Satu keluarga sahabat keluargapelancong berkunjung ke Duren di liburan akhir tahun. Kami mau minta diajarin jalan-jalan, nih, kata sang istri. Sebetulnya mereka juga sudah punya rencana ke Brussels, namun kami ajak juga berkunjung singkat ke Maastricht. Pertimbangannya, selain tak terlalu jauh dari Duren, tiket ke sana tidaklah terlalu mahal. Bisa menggunakan tiket euregio seharga 15 euro berlaku untuk satu keluarga (2 orang dewasa dan maksimal 3 orang anak di bawah 12 tahun).
Jadilah kedua keluarga kami membentuk satu rombongan berkekuatan 4 orang dewasa dan 5 anak-anak berumur 1 hingga 11 tahun. Tentu saja berjalan dengan banyak anak seperti ini banyak kehebohan mewarnai. Mulai dari mempersiapkan mereka di pagi hari, hingga di perjalanan itu sendiri. Persiapan di musim dingin lebih banyak lama, sebab semua orang mesti memakai pakaian berlapis.
Sebuah situs ramalan cuaca mengatakan bahwa hari itu bakal cerah. Emak tak mengecek lagi, menggunakan pakaian tak setebal biasanya. Ternyata, ramalan manusia memang tak bisa 100 persen di percaya. Baru sampai Aachen mendung menebal, temperatur udara mendingin.
Perjalanan sejam lebih Aachen – Maastricht dengan bus diwarnai hujan. Sayang sekali. Padahal pemandangan berbukit sepanjang rute ini sangat asyik untuk dinikmati. Apa daya, kaca bus jadi buram, meski berkali kami lap bagian dalamnya menggunakan tangan. Anak-anak bosan dan sebagian besar tertidur. Tak peduli walau bus penuh sesak oleh penumpang.
Di Maastricht tengah hari, keadaan sedikit membaik. Meskipun tetap dingin, hujan mulai mereda. Kelar mengisi perut sejenak di dengan makan makanan bekal dari rumah, kami pun siap menjelajah kota besar paling dekat dengan perbatasan Jerman dan Belgia ini. Sebenarnya Emak sudah mencetak atraksi-atraksi utama kota Maastricht. Tapi hari itu tampaknya tak ada yang terlalu berminat untuk mengunjungi banyak obyek wisata. Melainkan hanya sekedar jalan-jalan sejenak sambil berfoto di pusat kota.
Baru berjalan sejenak di jantung Maastricht serta berkali keluar masuk toko untuk menghangatkan badan, gerimis mulai turun lagi. Kami mengamankan diri di sebuah kedai makan. Berteduh sembari mengisi perut bukanlah ide buruk. Apalagi anak-anak sudah mulai susah diajak kompromi.
Perut kenyang, badan terasa lebih hangat. Kami sempatkan berfoto di daerah Markt. Walaupun telah kali ketiga berada di Maastricht, Emak baru sadar, bahwa kota berpenduduk sekitar 120 ribu jiwa ini enak dipandang mata. Dia punya obyek-obyek wisata unik. Ingin juga kami masuk dalam museum berlabirin dalam tanah. Kasematte atau benteng bawah tanah di kota Maastricht ini mengandung nilai sejarah tinggi. Sayangnya waktu musim dingin yang pendek belum mengijinkan kami.
Akhirnya kami pilih untuk terus berjalan melewati zona pejalan kaki hingga sampai di Vritjhof. Di ruangan terbuka ini rupanya sedang ada pasar malam musim dingin. Karena ramai pengunjung kami hanya menyksikan dari luar saja. Anak-anak sebenarnya ingin bermain ice-skating. Hari sudah gelap dan bertambah dingin, sehingga para orang tua terpaksa tak bisa mengabulkan keinginan mereka.
Sempat membeli cinderamata, kue wafel dan crepes, kami bergegas menuju stasiun. Kali ini naik kereta api Maastricht – Heerlen. Lanjut Heerlen – Duren. Sayangnya kereta menuju Duren baru saja berangkat. Lama kami musti menunggu di stasiun. Menjelang kereta menuju Duren berangkat, Hanif, putera bungsu sahabat keluarga kami tersebut pengen buang hajat. Di kereta Euregio tak ada WC. Bingunglah kami. Waktu kurang sepuluh menit lagi. Tak terlihat ada tanda WC di stasiun Heerlen. Akhirnya dia bisa buang hajat di sebuah kereta api lain yang sedang menunggu giliran berangkat di lintasan sebelah. Itulah seninya bepergian bersama anak-anak. Selalu ada kejutan menanti.:)
wah hebat PR nya sob..tahniah mmg gratis
Salam Kenal Dari:-