Pengalaman Pertama Naik Kapal Pesiar

Bagi kami sekeluarga, berlibur ke utara Eropa merupakan sesuatu yang eksotis. Bujet perjalanan tinggi merupakan salah satu penyebabnya. Ya, biaya hidup di negara-negara Skandinavia relatif mahal dibanding belahan Eropa lainnya. Namun ketika melihat penawaran berpesiar ke Kepulauan Faroe dan Islandia selama satu minggu, kami tak menyia-nyiakan kesempatan ini.
MS Norrona, kapal besar tumpangan kami, sebenarnya bukannya sebuah kapal pesiar. Ia adalah satu-satunya kapal feri penghubung daratan Eropa dengan Kepulauan Faroe dan Islandia. Berangkat setiap Sabtu sore dari Hirtshal, sebuah kota kecil di ujung Denmark. Seminggu sekali. Karena selalu bolak-balik Hirtshal (Denmark) – Torshavn (Kepulauan Faroe) – Seydisfjordur (Islandia) ini, kemudian mereka menawarkan paket liburan satu minggu dengan kapal mereka. Konsepnya mirip kapal pesiar biasa.
Sekali liburan, bisa mengunjungi dua pulau, tawaran sangat menarik. Lagipula, kami belum pernah naik kapal pesiar sebelumnya. Ada pesawat dari beberapa kota di Eropa menuju kedua destinasi ini. Namun sangat jarang, dan harganya pun mahal. Dalam paket, harganya sudah termasuk menginap di kabin berkapasitas empat orang selama 7 hari, dan sarapan. Hampir seribu euro untuk 4 orang. Sudah termasuk sarapan. Kalau mau nambah makan siang dan malam, tinggal nambah pas booking. Atau bisa juga ndaftar pas udah naik kapal. karena kami rasa mihil, kami bawa bekel ajah ke kapal pesiar. Rice cooker. Bisa masak nasi. Lauknya bawa dari rumah juga. Murah meriah. Dan kenyang, dan ndak bikin kantong bolong.

Fasilitas dalam kapal lengkap. Dari rumah makan, bar, kafe, tempat bermain, tempat belanja duty free, tempat bermain anak, lapangan sepak bola kecil, sauna, dan tempat fitness. Sayang sekali kolam renangnya sedang tutup. Jika bosan di dalam kamar, sesekali kami mengajak anak-anak bermain atau sekadar berjemur di bangku-bangku di atas dek terbuka.
Kepulauan Faroe
Ia terdiri dari 18 pulau mini di utara Lautan Atlantik. Menjadi bagian Denmark, Faroe memiliki otonomi khusus. Pelat mobilnya bukan DK, melainkan FO. Dua kali kapal tumpangan mampir di Faroe. Keduanya tak lebih dari 5 jam. Karena membawa kendaraan sendiri, kami bebas menjelajah dua pulau utama: Streymoy dan Eysturoy.
Sayangnya cuaca kurang bersahabat saat kami pertama sandar di Torshavn, ibukota Faroe. Angin berembus kencang, langit kelabu. Sesekali gerimis menyapa. Kami susuri pantai timur Streymoy. Jalanan Faroe mulus dan tak terlalu ramai. Bentang alamnya berbukit-bukit, hijau, dengan selubung putih di puncaknya.

Penduduk Faroe sangat jarang. Seluas total hampir 2 kali Jakarta, dengan penduduk tak sampai 50 ribu jiwa. Kami lebih sering bertemu kambing di sini. Berkendara di negeri ini, harus berhati-hati. Kambing sesekali berkeliaran di jalan raya. Jika kita menabraknya, dendanya sangat mahal.
Kami berkendara, hingga pucuk utara Eysturoy. Memotret kota nelayan Eidi dari ketinggian, sebelum akhirnya melewati jalan pedesaan dan pegunungan ke Gjogv. Sebuah desa wisata kecil. Rumah-rumahnya sebagian terbuat dari kayu. Mungkin fasadnya saja. Ada yang atapnya tak terbuat dari genteng normal. Melainkan dari rumput hidup. Katanya bagus sebagai insulasi.
Satu dua orang berjalan di desa mungil ini. Angin berembus kencang sekali. Saya berjalan di dalam desa, menemukan sebuah teluk kecil di antara tebing tinggi. Lalu berjalan di gereja desa nan sederhana.

