah adalah jalur pendukung melalui stasiun-stasiun sejarah di dalam benteng.
Kami pilih untuk menggabungkan kedua rute. Agar bisa belajar sejarah lebih banyak. Memulai penjelajahan dari dekat pintu masuk, kami mengagumi hasil karya foto spektakuler dan berbagai kamera kuno di Ruang Fotografi. Ruangan di lantai atasnya lebih menarik hati. Di satu video kami menyaksikan film pendek tentang perencanaan dan pembangunan benteng. Ruang pamernya juga berisi manekin berpakain serdadu zaman Kerajaan Prusia, bagaimana mereka hidup di zaman itu, isi ruang tidur, aneka senjata, logistik dan workshop. Ruang penjara menunjukkan kondisi kamar narapidana dahulu. Ada satu gang khusus berisi koleksi meriam dari beberapa zaman. Semuanya telihat utuh dan terawat.
Perjalanan berlanjut ke Haus des Genusses, alias Ruangan Kenikmatan. Di sini pengunjung bisa mengetahui seluk beluk pembuatan minuman anggur yang sudah berlangsung sejak 2000 tahun silam di wilayah ini. Ketika sebagian Jerman dikuasai oleh bangsa Romawi kuno. Bagaimana anggur digiling dengan penggilingan batu, macam-macam wangi anggur, bermacam botol, bagaimana cara destilasinya.
Di Ruangan Arkeologi, pengunjung tak diperbolehkan memotret. Benda-benda arkeologi yang dipamerkan berasal dari daerah Koblenz dan sekitarnya. Mulai zaman orang menggunakan peralatan dari batu, perkampungan zaman baheula, gerabah, sampai sisa-sisa gelas dan artifak bangsa Romawi kuno. Tak banyak orang mengunjungi tempat ini.
Anak-anak kami paling suka ruang sebelahnya. Masih berhubungan dengan arkeologis. Tapi benda-bendanya bisa dipegang dan diamati. Mereka adalah replika benda-benda arkeologis di ruang pamer. Ada permainan memori zaman lampau, kostum-kostum zaman pertengahan yang bisa dijajal. Bahkan ada baju besi untuk perang. Dua orang lelaki mencobanya sambil berlakon seolah-olah sedang bermain pedang. Saya mencoba menulis menggunakan bulu burung dicelupkan ke dalam tinta. Ternyata susah sekali menghasilkan tulisan bagus dengannya.
Beberapa bagian benteng kami lihat dan kunjungi sekadarnya saja. Tiada terasa, lebih dari tiga jam kami berkeliling. Naik kereta khusus, kami kembali ke bangunan istana di belakang hostel. Ada satu worshop lagi buat anak-anak untuk belajar membuat lampu hias dan dekorasi natal. Kami lewatkan saja, memilih mengunjungi taman-taman visual di ruang pamer Peter Joseph Lenne, seorang arsitek lansekap masyhur di Jerman abad 18 – awal abad 19. Sebagai direktur taman di Kerajaan Prusia, beliau telah menghiasi berbagai kota dengan taman-taman menawan. Lukisan-lukisan sebagian hasil karya beliau terpampang indah. Di satu tempat, kami merasa berada di dalam sebuah taman tanpa flora hidup. Gambaran visualnya sungguh nyata dan indah. Taman-taman zaman itu terkesan sangat romantis.
Sungguh mengesankan akhir minggu kami itu. Kami banyak belajar sambil bersenang-senang. Bahkan anak-anak tak sempat merasa bosan karenanya.
*Pikiran Rakyat*