Uouooooo, judulnya bombastis banget, yaks. Hehehehe…
Sudah lama Emak ingin membuat artikel khusus tentang sistem pengkaderan sepak bola di Jerman. Tapi ya ala-ala Emak saja. Alias berdasarkan pengalaman pribadi Emak. Eh, pengalaman Adik yang ikut klub sepak bola sejak dini di sebuah kampung di Jerman, ding.
Kalau membaca kisah hidup para pesepak bola terkenal di Jerman, Emak temukan kenyataan bahwa sebagian besar dari mereka, bermain dan berlatih sepak bola sejak dini. Mulai kira-kira umur 4 tahunan. Sebagian memang kenal sepak bola sejak kecil. Ada yang bapaknya pemain bola, pelatih, dsb. Jadi proses menjadi yang terbaik tidaklah sebentar.
Orang tua teman-teman si Adik juga pernah menjadi pemain profesional. Meski levelnya di klub-klub kecil. Bukan klub-klub Bundesliga. Meski demikian, menurut cerita-cerita mereka, bergabung di klub-klub kurang terkenal pun, ada penghasilan lumayan bagi mereka.
Jerman sendiri, adalah sebuah negeri pecinta sepak bola. Salah satu raksasa sepak bola dunia. Prestasinya di kancah sepak bola dunia tak diragukan lagi. Empat kali juara Piala Dunia FIFA, empat kali runner up. Satu-satunya negara yang delapan kali berhasil masuk final. Plus empat kali meraih peringkat ke empat. Di Piala Eropa, Jerman, pernah kampiun 3 kali, runner up 3 kali.
Deutsche Füssballbund atau DFB merupakan asosiasi payung dari 27 asosiasi sepak bola di Jerman. Membawahi lebih dari 25 ribu klub sepak bola di seluruh negeri. Anggota semua klub sepak bola tersebut sebanyak hampir 7 juta orang. Menjadikan DFB sebagai asosiasi olah raga terbesar di Jerman.
Kegemaran warga Jerman akan sepak bola sudah terlihat dari level Taman Kanak-Kanak. Mungkin karena pengaruh orang tua dan pergaulan, anak-anak kecil, utamanya yang laki-laki, tersebut sudah memiliki klub-klub favorit masing-masing di Bundesliga. Kesebelasan nasional favorit mereka? Tentu saja Deutsche Fussball Manschaft. Jersey bola dari aneka klub atau kesebelasan nasional jadi pakaian favorit anak-anak.
Itu pula yang membuat si Adik tertarik bergabung dengan klub sepak bola sejak TK. Usianya waktu itu 4 tahun. Beberapa temannya sudah bergabung di klub kecil di desa kami, TSV Stockheim. Bayarnya murah banget. Sekarang kami bayar klub 25 euro per tahun. Tidak sampai Rp. 400.000,-. Itu sudah setiap tahun dapat jaket dan celana bola gratisan, dan berbagai acara gratisan lainnya. Termasuk asuransi jika selama berlatih dan bertanding anak-anak mengalami kecelakaan.
Mengapa tidak langsung bergabung dengan klub terkenal saja? Sekitar sejam dari rumah ada setidaknya dua klub terkenal Bundesliga: FC Köln dan Bayer Leverkusen.
Alasan pertama, karena yah lumayan juga kalau kudu bolak-balik mengantar ke luar kota buat latihan bola. Kedua, kami tidak tahu apa si Adik benar-benar serius mau jadi pemain bola apa tidak. Jadi sementara gabung klub kecil lebih dahulu. Bagaimana gambaran pembinaan anak-anak di sebuah klub sepak bola kecil di Jerman?
Pengkaderan bibit-bibit pemain sepak bola unggul di Jerman dimulai sejak usia dini. Mereka dibagi berdasarkan usia. Kader latihan termuda tergabung dalam grup Bambini. Usia peserta kurang dari tujuh tahun. Rata-rata, anak lelaki mulai bergabung dalam grup Bambini sejak usia 3 – 4 tahun. Anak perempuan juga boleh bergabung. Saat bertanding, anak lelaki bergabung dengan perempuan. Jenis latihannya pun sama.
