Kota bisnis terbesar Jerman, Frankfurt am Main, bukanlah kota destinasi wisata favorit kami. Seringnya kami hanya sekadar lewat. Buat mengurus perpanjangan paspor. Atau hanya sampai bandara internasionalnya saja. Salah satu bandara terbesar sekaligus tersibuk di Eropa.
Demikian juga kunjungan kami ke kota ini bulan Mei lalu. Hanya untuk perpanjang paspor. Karena ingin makan di sebuah restoran halal di pusat Frankfurt, kami niatkan sekalian jalan-jalan sebentar.
Alhamdulillah urusan perpanjangan paspor di KJRI tak pakai ribet dan lama. Asal syarat lengkap, kami tinggal menunggu paspor baru dikirim ke alamat rumah. Selain bisa diurus langsung ke kantor KJRI, paspor bisa pula dibuat saat ada warung konsuler.
Warung konsuler sesekali diadakan KJRI Frankfurt bersamaan dengan acaranya warga Indonesia. Sebelumnya, Emak bikin paspor ketika ada acara warung konsuler di Aachen. Tak perlu jauh berkendara ke Frankfurt. Sayangnya pas butuh paspor baru kemairn, sedang tak ada warung konsuler dekat tempat tinggal keluarga pelancong.
Urusan di KJRI selesai pas saat waktu makan siang. Kami sudah mencatat alamat sebuah resto Thailand halal. Lokasinya dekat dengan stasiun pusat Frankfurt am Main.
Sebelumnya, kami sudah pernah sekali jalan-jalan di jantung kota ini. Tapi tak lama. Emak agak lupa kemana saja kami waktu itu. Yang jelas tak jauh dari stasiun. Sebab kami hanya berjalan kaki. Dan Emak ingat kami foto-foto di depan bank Uni Eropa yang ada lambang mata uang euro-nya itu.
Frankfurt ini kawasan bisnis terkemuka Jerman. Kalau mau melihat gedung-gedung pencakar langit bertebaran di negeri ini, di sinilah tempatnya. Bank-bank besar punya kantor pusat di sini. Lokasinya juga strategis. Relatif berada di tengah-tengah Jerman. Ditunjang bandara internasional, tak ayal lagi, menjadikan Frankfurt sebagai salah satu kota terpenting Eropa. Stasiunnya ramai pula.
Dannnn, mencari parkir pun bukan perkara mudah. Ingginya parkir sedekat mungkin dengan restoran. Sudah berputar beberapa kali di jalan tempat restoran berdiri, dan jalan-jalan di dekatnya, tidak nemu juga. Ketika ketemu satu, kami baru sadar. Parkir maksimal hanya satu jam saja. Tarifnya mahal pula. Satu euro (hampir Rp. 15.000,-) per 20 menit.
Kami tidak yakin bakal selesai urusan dalam satu jam. Jalan kaki dari tempat parkir ke rumah makan, makan, dan kembali ke tempat parkir. Ya sudahlah. Mending mencari Parkhaus atau gedung parkir khusus saja. Cek alat GPS, nemu tak jauh dari sana. Tarifnya gak jauh beda. Yakni 2,9 euro per jam. Akan tetapi waktu kami lebih fleksibel. Gak perlu khawatir dapat surat tilang.
Oh ya, di GPS kami ada fitur mencari tempat parkir, terutama Parkhaus. Pilih tempat parkir yang dimaui, trus dia akan menunjukkan jalannya. Alat ini sangat bermanfaat bagi kami yang sering bepergian. Terutama saat masuk ke kota besar. Dulu sebelum punya GPS, kalau masuk kota, kami sering kesasar. Jadinya boros bensin. Kini kami punya dua pilihan: pakai GPS biasa dan hape berfasilitas GPS.
Nama wilayah tersebut adalah Bahnhofsviertel. Agak ke utara stasiun, di sebelah selatannya dibatasi Sungai Main. Ini wilayah padat. Dan sangat beragam isinya. Kami berpapasan dengan ribuan manusia dari berbagai latar belakang. Ada yang berjas rapi. Ada wanita-wanita terlihat perlente. Ada gelandangan dan pengemis yang tidur di pinggir jalan. Atau pemabuk yang siang-siang sudah teler. Emak senang banyak rumah makan berlabel halal bertebaran di wilayah ini. Ngeliat sebuah masjid pula. Letaknya tak berjauhan dengan satu dua sex shop. Ada daerah tampak elegan. Pernah juga kami lewat tempat yang bau pesingnya bikin perut mual dan pengen muntah.
Selesai makan, kami tak langsung kembali ke lahan parkir. Emak ingin berputar-putar sejenak kenalan sedikit dengan Bahnhofsviertel. Waktu salat zuhur masih lebih dari sejam lagi. Kami hanya lewat di depan Masjid Merkez Frankfurt. Warung kebab dan makanan Turki halal bertebaran. Ada pula toko roti halal. Setelah makan siang, kami sudah tidak minat lagi mampir-mampir ke penjual makanan. Selain Turki, Emak perhatikan, ada beberapa toko India atau Pakistan juga. Kesimpulannya, ini daerah ramai orang asing.
