Berjalan Melalui Jantung Montabaur

montabaurCuaca dingin, serta Emak yang sakit selagi berkunjung ke kota Montabaur, membuat keluarga pelancong tak banyak mengeksplorasi isi kota. Di hari kedua kedatangan, bapak membawa para krucil menuju pusat kota. Untuk membeli makan siang serta melihat-lihat suasana pusat kota. Menurut beliau, pusat kotanya meski kecil, tapi ramai dan lumayan cantik. Hanya saja, untuk kesana mereka harus turun bukit, untuk kembali naik ke bukit berikutnya, dimana pusat kota berada.

Besoknya, menjelang pulang, kami pilih berjalan menuju stasiun kereta api Montabaur lewat jantung kota. Menurut informasi dari Wikipedia, sejarah kota ini berasal tahun 959 masehi. Seiring beridirnya sebuah kastil, castellum Humbacense. Saat bishop Trier bernama Dietrich von Wied pulang dari perjalanan suci di timur tengah di tahun 1217, beliau membangun kembali kastil yang hancur, dan menamai daerah di sekitarnya dengan Mons Tabor. Karena kemiripannya dengan Gunung Tabor di Israel. Nama Mons Tabor kemudian berubah menjadi Montabaur. namun di beberapa bagian kota banyak orang masih menggunakan nama lama.

Kota tua Montabaur dihiasi oleh balai kota bergaya gothik baru, serta rumah-rumah tua bertulang kayu berasal dari abd 16 dan 17. Sebagian tembok dari abad pertengahan masih sedikit tersisa. Salah satunya disebut sebagai Wolfsturm.

Kami meninggalakan youth hostel Montabaur di hari Minggu pagi seusai sarapan. Hari masih dingin. Suhu sekitar 0°C. Di luar masih sepi. Hanya satu mobil lewat saat kami berjalan menuju pusat kota. Kami menuruni bukit dimana youth hostel berdiri, lewat satu perkampungan, untuk kemudian naik ke bukit berikutnya ke arah pusat kota. Tanjakannya terjal. Walau tak terlalu jauh. Emak berhenti beberapa kali untuk berisitirahat.

Mulanya kami masuk perkampunya lagi. Disini juga masih sepi. Seorang anak berlalu sambil membawa sekantong roti sarapan. Mulai masuk ke pusat kota, terlihat mobil-mobil berseliweran. Kami belum tahu pasti arah ke stasiun kereta api. Sebab waktu keberangkatan kereta masih sejam lebih, kami ingin memotret suasana jantung kota terlebih dahulu.

Enak berjalan saat suasana sepi seperti ini. Bisa memotret sepuasnya. Waktu pun bisa dihemat. Benar seperti kata Bapak, kota ini meski kecil tapi cukup menarik. Sebagian toko menempati gedung-gedung tua bertulang kayu. Kami berhenti sejenak di balai kota untuk merekam bentuknya dalam kamera. Untunglah tak lama kemudian kami temukan jalan menuju stasiun kereta. Sehingga bisa terus menikmati sebagian isi kota sambil berjalan menuju pulang.

Leave a Reply

%d bloggers like this: