Sekarang waktunya kembali ke utara. Arah rumah. Kami pilih menyusuri Adriatik lewat Kroasia. Sekalian mampir ke dua kota yang tak sempat kami singgahi saat berkunjung ke Kroasia tahun lalu: Dubrovnik dan Split.
Kalau membaca atau mendengar Dubrovnik itu, Emak kok langsung nyambung di Rusia. Wilayah Dubrovnik ini berada di sebelah selatan Kroasia. Tapi wilayah ini terpisah dengan sebagian besar Kroasia. Sebab di antara keduanya ada bagian Bosnia. Untuk lebih jelaskan, silakan diteliti di peta Kroasia.
Nenek moyang orang Dubrovnik tinggal di sebuah pulau kecil dekat pulau utama yang dihuni oleh Bangsa Slavia. Di abad pertengahan, selat antara daratan dan pulau kecil diurug, dijadikan pemukiman penduduk yang makin bertambah jumlahnya. Di masa Turki Usmani, Dubrovnik tetap netral, namun mengirimkan upeti setiap tahun. Dubrovnik atau Republik Ragusa dicaplok oleh Napoleon Bonaparte di akhir abad 18. Lalu menjadi bagian dari Yugoslavia.
Benteng tebal Dubrovnik terlihat sejak beberapa km mendekati kota tersebut. Ketika mobil berada di ketinggian, ia tampak cantik sebagai obyek foto. Sayangnya kami tak sempat mampir sejenak untuk memotret. Sekarang menyesal, hiks… Ternyata susah mencari tempat parkir dekat dengan kota tua. Kami berputar-putar, parkir agak jauh. Sehingga harus berjalan kaki, turun.
Dari ketinggian terlihat bagaimana gigantisnya tembok kota Dubrovnik ini. Entah hingga berapa meter tebalnya. Kota tersebut terletak di daerah bergelombang. Sebagian tinggi, sebagian lagi hampir sejajar dengan permukaan laut.
Dalam keadaan lemas kami memasuki Dubrovnik. Lha sarapan kopi dan jeruk sekadarnya. Ditambah remah-remah roti sisa. Di Kotor tadi gak nemu rumah makan khusus seafood. Kami berburu sepanjang jalan tepi laut mulai Teluk Kotor, Herceg Novi, gak ya nggak ngeliat ada resto tersebut.
Masuk Kroasia setali tiga uang. Ada papan reklame resto seafood, eh alamatnya di Dubrovnik. Ya sudah, laparnya harus ditahan sampai kemari. Emak memotret sambil gemetaran. Pas sampai restoran yang digembar-gemborkan di sepanjang jalan tadi, ternyata tutup karena renovasi. Modyarrrrr…. Dengan sisa tenaga yang ada, kami berjalan lunglai melihat-liat tempat makan.
Di sepanjang jalan utama Dubrovnik berdiri banyak kafe sebenernya. Tapi kami pengen makan besar. Di ujung jalan, baru nemu sebuah restoran. Menyediakan beberapa menu ikan. Untunglah. Walau menu ikannya terbatas, kami makan. Bapak tidak kenyang juga, sebab porsinya kecil. Huaaaaaa, setelah Bosnia dan Montenegro yang harga makanannya murah, makan di Dubrovnik rasanya bagai dirampok.
Keluar rumah makan, hari sudah gelap. Beginilah tidak enaknya jalan-jalan di musim dingin. Malam cepat sekali menghampiri. Jam 4 sore sudah mulai gelap. Namun Dubrovnik ini rupanya ramai turis di segala musim. Kami meneruskan berjalan dan memotret dalam kegelapan.
Di tepi pantai, pada heboh menyanyi beberapa lagu nasional. Hihihihi… pada nggak ingat syair dan judulnya. Misalnya saja ada yang mau menyanyi lagu Bandung Lautan Api. Eh keluarnya Lagu Halo-Halo Bandung. Trus baru nanya, eh ada gak sih lagu berjudul Bandung Lautan Api, itu? Hahahaha… Yang gini-gini nih yang membuat suatu perjalanan tak terlupakan. 🙂