Alas Sembahyang Buat Traveling

Interior Masjid NegaraBepergian di tanah air, atau di negeri muslim lainnya, menunaikan sembahyang lima waktu relatif lebih mudah. Masjid dan musala mudah ditemukan. Apalagi jika naik kendaraan pribadi. Bisa berhenti sejenak di rumah ibadah untuk salat. Bahkan bisa ikut sembahyang berjamaah.

Lain halnya jika bepergian di negeri yang jumlah muslimnya minoritas. Ketemu tempat salat di jalan adalah hal mewah. Sebelum bepergian, keluarga pelancong sebisa mungkin mencari informasi tentang tempat ibadah muslim di daerah tujuan. Kami catat alamatnya, sekaligus cara mencapainya. Jika di destinasi tak ada masjid, atau tak ada informasi jelas tentangnya, kami catat waktu-waktu salatnya saja.

Kalau sedang di perjalanan, kami salat sesuai kondisi. Jika naik pesawat, dan di bandara tak ada musala, ya nyari pojokan sepi buat salat. Di pesawat, ya sambil duduk. Naik mobil, kalau bisa berhenti di tempat istirahat. Kalau nemu tempat bersih dan cuaca di luar memungkinkan, ya sembahyang di luar.

Alas salatnya bagaimana? Jika di luar kami punya alas khusus yang tipis. Dari bahan tahan air. Sajadahnya, jika kondisi buru-buru atau darurat, pakai jaket saja. Atau kadang sarung atau selimut di dalam mobil. Dulu kami jarang membawa sajadah khusus buat sembahyang. Sajadah punya kami di rumah tebal. Dilipat dan dimasukkan backpack makan tempat. Makanya dulu kami lebih memilih sedia sarung yang multi fungsi.

Alhamdulillah, di kota dekat tempat kami tinggal punya beberapa masjid. Di masjid yang paling besar di DΓΌren, masjid Fatih, bahkan azan boleh dikumandangkan keluar. Jangan heran jika siang atau sore, saat masuk waktu sembahyang, terdengar lantunan azan di jantung kota. Hanya sedikit kota di Jerman memperbolehkan hal ini.

Pergi ke masjid di sini atau belahan Eropa lainnya, kami malah nggak pernah bawa sajadah sendiri. Bapak Jumatan juga begitu, lambaian saja. Berbeda dengan dulu waktu di tanah air. Meski di dalam masjid sudah ada sajadah, orang masih banyak yang bawa sendiri. Mungkin karena kebiasaan. Atau buat jaga-jaga, yah. Siapa tahu jamaahnya sedang membludah, dan tak kebagian tempat di dalam masjid.

Sajadah di masjid sini, terutama masjid yang tergolong besar, biasanya tebal dan sangat empuk. Enak banget diduduki. Kalau ke masjid malah Emak bawaannya pengen tiduran saja. hehehehe. Salah satu karpet paling empuk dan lembut ada di masjid Merkez di Duisburg. Salah satu masjid terbesar serta paling cantik di Jerman. Emak pernah menulis tentang Masjid Merkez ini. Baik di blog maupun di sebuah media cetak.

Kembali ke soalan sajadah buat traveling. Ketika bepergian ke Turki, Emak berencana membeli sajadah. Di negeri ini, pilihan banyak sekali. Sampai-sampai membuat bingung. Apalagi kalau menengok toko khusus karpet. Sajadah kecil tapi tebal dan empuk itu harganya bisa mencapai puluhan atau bahkan ratusan euro. Wuih, belum sanggup lah kami beli segitu. Apalagi bagasi terbatas. Kalau minta dikirim ke rumah, biayanya lebih tinggi lagi. Untuk sementara, sajadah macam ini kami skip dulu dari daftar suvenir.

Seminggu keluarga pelancong di Turki, rasanya waktu berlalu sangat cepat. Waktu jalan-jalan kami sangat padat. Di kota Bursa, kami sempat lewat basar. Yang kebeli hanya beberapa jilbab pashmina berbahan sutra. Halus sekali pas Emak pegang, langsung jatuh cinta dan beli. Lupa beli sajadah.

Di grand bazar, Istanbul, wuih terkagum-kagum melihat perhiasan emas. Bagus-bagus modelnya. Pengen masuk tapi gak berani. Kami gak tahu harga pasar dan tidak bisa bahasa Turki. Lagi pula di grand bazar kudu pintar menawar. Sebab pasar raksasa ini jadi destinasi utama para turis di Istanbul. Eh, lewat lagi beli sajadah. Hiks.

Sepulang dari Turki, teman seperjalanan kami menghadiahi sebuah sajadah. Tipis, ringan, tapi bahannya lumayan bagus. Hangat meski dipakai di lantai keramik. Cocok sekali sebagai alas sembahyang di perjalanan. Alhamdulillah. Sajadah ini sekarang kami bawa-bawa selalu ketika jalan-jalan.

20 Comments

  • Ada lagi sajadah yang sudah ada kompasnya jadi cocok banget buat traveling. Sayang sajadahnya cukup tebal dan berat. Jadi kalo ala-ala backpacker yang bagasi aja gak beli, sayang juga hehe

  • ira

    @Cek Yan: yoiii, sajadah yang ada kompasnya biasanya gede dan berat. Susah masuk ke backpack. Oh ya, sekarang untuk menentukan arah kiblat kan ada aplikasinya. Jadi lebih mudah. Alhamdulillah…

  • Iyo mbak. kalau mau shalat nggak semudah di Tanah Air. Opo maneh nang India, sampah berceceran. kadang aku cari rumput luas gawe shalat.

    Aku Mukena shalat nggowo teko Indonesia mbak. sing dilipat dadi cilik. Dadi Praktis. Mugo Mugo isok shalat nang Mekah mbak. Amin.

  • Di Duren azan masih boleh dikumandangkan ya mbak? Di Singapur yang bisa dibilang penduduknya banyak yang muslim aja azan ga boleh dikumandangkan, selain di masjid sultan.
    Kalo sajadah, biasanya aku bawa sajadah kecil, yang kalo sehari-hari di rumah dipake buat Lala πŸ˜€

  • ira

    @Mbak Dee An: alhamdulillah di DΓΌren boleh, Mbak. Cuma kalau terlalu malam tidak boleh. Maksimal jam 10 malam. Kalau musim panas kan maghrib-nya baru jam 10. Isya bisa dekat tengah malam. πŸ™‚

  • jadi keingat pas pulang kemarin akhirnya bisa shalat sambil berdiri di pesawat tuk pertama kali mbak. pergi ke paling belakang peswat ada tempat kosong di belakang tmpat duduk terakhir. Minta sama pramugari tuk shalat disana ternyata diijinkan. alas shalatnya pakai kain tuk selimut. arah kiblatnya sesuai yg ditunjukan layar di pesawat. awalnya lumayan deg-degan pas shalat ga konsentrasi hehehe…. berasa ada yang liatin, tp akhirnya cuek dan pasrah…. lumayan juga jadi bisa peregangan badan diperjalanan belasan jam. pengalaman baru lagi.

  • ira

    @Lia: alhamdulillah ya, Li. Ada tempat buat sembahyang berdiri. Jarang-jarang ada tempat kosong seperti itu di pesawat. πŸ™‚

  • ira

    @Mbak Rien: yup, alhamdulillah banget, Mbak. Hadiah sajadahnya kepake banget. Terutama pas jalan-jalan.

Leave a Reply

%d bloggers like this: