Di hari terakhir, setelah check out kami punya waktu hampir seharian. Pesawat pulang terbang di malam hari. Melihat jembatan tua Ponte di Tiberio, siangnya kami alokasikan waktu singgah di mesjid setempat sekalian sholat dhuhur dan ashar. Di hari pertama di Rimini sebenarnya kami telah melewati mesjid tersebut. Hari itu hari libur sehingga setelah sholat dhuhur bagian depan mesjid sangat ramai. Para lelaki bergerombol. Emak jadi enggan masuk. Selain itu kami berniat mengunjungi satu mesjid lain di Jalan Via destra del Porto. Sayangnya tak ada mesjid di alamat yang kami tuju. Entah, apa dulunya memang ada mesjid, ada informasi di internet tak benar.
Kami sempat mampir dan berbelanja di sebuah toko milik seorang muslim Bangladesh. Tokonya dekat dengan mesjid dan stasiun pusat Rimini. Lumayan besar dan menjual sosis halal, aneka ikan dan beberapa barang oriental lainnya. Saat kami masuk, lelaki 30-an menyapa dalam bahasa inggris. Menanyakan apakah kami orang Malaysia. Saat kami jawab Indonesia, dia bilang, minggu lalu ada tiga penyanyi asal Indonesia mampir juga ke toko tersebut. Tapi dia lupa siapa nama mereka.
Di dekat situ ada mesjid, katanya lagi. Kami bilang kami sudah lewat sana. Katanya di Rimini banyak orang Bangladesh. Makanya dia sampai bisa buka toko. Ketika kami tanya, banyakkah warga muslim di Rimini, jawabannya tak nyambung. Semua orang Bangladesh disini adalah muslim. Jadi perkirakan banyak juga. Gerombolan lelaki di depan mesjid tadi berbahasa Arab.
Mesjid Al-Tawhid Rimini terletak di Jalan Corso Papa Giovanni XXII nomor 100, adalah satu bangunan berbentuk rumah dua lantai. Daerah sekitarnya dipenuhi toko-toko India, Bangladesh dan orang kulit hitam. Daerah orang asingnya Rimini. Lantai pertama diperuntukkan sebagai ruang sholat pria. Sedangkan wanita di lantai atas.
Emak dan Embak naik ke lantai atas setelah menyimpan sepatu di lantai dasar. Toilet lantai atas dikunci. Tak berani kembali ke bawah sebab khawatir Bapak sudah masuk ke ruang sholat, kami bertayammum. Lalu menunggu di salah satu dari kedua kamar. Kamar bagian depan semuanya berkarpet. Kamar lainnya berkarpet sebagian. Mungkin kamar ini dipergunakan jika jamaah tak tertampung ruang sholat depan. Karpetnya tampak usang dan kasar serta tak seragam. Berbeda dengan mesjid-mesjid jerman berkarpet empuk. Semuanya hanya perlu disyukuri. Alhamdulillah jamaah Rimini sudah punya mesjid meski sederhana. Sehingga kami bisa singgah, istirahat dan sholat.
Emak tidur-tiduran di atas karpet. Tak ada jamaah wanita lain selain kami. Agak dingin di dalam ruangan sholat wanita. Pemanas sedang tisak dinyalakan. Emak memakai jaket agar tak terlalu kedinginan. Menunggu sekitar setengah jam, adzan dhuhur berkumandang. Lamaaaa kami menunggu waktu sholat berjamaah. Jarak antara adzan dan waktu sholat lumayan lama, sekitar sepuluh menit. Tak ada puji-pujian, sehingga Emak sempat menyangka bahwa suara pengeras suara tak sampai di lantai atas. Kata Bapak, imamnya oarang Arab muda. Entah dari negara Arab yang mana. Selain Arab dan Bangladeh, kata Bapak, ada pula beberapa jemaah berkulit hitam.
Tak ada prospek silaturahmi, kami meninggalkan mesjid segera setelah sholat. Sungguh damai dan lega hati sehabis mengunjungi sebuah mesjid. Alhamdulillah…:)