Impian untuk bisa menginap di tepian Laut Mati kami kubur sementara. Adanya cuma resor-resor mihil. Pas ceki-ceki harga penginapan, paling murah semalam buat empat orang sekitar 250 euro. Wiks…. #sayangduitnya
Keluarga Pelancong memutuskan day trip aja ke Dead Sea. Dari Amman. Sebuah alternatif jauh lebih murah. Sebab penginapan kami di Amman harga per malamnya tak sampai 40 euro. Alternatif lainnya adalah day trip dari Madaba, lebih dekat ke Laut Mati. Dari Amman mau pun dari Madaba, terdapat bus umum menuju sebagian area Laut Mati.
Beberapa orang di Yordania mengucapkan Dead Sea secara unik. Ketika sedang duduk-duduk di lobby penginapan kami di Amman, anak gadis pemilik penginapan sangat chatty. Malam itu, dia bertanya pada Emak.
“Eh kamu sudah ke Ditsi?”
Emak gak mudeng, bilang belum. Mengira itu nama satu destinasi yang belum pernah Emak dengar sebelumnya.
“Belum. Di mana itu?”
“Oh kamu gak tahu Ditsi? Itu loh. air yang bila kalian berenang, gak bakalan tenggelam.”
“Dead Sea toh maksud kamu, Mbak!”
Pas ngobrol-ngobrol bersama mahasiswa Indonesia di Amman, mereka juga menyebutnya Ditsi. Oalah… mungkin memang mereka nyebutnya gitu.
***
Sebagian tepian Laut Mati sudah dikapling sama resor dan hotel ternama. Sebenernya ndak mesti nginep sih. Bisa juga day trip, dan mbayar harga makai pantainya ajah. Bayar harian. Ada beberapa tempat seperti itu. Di resor-resor tersebut tarif masuk tanpa nginepnya sekitar 25 – 30 JD per orang. Kalau dirupiahkan kurs sekarang sekitar Rp. 470.000,- – Rp. 560.000,-. Dapat fasilitas masuk ke pantai Laut Mati, handuk bersih, mandi dan bilas air tawar, serta boleh mandi di kolam renangnya. Buat berempat, udah sekitar dua jutaan ajah, yah. #sayangduitnya
Menurut info teman yang paling murah dan relatif nyaman adalah Amman Beach. Tiketnya masuknya 10 JD (sekitar Rp. 190.000,-) per orang. Which is masih tetap terasa mahal buat kami, tetep #sayangduitnya. Maka Emak pun nyari alternatif lain lagi.
Cara Termurah Menikmati Laut Mati
Browsing-browsing di dunia maya, ketemulah sebuah informasi berharga. Emak lupa, entah di blog orang atau di situs lainnya. Yang jelas, ada petunjuk, bagaimana cara orang lokal menikmati Ditsi.
Menurut informasi tersebut: ada beberapa tempat yang dikelola oleh privat. Cukup bayar parkir aja, 2 JD, dan ada tempat mandi air tawar. Atau bisa juga gratisan. Ada sumber mata air mengalir ke arah Laut Mati. Parkir mobilnya di pinggir jalan. Menyewa mobil sendiri, serta punya waktu fleksibel, kami pikir, tak ada salahnya nyoba cara ini. Kalau nggak memungkinkan, kami tetep bisa ke Amman Beach.
Memasuki Dead Sea Highway dari arah Madaba, dari kejauhan kami sudah bisa melihat beberapa resor dimaksud. Luas dan hijau di antara birunya laut Mati dan warna kecoklatan tanah dan batuan di sekitarnya. Dan melihat tepian laut ini, kami jadi mengerti mengapa banyak orang pilih ke pantai resmi saja.
Dead Sea Highway di Yordania panjangnya puluhan km. Tempat yang sering dikunjungi orang, di bagian utaranya saja. Di selatan, terdapat beberapa lokasi pengeringan garam. Kami menyusurinya dari ujung ke ujung. Waktu balik dari Amman ke Aqaba, kami pilih jalur ini. Biar dapat pengalaman baru.
Baca juga: Aqaba, Kota Tepi Laut Yordania
Tepian Laut Mati berupa tebing-tebing terjal berbatu-batu. Di resor, tebing ini dipangkas, sehingga menjadi pantai landai. Plus fasilitas lain, seperti kafe, dan kolam renang. Ya gak salah juga sih kalau tarif masuknya mihil. Ada harga buat kenyamanan.
Keluarga pelancong berkendara sepanjang beberapa belas kilometer ke arah utara. Beberapa resor mewah serta Amman Beach kami lewati. Jarak dari satu resor ke resor lainnya lumayan jauh. Kami berjalan pelan sambil mencari lokasi gratisan yang dimaksud. Memang ada beberapa wadi atau mata air kami temukan. Biasanya ditandai oleh banyaknya pohon dan rerumputan di sekitarnya.
Spot lokal gratisan pun kami temukan. Deretan mobil terparkir di kanan kiri jalan. Ada wadi lumayan deras. Mengalir ke arah Laut Mati, mirip sebuah air terjun mini. Turun ke pantainya kudu trekking dikit, it’s alright.