Dalam perjalanan pulang ke tempat parkir, eh, Bapak nunjuk-nunjuk sebuah toko Asia. Yaa masuklah Emak. Lumayan bisa sekalian belanja bahan makanan. Alhamdulillah.
Saking sulitnya cari tempat parkir sampai harus cek GPS untuk mencari parkhause ya mbak. Bagus juga solusinya, tapi aku belum coba. Barangkali bisa aku tes nanti kalau sedang kena kejadian serupa saat sedang berada di kawasan Sudirman Jkt. Soalnya sering juga ngalami susah cari tempat parkir. Meskipun kadang di basement masih tersedia ratusan parkir, aku milih nggak ke basement. Takut :)) Nggak tahu kenapa sampai sekarang aku parno banget sama basement. Pokoknya yang namanya ruang bawah tanah pasti bikin aku gemetar π Mending parkir jauh, tapi di luar π
Alhamdullilah seneng bisa find n read artikelnya mbak Irawati berinfokan Jerman (meski saya gk bisa abroad, temen2 yg stay disana). Betewei folbek akun twitter saya ya mbk @cputriarty, udah lama nunggu blm direspon. Tengkyu π
@Mbak Rien: problem kota besar, Mbak Rien. Susah nyari parkir. Biasanya kalau parkir di pinggir jalan di pusat kota cuma bisa maksimal 2 jam. Waaa… parkhaus di sini rata2 di bawah tanah, Mbak. Jarang yang ada di atas.
@Mbak Cputriarty: makasih telah mampir ya, Mbak…
klo udah jauh sekalian malah kesannya akrab gitu ya, dan seneng liat ada toko2 dari negara yang budayanya deket, pakistan india, indonesia malaysia, yang disini2 malah dikit2 berantem, besok klo sama2 ngerantau ke jerman malah berasa ketemu sodara beneran ya π
GPS emang membantu sekali jika kita kebingungan mencari lokasi yang kita tuju.
Mahal banget ya parkirnya, jadi mikir-mikir kalo mau punya kendaraan di luar negeri:D
Kalau pakai GPS iling iling pas karo shah Jahan Nggolek taman five sense iku mbak. Aku belum pernah ngurub Pasport nang KBRI, perpanjangan selalau nang Indonesia.
Ya ampun mahal bangey ya tarif parkirnya (hitungan orang indo sih :D)
GPS di luar negeri keren ya bisa nemu tempat parkir. Kalau di indo kayaknya hanya di kota metropolitan yg bisa seperti itu.
Kalau denger Frankfrut aku ingatnya Frankfrut Book Fair π
@Mas Priyo: benar, kalau sesama orang asing rasanya kok senasib sepenanggungan. Aku lebih cepat akrab dg orang asing di sini. π
@Mas Ihwan: Yoiii… GPS sangat penting saat ini. Ya, punya kendaraan, emang ada plus minusnya. Enaknya lebih fleksibel ajah, seh. Mau kemana-mana gak tergantung jadwal kendaraan umum. Gak enaknya ya itu tadi, biaya perawatan termasuk gede.
@Zulfa: wah… brarti pas enthek pas mudik, yo Zulfa.
Wah, mahal juga ya mbak 15 ribu per 20 menit. Dan 20 menit itu cuma sebentaaaar, xixixii
Kayaknya kita sama Ir, sebagai orang Aachen, n aku sebagai org Worcester yg keduanya kota kecil di pinggiran, rasanya klo masuk ibu kota/kota besar udah males duluan. Aku jg males ke London selain macet, parkiran susah, transportasi mahal :D.
Aku jg klo ke London hanya untuk urusan administrasi. Perpanjang passport dll. Nah, tp biasanya sih, sambil menyelam minum air. Sambil ngurusin satu urusan, sambil nyari bahan π
@Mbak Eky: bentar banget, Mbak. Sejam aja kalau dipake jalan2 gak berasa. hehe
@Mbak Rosi: London mah lebih asyik kali Mbak Rosi. banyak yg bisa dieksplor. Kayak Berlin. Sayangnya Berlin jauh banget kalau dari rumah kami.
Langsung ngitung tarif parkir…. 15ribu/20 menit.. Kalo tarif parkir begitu diberlakukan di sini, kira-kira orang-orang masih pada betah gak ya parkir berlama-lama di mall? π
Btw, GPS emang membantu banget ya mbak…
@Mbak Dee An: Yoi, Mbak Dee, bikin ngilu tarip parkirnya. Eh, ini mah ada yang lebih mahal lagi, Mbak. Kayak di pusat Amsterdam gitu tarifnya bisa dua kali lipatnya. Kadnag kami nyari parkir gratisan agak di pinggiran kota. Trus naik kendaraan umum ke kota.
GPS kalau di indo belum menjangkau jalan tikus mba.. tapi masih kebantu dengan GPS untuk perjalanan luar kota..
@Ima: kalau jalan tikus, GPS-nya nanya ke orang ya, Ma…:)