Fes el Jedid

kompleks-dar-el-makhzenPagi-pagi, hari kedua kami di kota Fes, tak sabar kami ingin menjelajah kota. Awalnya kami tak sadar, bahwa waktu Maroko lebih lambat sejam dibanding waktu Jerman. Jadi sekitar pukul 7 pagi kami sudah meninggalkan hotel. Penjaga hotelnya saja masih tidur di satu sudut. Mempersilakan kami meletakkan kunci di meja penerima tamu.

Pagi itu dingin dan masih sepi. Satu dua orang lalu lalang di jalanan. Toko-toko dan perkantoran masih tutup. Melintasi pinggiran Avenue Hassan II sampai Place de la Resistance, kebingungan kami mencari jalan menuju Fes el Jedid untuk kemudian terus ke Fes el Bali. Place de la Resistance adalah simpang enam dan terlihat ramai oleh kendaraan bermotor. Nama jalan Boulevard Moulay Youssef tak kami temukan. Berdiri cukup lama di satu sudut, kami putuskan mengambil satu jalan besar. Alhamdulillah perkiraan ini benar adanya.

Kami senang bisa memulai perjalanan kaki di pagi hari. Ada beberapa hal yang mungkin tak kan kami alami jika berangkat lebih siang. Di jalan besar dekat dengan kompleks istana Dar el Makhzen, beberapa penyapu jalan sedang bekerja. Menggunakan sapu ijuk manual. Satu orang lagi membawa gerobak dengan 2 ember besar untukwadah sampahnya. Dengan leluasa mereka bekerja sebab jalanan relatif sepi. Satu dua penjual makanan lewat. Mereka meletakkan makanan di atas gerobak dorong. Tanpa penutup sama sekali. Membiarkan makanan berinteraksi dengan debu dan asap kendaraan bermotor. Beberapa orang duduk-duduk di undak-undakan dekat trotoar.

Pintu-pintu Dar el Makhzen sedang dibersihkan. Kompleksnya terlihat sangat luas. Keluarga raja Maroko sekarang masih tinggal di sana. Jadi orang cuma bisa memotret dari luar saja. Di persimpangan arah Rue Mellah ada penjaga di dalam gardu. Ketika memotret sudut istana, seorang penjaga melarang Bapak dengan bahasa isyarat. Rupanya si penjaga khawatir Bapak memotret dirinya. Demikian pula saat rombongan turis Jepang dari satu bus mulai memotret. Penjaga tersebut langsung panik. Di banyak negara, memoret petugas keamanan, polisi, tentara, dll memang tak diperbolehkan.

Rue Mellah masih sepi di pagi hari itu. Hanya satu dua toko buka. Satu dua ibu tua mengemis. Yang masih muda mulai menggelar dagangan asongan mereka. Padahal jalanan ini ramai betul kali kedua kami lewat. Banyak pedagang emas. Membuat Emak ngiler saja. Daerah Mellah dulunya adalah kampung Yahudi. Sekarang jadi kampung kumuh.

Fes el Jedid atau Fes baru sebenarnya sudah tua usianya. Mulai dibangun oleh dinasti Merinid ketika mulai mengambil kekuasaan atas Maroko tahun 1276. Di sekitar istana terdapat beberapa mesjid dan madrasah. Pagi-pagi, ketika melihat orang mengantri membeli roti untuk sarapan, Emak tergiur juga. Kami beli beberapa macam roti. Satu tas kresek kecil tapi berat isinya hanya 10 dirham saja. Atau kira-kira 11 ribu rupiah. Kami makan dekat sebuah halte bus. Banyak kucing dan anjing liar di sekitar sana. Tanpa pemandu, kami sempat kesasar ke Fes el bali. Bingung, kami lewat jalan kecil, nyaris masuk kompleks Fes el Jedid. terlihat ruwet, kami lewat jalan besar saja. Untungnya segera ketemu Jardin de Boujeloud, taman kota yang banyak anjing liarnya.

Kali kedua lewat sana, kami ditemani Erix. Ternyata jalan yang benar adalah lewat Grande Rue de Fes el Jedid. Awalnya kami kira jalan ini jalan masuk pasar saja. Memang lewat pasar mode : sepatu, tas, kerudung, baju-baju Maroko cantik, dll. nantinya tembu ke bagian depan Jardin de Boujeloud. Ah, syukur juga kami kesasar di kunjungan pertama. Jadi lebih tahu dan banyak hal kami saksikan.

2 Comments

Leave a Reply

%d bloggers like this: