Entah sejak kapan dan bagaimana asal mulanya Emak kenalan dengan aktivis kopi kota Jember ini. Emak lupa. Seingat Emak, kami mulai berkenalan ketika Bedhag Kopi, warung kopi kekinian itu buka di Jalan Karimata, dekat kampus Universitas Muhammadiyah Jember. Tepatnya di seberang Hotel Royal. Warung yang menurut pemiliknya berdiri sejak tahun 2016.
Emak beserta seorang kawan ngopi di sana di malam hari. Sesuatu yang jarang sekali Emak lakukan, karena jadwal ngopi Emak adalah pagi hari. Siang hari pun jarang kecuali di akhir minggu atau di kala liburan. Waktu itu, Emak sekalian membeli beberapa kantong kopi untuk dibawa ke Jerman sebagai oleh-oleh. Awalnya cuma beli kopi bubuk, berdasarkan permintaan, Emak cenderung membawa roasted coffee yang masih berbentuk biji. Biar wanginya tahan lama, demikian kata teman Jerman kami.
Hingga kemudian ketika kembali mudik dan akan mampir ngopi, kedainya tutup. Kami buka di rumah, di Jalan Jawa II nomor 4, kata Indah, pemiliknya. Ya sutralah, sejak itu selalu mampir ke sana saat mudik. Sembari duduk-duduk di teras, ndak hanya untuk minum kopi saja. Bisa disambi melihat-lihat kopi yang sedang dijemur, atau memperhatikan Pak Donny, owner sekaligus suami Indah menyangrai biji-biji kopi.
Kopi yang dijual di Bedhag Kopi adalah kopi asal Jember. Kopi Sukma Elang Jember dibudidayakan di lereng Gunung Argopuro. Tepatnya di Desa Panduman, Jelbuk, Jember. Pada ketinggian 600 – 1400 mdpl. Hasil perkebunan adalah salah satu komoditi perdagangan di kabupaten kami. Di waktu kecil dan remaja, Emak beberapa kami mengunjungi perkebunan-perkebunan milik PTPN. Seingat Emak, dulu pernah mengunjungi kebun kakao dan karet. Bahkan pernah makan buah kakao matang. Ke kebun kopi malah belum pernah. Kudu diagendakan nih, kalau mudik lagi, insyaallah.
Kabarnya, kopi mulai dibudidayakan di Jember di zaman kolonial Belanda. Dah puluhan tahun kalau gitu, ya gess. Atau mungkin malah sudah lebih dari satu milenia. Memang warga Eropa udah demen minum kopi sejak beberapa milenia lalu, sih. Jenis kopi yang ditanam di Desa Panduman terdiri dari beberapa macam. Kopis Robusta, Arabica, serta kopi Liberica. Wahhh, Emak pun baru tahu ketika sowan ke Bedhag kopi kalau ternyata ada kopi jenis ini.
Dari petani kopi Panduman, Pak Donny kemudian melakukan berbagai proses dan tahapan pengolahan biji kopi. Mereka memiliki roastery sendiri. Lalu mengolah hasilnya menjadi kopi bubuk. Aroma kopi di Bedhag Kopi wangi sekali. Di sini tempat kita bisa membeli kopi Jember sebagai oleh-oleh. Kopi jenis Liberica, diolah menjadi kopi anggur (Wine Coffee). Kopi jenis lain pun tersedia. Bahkan mereka memiliki racikan kopi unik berbentuk kopi drip dan kopi celup. Untuk oleh-oleh teman di Jerman, Emak yang ndak terlalu paham dunia perkopian, biasanya nyangking yang direkomendasikan oleh pemilik Bedhag Kopi saja.
Pak Donny, adalah orang yang passionate di dunia kopi. Salah satu visi beliau adalah mengangkat produk lokal Jember agar bisa bersaing di tingkat global. Untuk itu, beliau sangat aktif ikut serta berbagai workshop atau pameran. Beberapa produk Bedhag Kopi telah diperkenalkan ke beberapa negara melalui pameran. Bedhag kopi selalu ramai oleh mereka para pecinta kopi. Tidak hanya memiliki tempat pengolahan hingga toko kopi, beliau pun aktif mengadakan training bagi mereka yang berminat belajar untuk menjadi barista.
Saat ini, produk Bedhag Kopi tak hanya tersedia di toko utama di Jalan Jawa II. Melainkan juga tersedia di beberapa toko oleh-oleh terkemuka Jember. Seperti: Toko Primadona Pasar Tanjung, Toko Primadona Kampus, Purnama Jati, Primarasa, Madu Rasa, dan Bin Cigar Store. Jika tertarik membeli produk Bedhag Kopi, langsung aja capcus ke toko terdekat kalian, gess.
Atau teratrik akan program pelatihan mereka, silakan kontak facebook Bedhag Kopi atau datang langsung ke Jalan Jawa II no. 4, Sumbersari Jember. Area kampus.
Pernah sekali beli kopi ini. Seperti biasa, perut saya lebih welcome sama Robusta daripada Arabica. Dan kopi pahit tanpa gula adalah yang terbaik…
Keren, Kak, menikmati kopi tanpa gula.