Kedua kali mengunjungi Faroe, cuaca lumayan cerah dan tak berangin. Kami putuskan berkendara ke Vestmanna dan Leynar. Kedua adalah teluk pembantaian ikan paus. Perburuan paus merupakan tradisi sejak abad 16. Berlangsung hingga kini. Paus digiring oleh beberapa orang ke arah teluk. Lalu dipotong dan dagingnya dibagikan ke seluruh penduduk Faroe. Itulah sumber protein mereka selain daging kambing.
Sebelum meninggalkan Faroe kami berjalan-jalan di pusat Torshavn. Jantung ibukota ini hanya berpuluh meter dari pelabuhan tempat kapal kami membuang jangkar. Torshavn awalnya dikuasai oleh Norwegia. Mulai dibangun tahun 825.
Pusat sejarah kota ada di Tinganes, di sebelah pelabuhan. Sekarang menjadi deretan gudang dan kantor pemerintahan. Kebanyakan gedung berwarna merah atau cokelat. Beratap rumput hidup. Jalanannya terbuat dari batu alam. Sore itu, sepertinya hanya turis berkeliling di pusat kota. Berjalan lebih jauh ke pusat Faroe, kami hanya temukan sebuah pusat perbelanjaan kecil toko baju, dan rumah makan. Sunyi.
Islandia
Negeri ini tujuan utama perjalanan kali ini. Kami punya waktu dua hari saja untuk menjelajah Islandia. Pulau kecil dengan puluhan gunung berapi. Bentang alamnya sungguh menakjubkan.

Para penumpang ramai berkumpul di dek terbuka ketika kami mulai memasuki fjord Seydisfjordur. Fjord mirip teluk, yang menjorok hingga belasan kilometer ke daratan. Sekilas Islandia mirip Faroe. Hijau. Akan tetapi, pegunungan pulau ini lebih tinggi. Salju di puncaknya lebih tebal. Air mengalir di sela-sela badan bukit. Makin lama makin deras dan terkadang turun sebagai air terjun. Sering kami melihat air terjun di pinggir jalan. Tak ada orang sekadar mampir untuk memotret.
Jalan raya Islandia lebih sepi dibanding Faroe. Saat berkendara, kadang setelah 20-30 km kami berpapasan dnegan mobil lain. Keluar pelabuhan kami langsung berkendara ke arah barat. Melewati jalan pegunungan. Tiba-tiba saja jalan diselubungi kabut tebal. Satu sisi sungai. Sisi lainnya jurang.
Hari pertama, kami mengunjungi air terjun terbesar Eropa, Dettifoss. Letaknya di Taman Nasional Jökulsargljufur. Sebuah taman nasional yang tampak gersang, tanpa pepohonan tinggi. Dettifoss meluncur dari ketinggian lebih 100 meter di ngarah Sungai Jökulsa a Fjöllum. Tak ada tarif masuk. Mobil di parkiran tak sampai 20. Kami memandang Dettifoss dari tumpukan batu di tepian. Terkena tampias air yang kemudian membentuk pelangi. Mendengar deburannya ketika menyentuh dasar.
Dari sana, perjalanan berlanjut ke salah satu pusat vulkanisme Islandia. Ke Danau Myvatn dan sekitarnya. Lima kilometer sebelum danau terbesar keempat Islandia, terdapat padang lava Hverir. Fenomena alam baru bagi saya dan anak-anak.

