Cinderamata merupakan elemen penting sebagai kenang-kenangan akan suatu perjalanan yang pernah kami lakukan. Dulu kami suka koleksi kartu pos dan pernak-pernik unik untuk pajangan di lemari kaca. Setelah sekian lama tak punya lemari kaca, pernak-pernik masih tersimpan rapi entah dimana, kesukaan akan cinderamata mini berkurang. Pindah ke magnet kulkas. Setelah seorang teman memajang satu papan khusus magnet kulkas di ruang tamunya.
Di Maroko, entah mengapa kami tak tertarik akan cinderamata standar yang sudah pernah kami beli. Awal-awal malah tak berpikir akan membeli apa buat dibawa pulang.
Fes, ternyata adalah sentra penghasil kerajinan kulit di Maroko. Tas, jaket, sepatu, dan aneka pernak-pernik kulit dijual dengan harga relatif murah. Bapak tertarik membeli jaket kulit. Adik-adik mahasiswa alhamdulillah punya kenalan seorang pedagang jaket kulit. Sehingga Bapak pun mendapatkan jaket idaman dengan harga miring. Menurut seorang adik yang mengerti tentang seluk beluk kulit, kerajinan kulit di negeri ini memiliki kualitas prima. Bisa dibilang nomor satu-lah, katanya. Kami percaya. Sebab menurut informasi, kerajinan kulit di sini sudah berlangsung ratusan tahun lamanya.
Di Moulay Idriss Zerhoun, kami jatuh cinta pada buah zaitun setempat. Rasanya tak seasam zaitun kalengan yang biasa kami beli di Jerman. Lebih alami. Warnanya bervariasi mulai hijau, pink, hingga ungu. Teksturnya lembut. Kadar garamnya pun rendah. Ketika Pak sopir membeli di seorang pedagang, kami pun beli setengah kilo. Walau kemudian menyesal, kenapa terlalu sedikit membelinya.
Di depan Masjid Qarawiyyin seorang Bapak Tua tak henti-hento menawarkan kopiah Maroko untuk anak-anak kepada kami. Sejak awal kami masuk hingga kemudian kami keluar, beliau gigih sekali. Membuat hati kami tergerak untuk membeli. Harganya tak mahal. Walau kata adik mahasiswa sedikit lebih mahal dibanding di bagian pasar lainnya. Kami kira Adik bakal suka memakainya. Ternyata tidak. Kini jadi semi pajangan di rumah.
Hari terakhir di Maroko, kami masuk pasar di Fes el Jedid. Dimana kios-kios baju memajang kaftan indah-indah. Giliran si Embak yang suka dan mau dibelikan. Dibantu seorang Adik mahasiswa, kami tawar menawar dengan beberapa pedagang, sebelum akhirnya memutuskan membeli satu gamis cantik buat Embak seharga sekitar 15 euro saja. Embak sangat suka akan bajunya. Emak pengen juga sebenarnya. Akan tetapi, kalau membeli pun harusnya ukuran anak-anak. Sebab ukuran dewasa ukurannya terlalu panjang dan langsing. hehe.