Enam Hari di Camping Magali

magaliDari Zurich, kami berniat langsung menuju Eze. Ada sebuah perkemahan kecil di sana. Eze adalah kota tua, tak jauh dari Nice dan Monaco. Spot bagus untuk berdiam selama di Cote D’Azur. Alamat sudah kami catat dari sebuah buku panduan. Tak ada nomor. Kami pikir bakal mudah mencarinya di sebuah desa.

Kenyataannya tidak. Tak ada tanda-tanda disana. Tak ada orang berkeliaran. Sepi. Agak lama mencari, kami putuskan mencari tempat berkemah lainnya.

Di Nice sendiri tak ada tempat semacam itu. Pencarian dialihkan ke daerah sekitarnya. Ada satu di St. Laurent du Var. Tempat kemah tak terlalu besar juga. Pertama susah juga mencari alamatnya di GPS. Kami nekat ke daerah sana. Setelah coba-coba ketemu juga tempat kemah satu ini.

Penerima tamunya ibu-ibu setengah tua berwajah jutek. Bahasa jerman tak bisa. Inggris dikit-dikit, katanya saat kami mengajak mengobrol. Beliau menanyakan berapa malam kami hendak menginap, meminta paspor salah satu dari kami, mencatat data dan memberikan peta tempat kemah. Pukul sepuluh tutup, ya. Mobil harus parkir d luar jika sedang tutup.

Kami langsung menuju tempat yang ditunjukkan di peta. Di awal musim semi di bulan April, belum banyak orang memilih menginap di tenda. Enak juga buat kami. Leluasa.

Magali adalah tempat kemah bintang 4. Dilengkapi berbagai sarana olah raga seperti tenis meja, badminton, voli dan kolam renang. Sayangnya tak buka jika suhu udara kurang dari 25°C. Baru pertama, kami kewalahan memasang tenda. Apalagi ini tenda lumayan besar. Berukuran sekitar 4,5 x 2,5 meter persegi. Emak kurang fit. Kecapekan dan lama terkena pendingin ruangan dalam mobil.

Tetangga kemah kami adalah rombongan klub canyoning dari Belgia. Mereka terdiri dari 30 orang lebih. Membawa beberapa karavan dan punya petugas memasak sendiri. Malam hari mereka habiskan waktu dengan minum-minum dan mengobrol. Padahal pagi-pagi sekali mereka sudah berangkat lagi. Luar biasa.

Enaknya, lokasi tenda kami dekat dnegan kamar mandi, toilet dan tempat cuci piring. Internet tersedia gratis di gedung resepsionis. Tarif per malam sekeluarga sekitar 25 euro. Jauh lebih murah dan mengasyikkan dibanding menginap di penginapan masif. Makanan sebagian besar kami masak sendiri. Anak-anak pun kerasan selama di sana. Hidup dengan kondisi terbatas bisa juga, ya. Hanya soal kebiasaan saja.

Sempat kami alami hampir tiga hari hujan deras. Untungnya tenda kami cukup tebal sehingga tak bocor. Di malam hari, karena ada kabin khusus untuk tidur, embun juga tak menetes ke dalamnya. Kami membawa kasur angin, dan membeli selimut tebal baru. Nyaman.

4 Comments

Leave a Reply

%d bloggers like this: