Apa yang Dibutuhkan untuk Menjadi Seorang Travel Writer?

Menjadi seorang penulis kisah perjalanan sepertinya pekerjaan paling enak sedunia, yah. Bisa keliling bumi Allah, mengunjungi tempat-tempat eksotik dan unik. Sambil dibayar pula. Walau ini belum menjadi profesi jamak di tanah air, bukan tak mungkin suatu saat akan berubah.

Walau kelihatannya enak, tak setiap orang bisa menjadi travel writer. Setidaknya, itu yang dikatakan Don Goerge dalam “Travel Writing” punya Lonely Planet. Banyak kriteria mesti dipenuhi. Mesti isinya belum relevan dengan kondisi penulisan dan penerbitan di tanah air, banyak poin saya anggap penting. Siapa tahu ada yang berminat mendalami penulisan kisah perjalanan.

Nah kualitas apa yang harusnya dimiliki seseorang untuk menjadi penulis kisah perjalanan sukses?

1. Fleksibilitas

Salah satu ciri hidup seorang penulis kisah perjalanan adalah ketidakstabilan dan spontanitas. Saat berada di rumah, dia harus siap kapan saja untuk berangkat ke suatu tempat tujuan. Hidupnya didikte oleh para editor dan deadline penerbitan. Walau waktu penulisan bisa dinegosiasi, terkadang susah menghindari deadline. Makanya semakin fleksibel seseorang, semakin baik di dunia penulisan.

2. Mudah Beradaptasi

Ini sambungan dari yang pertama. Untuk memperbesar kesempatan sebagai penulis genre ini, seseorang harus siap berada di segala kondisi destinasi. Apakah itu di sebuah kota padat penduduk dan modern, ataukah di dalam hutan belantara. Artinya, dia harus bersiap dengan segala keadaan. Baju-baju untuk setiap musim, pandai menempatkan diri di setiap keadaan, mengontrol emosi di tengah suasana panas, punya perut yang mudah beradaptasi dengan berbagai jenis makanan.

3. Hemat

Bukan berarti tak bisa kaya dengan menjadi penulis. Akan tetapi mereka yang menggantungkan hidupnya sebagai penulis akan berteman dengan ketidakpastian, termasuk ketidakpastian penghasilan.

4. Keluarga dan Teman yang Pengertian

Fleksibilitas waktu yang harus dimiliki seorang travel writer bukan hal baik buat pertemanan dan hubungan dengan keluarga. Butuh pasangan sangat pengertian untuk bisa menjalani profesi ini secara serius. Jika sudah memiliki anak, maka harus pula mampu mengatur jadwal ketika bepergian. Menurut saya pribadi profesi ini cocok buat mereka yang belum berkeluarga.

5. Keberanian

Melakukan perjalanan itu tak mudah. Terutama ketika mengumpulkan pengalaman dan informasi yang berguna sebagai bahan tulisan. Tak peduli betapa lelahnya, dia harus tetap semangat mengatasi perbedaan budaya, melompati batasan bahasa, meredam perut yang kemasukan makanan tak biasa. Waktu demi waktu, tempat demi tempat dijelajahi hingga mendapatkan cerita menarik untuk bahan tulisan.

6. Pandai Memotivasi Diri Sendiri dan Disiplin

Kualifikasi ini dibutuhkan oleh segala profesi, termasuk travel writer. Seorang penulis lepas menjadi bos bagi dirinya sendiri. Musuhnya adalah rasa malas dan suka menunda. Makanya penting untuk bisa membuat diri sendiri disiplin duduk setiap hari, mengorganisasi materi, merencanakan alur cerita dan mengetik. Motivasi diri sendiri sangat diperlukan, sebab berulang kali harus melakukan penulisan ulang, mengedit ulang, mencari media massa atau penerbit baru, mengirinkan ke media lain jika tak dimuat, serta kemampua untuk mengorganisasi jadwal perjalanan, beban kerja, deadline, dan keuangan. Di perjalanan, penting untuk selalu melakukan riset, mewawancarai orang, membuat catatan dan mengumpulkan informasi lainnya.

7. Ketekunan

Seorang penulis terkanal, siapa pun dia, pasti pernah berada di titik awal. Belum dikenal orang, dan sedang beruang untuk menjadi penulis. Mereka mengalami penolakan. Entah berapa banyak. Akan tetapi mereka selalu tekun dan percaya pada diri sendiri. Man jadda wa jada.

8. Passion

Sebagai dasar terpenting, untuk menjadi seorang travel writer sejati, orang harus punya passion. Untuk dunia, manusia dan semua urusan perjalanan. Untuk menjelajah dan menemukan informasi dan mengubahkan menjadi prosa gamblang.

9. Suka Memotret

Ini tambahan dari saya. Berbeda dengan di luar negeri tulisan dan foto dihargai berbeda. Maksudnya foto akan dibeli secara khusus hal ciptanya oleh media massa jika diterbitkan. Sedangkan di tanah air, normalnya foto sudah menjadi satu paket dengan tulisan. Biasanya redaksi akan meminta tambahan foto. Jika ingin dimuat, mau tak mau mesti kirim foto. Sehingga mau tak mau ketika melakukan perjalanan mesti bawa kamera dan memotret obyek yang dikunjungi. Belajar sedikit tentang ilmu fotografi, tak ada salahnya.

11 Comments

Leave a Reply

%d bloggers like this: