Saya rasakan, ini tantangan terberat dalam menggiati bidang penulisan perjalanan. Bagaimana agar selalu sabar, dan rutin menulis. Banyak nasihat diterima, tips da trik bertebaran di dunia maya. Akan tetapi teori memang jauh lebih mudah daripada praktik. Pelaksaannya butuh tekad luar biasa besar.
Ada satu pepatah yang selalu saya ingat dan jadikan salah satu pegangan hidup. “Mengalahkan orang lain adalah kuat. Mengalahkan diri sendiri lebih gagah perkasa.” Tantangan paling besar justru datang dari diri sendiri.
Bagi saya, tantangan paling besar adalah internet, media sosial. Saat menghidupkan komputer jinjing, secara otomatis dia terhubung langsung dengan internet. Dan saya juga membutuhkan internet untuk menulis. Sesekali butuh jasa penerjemahan online, riset data, kirim surat elektronik ke beberapa pihak terkait tulis menulis. Serba salah jadinya. Tak dimatikan, butuh internet. Di saat sama, godaan untuk membuka akun media sosial besar. Dimatikan, lalu bagaimana jika butuh informasi darinya?
Kesabaran dibutuhkan dalam proses membuat satu tulisan. Rasa malas yang tiba-tiba muncul tak terbendung. Bosan. Semangat menurun drastis. Atau ketika sudah berhasil menyelesaikan satu tulisan, mengirimkan ke media massa. Kesabaran diuji lagi. Masa tunggu tak jelas. Tak sedikit media massa tak mengkonfirmasi, apakah naskah sudah diterima atau belum. Apalagi janji bakal diterbitkan atau tidak. Membuat hati galau dalam penantian. Setelah tahu diterbitkan, masih harus galau menunggu datangnya honor. Kadang harus nagih-nagih dulu baru honornya cair. Hal-hal seperti ini sangat berbahaya bagi kata istiqomah.
1. Maka agar tetap istiqomah, hal pertama yang saya butuhkan adalah passion, tekad sangat kuat untuk terus menulis. Menjadikan menulis itu kebutuhan. Membuat kita tak bisa hidup tanpa menulis.
2. Saat rasa malas atau tidak mood menyerang, kadang passion pun mengendur. Tetapkan target untuk menyelesaikan tulisan. Misalnya seminggu minimal satu artikel. Tapi target pun tak kan terpenuhi tanpa kedisiplinan.
3. Banyak membaca. Nafsu menulis menurun, kadang disebabkan oleh minimnya ide segar. Obatnya tentu saja dengan banyak membaca. Karena ingin fokus ke penulisan perjalanan, bacaan saya tak jauh-jauh dari urusan jalan-jalan. Cerita pengalaman penulis lain seringkali jadi inspirasi. Meski tema tulisan jauh berbeda. Dari mereka kita bisa belajar gaya penulisan, mempraktikkan humor dalam tulisan, bagaimana mendeskripsikan suatu tempat, dan masih banyak lagi.
4. Melihat-lihat kembali foto-foto selama perjalanan. Membangkitkan kenangan sekaligus gairah untuk menuliskan kisahnya.
5. Keyakinan akan kekuatan proses dan adanya hukum pergiliran. Para penulis yang sangat terkenal pun pernah berada di satu titik, dimana mereka bukan siapa-siapa. Kerja keras dan ketekunanlah yang mendatangkan kesuksesan.
6. Membuat blog pribadi. Menuliskan kisah perjalanan di blog sangat bagus untuk berlatih menulis serta belajar istiqomah. Apalagi jika pengunjung dan pembaca blog bertambah. Biasanya berpengaruh dalam menambah semangat menulis.
Memang mengalahkan diri sendiri itu yang penting. Kalau dituruti bisa males dan leyeh leyeh saja maunya.
Nulis dan Ide untuk blog itu banyak sekali. Bahkan terbilang lancar. Beberapa Judul yang mau kutulis untuk media ada. Entah kenapa kalau nulis untuk media, aku kok kurang lancar, 100 kata dah berhenti.
@Zulfa: bulan iki aku yo durung kirim nang media cetak blas… 🙁 Lagi didera males puollll…