Tapi kok rame, yah. Trus, buat Emak dan Embak yang berhijab, gimana nanti ganti bajunya abis mandi bilas. Dan yang mandi di sana semuanya Bapak-Bapak dan anak-anak. Ndak keliatan perempuannya. Terus piye? Emak kan pengen merasakan sensasi ngapung di Laut Mati juga.
Kita lanjut aja ke arah selatan. Nemu wadi satu lagi agak gede. Tempatnya pun agak sepi. Tapi kok di wadinya meski airnya bening banyak sampah plastik. Emak agak nggak kolu.
Tak lama, kami berhenti melihat dua bapak sedang berpiknik di bawah pohon. Dari situ ada agak rindang. Sepertinya ada wadi. Bapak trekking ke bawah, memeriksa keadaan.
“Asik nih!” katanya.
Ada air terjun lumayan bersih di bawah. Dan tak ada siapa-siapa selain kami. Joss, mari kita kemon.
Mengapung di Laut Mati
Membawa segala perlengkapan, seperti handuk, baju ganti, air minum, makanan ringan, baju renang dah dipakai dari hotel, kami pun trekking menuruni tebing. Tak ada jalan setapak, kami harus menemukan jalan kami sendiri. Di antara batu-batu kecil hingga seukuran anak kerbau. Mendekati bibir pantai, batuannya tajam. Sebagian tertutup kristal garam.
Alhamdulillah cuaca awal April kala itu cerah dan hangat. Anginnya aja sesekali berhembus agak dingin. Pertama nyelup kaki ke air, airnya terasa aneh. Pliket-pliket gimana gitu, boso jowonya. Pas nyebur, emang terasa beda airnya. Dibanding air laut biasa. Kadar garamnya yang mencapai 30 persen penyebabnya. Gak ada mahluk hidup di dalam danau.
Adik masuk air langsung jerit-jerit. Kulitnya emang sedang terkena biang keringat. “Perihhh!” teriaknya.
“Tahan bentar aja, Dik! Biar cepet sembuh!” pinta kami. Tapi dianya gak tahan. sakit banget katanya. Ya wes lah. Adik berjemur aja sambil duduk-duduk di atas batu-batu pinggir laut. Melempar-lempar batu kecil ke air.
Salah satu unsur ketidaknyamanan di tempat ini, adalah banyaknya batuan. Batunya dilapisi oleh kristal-kristal garam tajam. Kristal tersebut membungkus batuan tersebut. Kami harus ekstra hati-hati jalan di atasnya. Bisa-bisa tergores, lecet, nambah perih, deh.
Di sebuah situs sudah diingatkan, kalau mau nyemplung sebaiknya kita gak punya luka di kulit. Sakit banget kena air garam Laut Mati. Wong kulit gak luka aja, terasa airnya sangat tajam kena kulit. Menyesal juga kami gak bawa sepatu khusus air. Mau jalan agak ke tengah buat nyari lumpur hitam Laut Mati yang legendaris itu, udah gak ada minat. Ya udah kita ngapung-ngapung ajah deh. Udah pernah ngerasain sensasinya, ya udah. Sekitar sejam kami habiskan waktu di sana.
Abis itu, trekking tanpa sepatu ke arah mata air. Bekas mandi air garam Laut Mati ngebilasnya kudu lama. Sampai hotel sorenya kami langsung mandi lagi. Dan baju renang yang kami pakai, tidak cukup diucek pakai tangan. Garamnya setia menempel. Abis mandi di sana, badan rasanya seger banget. Kayak ada energi positif mengalir. wallahualam.
Destinasi Wisata Lain Sekitar Laut Mati Yordania
Di sepanjang Dead Sea Highway ini, kami lihat beberapa petunjuk mengenai keberadaan beberapa destinasi wisata. Antara lain Wadi Mujib, Gua Nabi Luth, Ma’an Spring, serta situs baptis.
Baca juga: Mengintip Peta Kuno Tanah Suci Palestina di Madaba
Pulangnya kami lewat rute berbeda. Di rute ini kami temukan banyak sekali toko cinderamata. Kami mampir di sebuah toko besar dan terlihat ramai. Isinya macam-macam. Craft, dari kayu dan keramik, sabun, gantungan kunci, magnet kulkas, sampai garam dan lumpur laut mati. Harganya bikin mendelik. Mending beli di pasar di Amman. hehe. Kami beli yang paling murah aje.
Di jalanan antara Laut Mati dan Amman ini, ada pasar. Di sana banyak penjual ayam bakar. Satu ayam utuh dibelah, dijepit panggangan, dibakar. Harganya 5 JD udah lengkap ama salad dan roti. Lumayan kalau mau piknik.
Sebagai orang yang gak jago berenang, aku penasaran bisa mengapung di laut mati hahaha. Eh aku lebih penasaran sama khasiatnya, katanya bagus untuk kulit dan bikin mulus. Aaahh
Laut mati itu yang kadar garamnya 10x lipat laut biasanya bukan sih mba?
@Omnduut: iyahhh, katanya khasiatnya bagus. Tapi kalau nyemplungnya sekali, kayaknya gak terlalu terasa.. 🙂 Btw garam Laut Mati banyak dijual di Jerman juga. Katanya buat campuran air mandi.
@Alvi: ho-oh laut dengan kadar garam tertinggi di dunia.