Menginap di bandara Internasional Kuala Lumpur (KLIA) tak kami rencanakan sebelumnya. Pesawat menuju Pekanbaru baru terbang siang keesokan hari. Sementara malam hari kami sampai di ibukota Malaysia. Setelah terbang dari Frankfurt – Kairo – Bangkok – Kuala Lumpur.
Kami telah membuat janji untuk menginap di rumah seorang kerabat Bapak di KL. Katanya tak terlalu jauh dari bandara. Sekitar 30 menit dengan taksi. Akan tetapi, dengan empat koper, dua diantaranya sangat besar, kami langsung tak berminat pergi kemana-mana. Membayangkan gotong-gotong koper naik turun kendaraan saja sudah tak bergairah. Apalagi besok paginya harus mengulangi lagi menuju bandara lain di Kuala Lumpur, LCCT.
Syukur ada koneksi internet gratis di bandara. Kami bisa mengecek apakah di bandara satu ini orang diperbolehkan menginap. Ketemu situs sleepinginirportsdotnet. Katanya bisa. Nyaman pula. Menurut pengalaman seorang pelancong, ada tempat enak di lantai tiga.
Kami batalkan janji dan meminta maaf pada kerabat. Naik menuju lantai tiga. Sayangnya tak ada tempat yang terlihat cocok untuk menginap sekeluarga. Kami temukan di lantai keberangkatan, di belakang konter-konter check in, lantai 4. Ada deretan bangku-bangku panjang. Lumayan empuk buat tidur. Dua orang wanita sudah memilih tempatnya tak jauh dari kami.
Lantai ini sangat luas. Terdiri dari aneka macam toko, kedai kopi, warung makan cepat saji, toilet, surau dan tempat bermain anak. Sisa-sisa suasana pertandingan sepak bola Piala Eropa masih terlihat. Pada sekitar pukul 9 malam, bandara terlihat lebih sepi. Tak banyak lagi pesawat terbang di jam-jam ini. Namun suara mbak-mbak di bagian informasi masih kerap terdengar lewat pengeras suara.
Kami menata koper-koper dan gantian bersembahyang di surau. Anak-anak berlari menuju tempat bermain.
Si Adik kena jet lag. tak bisa tidur hingga dini hari. Bergantian kami menemaninya. Bapak istirahat terlebih dahulu. Embak menyusul. jelang tengah malam, gantian Emak selonjoran di bangku panjang. Pelanggan kursi panjang makin banyak. Turis berkulit putih pun mulai mengambil tempat tidur.
Embak tertidur pulas. Adik tak mau jauh dari Emak. Jelang pagi saat terbangun, Emak kaget melihat bangku-bangku panjang tak menyisakan tempat kosong lagi. Bahkan ada satu keluarga dengan dua anak gadis berkerudung sedang tertidur. Sesekali terdengar suara orang mengorok. Dua wanita dekat tempat kami tidur rupanya sangat lengkap bekal tidurnya. Selain koper-koper besar di samping, mereka membawa selimut lumayan tebal dan bantal.
Di subuh hari, bandara mulai ramai oleh calon penumpang. Kami bangun, sementara penghuni hotel bandara lainnya cuek tidur hingga hari lebih siang. Anak-anak masih pulas di alam mimpi. Seperti tak merasakan perbedaan antara tidur di kasur rumah dan bangku panjang bandara.
[…] kudu check in lagi keesokan harinya. Dan janjian dengan saudarinya seorang teman. Kami sudah pernah menginap di KLIA. Dan di Bandara […]