Di padang tanpa tumbuhan, tampak genangan air. Bukan air biasa. Air bersuhu 80-100°C berasap, mengeluarkan bau seperti telur busuk. Pengunjung berjalan-jalan di antara genangan menggelegak ini. Daerah berbahaya dibatasi pagar. Ada pula gundukan mirip cerobong. Asapnya lebih tebal dan terdengar desisan pelan. Daerah sekitarnya bahkan digunakan sebagai pembangkit listrik tenaga panas bumi.
Di sekitar Danau Myvatn yang dihuni banyak bebek, kami menyaksikan fenomena hasil vulkanisme lainnya. Dimmuborgir, atau dikenal sebagai kota hitam, adalah suatu padang lava beku luas. Lava yang mendingin ini kemudian dipahat oleh waktu alam. Menjadi gua-gua, menara, dan patung-patung alami. Kami sempat trekking sejenik mengelilingi Dimmuborgir.
Skutustadagigar daerah pemilik banyak pseudo-crater. Gundukan tanah setinggi 20 – 30 m, tengahnya cekung seperti kawah. Asyiknya, semua objek wisata alam yang kami kunjungi di Islandia bisa dilihat gratis.
Sebelum berlayar pulang, di hari kedua kami sempatkan keliling kota kecil Seydisfjordur. Letaknya di timur pulau. Kota ini didirikan oleh bangsa Norwegia. Arsitekturnya unik: Fasadnya bergaris-garis vertikal. Beratap mirip seng. Warna dindingnya cerah.
Perjalanan seminggu dengan kapal pesiar ini sungguh luar biasa. Tujuh hari kami tidur di lambung kapal. Membelah lautan ynag tak selalu bersahabat. Di malam hari, sering ombak mengombang-ambing badan kapal. Kami tidur terayun-ayun. Jika ombak besar, kapten kapal berbicara melalui speaker, menerangkan situasi yang kami hadapi. Yang terpenting bagi kami, anak-anak menikmati perjalanan ini.
MasyaAllah cakep bangat mbak. Foto2 nya ciamik. Ternyata pesiar nggak selalu mahal, ya. Ini cuma 1000 euro dan ber 4, ahhhhh pinginnnnn
@Emakmbolang: hooh, Mak. Alhamdulillah. Akeh pilihan harga kapal pesiar tibake. Bahkan yen low season, onok sing regane 89 euro per orang. Lumayan lah gawe icip2 kapal pesiar.
Masyaallah indahnya… Semoga makin meningkatkan kecintaan pada Rabbul ‘alamiin.. Jangan lupa jalan – jalan ke Mekkah ya…
@Uni Husna: doain kami terus, yah… Biar ada rezekinya.
Nah, ini moda transportasi yang belom pernah aku naiki. Dulu saat pulang ke Indonesia dari Batam, ketemu rombongan dari Indonesia yang mau naik kapal pesiar. Cuma bisa menatap mupeng 🙂
Faroe indah sekaliiiiii
Mba Ira, Makasih infonya, sempat lihat iklan ini juga, tapi masih mikir-mikir buat eksekusi, btw boleh bawa mobil juga ke feri nya ya mba?, ada biaya tambahan untuk mobil?
sekali lagi terimakasih
@Cek Yan: Faroe emang cakeppp pakai banget. Islandia unik banget alamnya. Asal gak gampang mabuk laut, asyik2 ajah naik kapalnya. 🙂
@Zoera travel: sama-sama. Kemarin kami 1000 euro udah termasuk biaya bawa mobil. Asal mobilnya yang ukuran normal. Kayak mobil camper gitu tarifnya sudah beda lagi.
Mak, jadi search net aku pas habis liat postinganmu ini…Tahun depan kali ya kesana..teman di Faroe Island bilang, bagusnya kesana summer biar puas motret landscapenya 🙂
@Dewi: pasti kalau musim panas lebih seru di Faroe ama iceland. Pas musim gugur, biuhhh anginnya ganas… 🙂
Eh bawa rice cookier boleh juga ??? tinggal nyolok praktis yaaa
@Kak Cumi: iyah, gak ada larangan. Beberapa teman seperjalanan juga bawa cool box lumayan gede buat nyimpen bekal makanan mereka.