Bremen

 

Menjadi kota besar terdekat dengan Bremerhaven, Bremen sangat sering kami kunjungi. Namun jarang untuk tujuan jalan-jalan. Paling sering adalah silaturahmi kepada sejawat disana, menghadiri acara pengajian bulanan, merayakan lebaran, belanja. Sebagai satu kota besar, menurut kami tak terlalu banyak obyek wisata disana. Akan tetapi, sama sekali tak berarti Bremen bukanlah kota indah. Beberapa bagian malah sangat unik. Kota tuanya yang tak terlalu besar tapi memiliki bangunan kuno terawat, Marktplatz (tempat terbuka di jantung kota) dengan patung Roland (lambang kebebasan Bremen) di tengahnya dan dikelilingi rumah-rumah tua bertulang kayu dan balai kota diakui sebagai salah satu yang terindah di Jerman. Kota yang dulu terkenal dengan bursa tembakaunya ini adalah satu kota tujuan wisata paling utama di negara ini. 

Mungkin karena obyek wisatanya tak terlalu banyak dan letaknya cukup berdekatan itu yang membuat Bremen sangat praktis sebagai tujuan wisata. Jika kita keluar dari stasiun Bremen, lalu menengok ke arah kanan, maka segera kita kenali bangunan besar bernama Übersee Museum. Kami pernah dua kali ke museum ini. Pertama saat ada pameran khusus mengenai India. Ada pemandunya juga. Menambah pengetahuan kami tentang negeri di Asia Selatan ini. Sekaligus melihat koleksi lain museum mengenai berbagai daerah di belahan lain dunia. Bagaimana orang Indian, Afrika hidup, bagaimana suasana hutan tropis. Ada pula patung sapi membajak sawah seperti yang sering kita saksikan di Indonesia. Kedua ketika ada festival gamelan di museum ini. Satu grup gamelan terkenal dari Bali, hadir, menampilkan tarian diiringi gamelan. Sungguh elok dan menghadirkan decak kagum dari seluruh hadirin.

Di belakang stasiun, berdiri pusat pameran, yang tempat parkirnya sering digunakan sebagai pasar loak, dan pasar malam dua kali setahun. Berjalan sedikit melalui pusat pameran ini adalah Bürgerpark Bremen, hutan kota tempat warga kota, termasuk warga Indonesia disana berpiknik, foto-foto, atau sekedar jalan-jalan.

Kota tua sekaligua pusat kota Bremen sendiri terletak kira-kira sekilo meter dari stasiun utama. Jika kita meyusuri jalan utama persisi di depan stasiun menuju pusat kota, maka kita akan melewati Herdentor, taman dengan kincir angin tua mirip dengan kincir angin Belanda. Taman bunganya indah. Tema bunga berganti setiap beberapa bulan. Makanya tak bosan berfoto berlatar belakang ini. Pernah seorang teman kami, berfoto disini, menuliskan kata Belanda di cetakan foto, dan mengirimkan ke kerabatnya di tanah air. hahahhahahaha.

Jika berjalan terus melalui Herdentor, maka tak lama akan kita temui serombongan patung babi di mulut Sögestrasse. Sögestrasse dulunya sering dilewati pedagang babi, makanya disebut sebagai jalan babi. Dari sinilah pusat kota, kota tua Bremen mulai bisa dinikmati keindahannya. Toko-toko berderet, menjual barang-barang murah dan mahal. Bisa cuci mata sambil keliling kota tua.

Di kota tua Bremen berdiri beberapa gereja tua, terawat dan terlihat megah. Di dekat balai kota (Rathaus) berdiri patung Bremer Stadtmusikanten. Ia berasal dari cerita legendaris mengenai empat sekawan keledai, anjing, kucing dan seekor ayam, yang berniat pergi ke Bremen untuk menjadi pemain musik. Setiap turis biasanya berpose sambil memegang kaki keledai. Konon, bila melakukan hal ini, maka suatu ketika, mereka akn kembali lagi ke Bremen. Karena ramai, mesti mengantri untuk berfoto disini. Gedung Rathaus serta patung Roland di tengah Marktplatz juga obyek foto yang tak kalah tenar. Jika ingin benar-benar menikmati suasana Marktplatz pelancong bisa duduk-duduk sambil minum kopi di salah satu kafe disana.

Dari Marktplatz ada jalan kecil bernama Böttcherstrasse. Jalan ini sejak dulu merupakan pusat seni, budaya, dan perdagangan di Bremen. Jalannya kecil dan sempit, namun memiliki dua museum, toko-toko kecil penjual cinderamata, toko mainan, toko teh, serta satu dua butik, dan restauran mahal. Di jam-jam tertentu para pelancong bisa menikmati permainan lonceng.

Tak jauh dari Makrtplatz juga, hanya menyeberang melalui sebuah pusat pemberhentian bus dan tram, adalah Schnoor. Gang-gang sempit, rumah-rumah tua nan kecil dan rendah, serta satu gereja besar. Schnoor merupakan kawasan tertua di Bremen. Sisa-sisa kawasan kota di abad pertengahan ini dulunya merupakan pemukiman para penangkap ikan, tukang, dan daerah industri. Sekarang telah menjadi toko-toko mungil, kafe dan bar, restauran, serta rumah-rumah penuh nostalgia. Sebuah rumah bertingkat terkecil, bahkan tak mempunya tangga di dalamnya. Penghuninya mesti keluar gedung untuk naik dan turun. Saat cuaca cerah dan di musim panas, gang-gang ini menjadi semakin sempit saja oleh kehadiran para turis.

Dua kali setahun, ada pasar malam besar di belakang stasiun. Yang terbesar, diselenggarakan di musim gugur, Ischaa Freimaarkt namanya. Inilah sarana tepat untuk menghabiskan uang dengan menjajal segala permainan dan mencobai makanan ringan hingga berat di stan-stannya. Oh, meski hampir seminggu sekali datang ke Bremen, tak pernah bosan kami olehnya….

%d bloggers like this: