Dua malam kami menginap di rumah seorang sahabat di Sakarya. Dikenal juga sebagai Adapazari, kota ini bukan tujuan utama turis. Beberapa puluh tahun sekali ia dilanda gempa bumi. Gempa besar terakhir terjadi Agustus 1999. Memakan korban jiwa lebih dari 3000 orang dari Sakarya saja. Rumah sahabat juga terkena gempa.
Sehari kami habiskan ke kota Bursa bersama-sama. Hari kedua bermalas-malasan di rumah. Hanya pagi hari Emak ke pasar bersama tuan rumah. Tujuan utama Emak adalah mencicipi aneka buah zaitun di pasar tradisional.
Karena lokasinya tak terlalu jauh dari rumah, kami berjalan kaki saja ke pasar. Apalagi lewat di taman yang asri di pagi hari. Sejuk segar.
Turki termasuk negeri yang tahan gempuran pusat perbelanjaan dan supermarket modern. Selama seminggu di sana, tak banyak kami lihat tempat belanja seperti itu. Seperti Maroko, pasar tradisional masih menjadi tempat belanja primadona bagi penduduk lokal.
Sekilas bentuknya dan penampakannya tak terlalu beda dengan pasar tradisional di tanah air. Para pedagang menggelar dagangan di kios-kios atau petak-petak dengan ukuran beda-beda. Yang tak punya lapak, menggelar meja di bagian luar pasar. Menurut informasi tuan rumah, harga barang di luar lebih murah dibanding di dalam. Cuma yang di dalam terlihat lebih rapi.
Bagian dalamnya bersih. Tak becek sebab sudah diplester. Bau-bau busuk tak tercium. Pertama masuk ketemu pedagang buah dan sayuran. Tak lama, ketemu Ibu penjual zaitun langganan tuan rumah. Langsung deh mata Emak berbibar-binar memandang gunungan zaitun. Sebagian besar berwarna hijau dan hitam. Yang hijau muda kadang bersemburat pink, ungu atau kecoklatan. Kalau mau mencoba dulu rasanya, tinggal bilang sama Ibu penjual. Beliau akan mengambilkan beberapa dalam sebuah serok besar, mengulurkannya ke dekat kita. Tak mesti beli sekilo. Beli seperempat pun tak apa. Harganya murah-murah. Rasanya pun unik. Ada ynag sangat asam, ada yang agak pahit, atau perpaduan asam dan pahit. Ada yang renyah, ada yeng lembek dan liat daging buahnya. Saya putuskan beli dua macam sedikit saja. Sampai di rumah nyesel, ternyata kurang banyak belinya.
Makin ke dalam, Emak baru sadar, pasar ini besar juga. Sudah menyusuri penjual bumbu, buah-buahan kering, roti, keju, ayam, daging dan ikan, belum juga kelihatan ujungnya.
Ada satu kejadian unik ketika di sini. Mbak tuan rumah berkali memintakan izin bagi Emak yang ingin memotret para pedagang dan dagangannya. Saat akan membeli safran, bapak penjual mengajak mengobrol. Menanyakan Emak dari mana. Menurut si Mbak, bapak tua tersebut sampai tiga kali menanyakan apakah Emak orang fakir. hehehe. Mungkin karena Emak tidak mengenakan baju gamis khas wanita Turki.
Puas sekali setelah mengecek sebagian isi pasar Sakarya. Mengenal penduduk lokal di tempat non turis ini lebih mengesankan dibanding kelilng pasar-pasar Istanbul.
memang buah zaitun seperti apa Mba?
Kecil-kecil. Ukurannya paling sejempol. Ada yang hijau, ungu, pink, hitam warnanya.