Latihan
Di TSV Stockheim, grup Bambini berlatih seminggu sekali. Klub lain berlatih seminggu dua kali. Di musim panas, latihan berlangsung di lapangan rumput milik klub. Meski klub tingkat kampung, mereka memiliki lapangan latihan sendiri di ujung desa. Rumputnya benar-benar dipelihara dan diganti setiap tahun. Ketika musim dingin, anak-anak berlatih di dalam aula olah raga. Tak seluas lapangan rumput. Akan tetapi sangat memadai bagi anak-anak kecil ini.
Menurut Andreas, salah satu dari dua pelatih Bambini TSV Stockheim, di grup Bambini, anak-anak dikenalkan pada permainan bola. Latihannya bukan seperti latihan sungguhan. Namun diselingi permainan. Tujuannya agar anak merasakan senang dan terbiasa bermain-main dengan bola. Tidak mungkin kita mengharapkan anak usia balita dan awal sekolah dasar untuk berkonsentrasi penuh, latihan tubuh berat, serta mengerti betul jalannya pertandingan. Secara bertahap mereka diajari untuk mengerti konsep bermain dan bertanding dalam olah raga sepak bola. Sekali berlatih, lamanya satu jam. Istirahat sebentar di tengah latihan. Lima belas menit sebelum latihan berakhir, selalu ada pertandingan antar peserta klub. Biasanya sebelum pertandingan, pelatih menjajal strategi permainan.
Di saat latihan, anak-anak kadang disuruh lari bolak-balik dari titik A ke B sambil membawa bola. Dengan bantuan tongkat dan alat bantu, mereka dilatih menggiring bola secara zig-zag, menendang bola ke teman di depan atau sampingnya. Atau menyundul bola dengan kepala. Bola untuk anak-anak tentu berbeda dengan bola untuk orang dewasa. Setiap anak mendapat jatah satu bola. Secara bertahap anak-anak berlatih menggiring bola, melakukan pass, menahan bola dari lawan, menyundul, dan sebagainya. Kelihatannya mereka senang-senang saja. Latihannya pun tidak terlalu serius. Kalau mereka lebih serius main dorong-dorongan antar teman, Pak Pelatih tidak marah.
Karena sering mengantar Adik latihan bola ini, Emak mulai sedikit-sedikit mengerti tentang pola latihan dan pengkaderan sepak bola usia dini ini. Setelah berlatih diselingi bertanding beberapa kali, memang sangat terlihat perkembangan kemampuan anak dalam menyerap permainan bola. Buat penjaga gawang, ada sesi latihan khusus tersendiri.
Pertandingan
Menonton pertandingan sepak bola anak-anak kecil ini sungguh lucu sekaligus menggemaskan. hehehe. Bagaimana tidak, kebanyakan klub bertanding bukan untuk menang? Hah, mana ada bertanding bukan untuk menang? Ada donggg!
Ada dua macam pertandingan sepak bola di level Bambini: pertandingan persahabatan serta pertanding yang memperebutkan piala atau ranking. Sebagian besar pertandingan anak-anak ini gak pakai wasit. Kalau pun ada wasit, anak-anak jarang memperhatikan aturan dan terus nendang bola walau wasitnya udah nyemprit berkali-kali. Katanya sih, ada aturan DFB tentang tak perlunya wasit dalam pertandingan Bambini. Pertandingannya bisa dilakukan di dalam aula olah raga. Atau di lapangan rumput. Walau ukuran lapangan tandingnya dibuat kecil.
Kembali ke bertanding bukan untuk menang. Emak menyimpulkan hal ini berdasarkan pengamatan. Bahwa sebagian pelatih bola Bambini memilih untuk memainkan semua anak ketika berlatih. Padahal banyak peserta klub masih kecil banget. Kayaknya mereka diikutkan main biar nambah pengalaman tanding. Setiap kali pertandingan, setiap anak dapat piagam penghargaan. Gini ajah banyak anak dan ortu seneng, lho. Ada temen Emak yang melaminating dan memajang piagam-piagam penghargaan seperti ini.
Anak tiga tahunan yang sama sekali belum mengerti tentang aturan pertandingan sepak bola. Nendang bola ajah masih asal. Bukan ke arah lawan, malah nendang ke arah kandang sendiri. Tak jarang pula rebutan bola ama teman-teman se klubnya sendiri kala pertandingan. Pelatihnya selow ajah. Yang emosi malah para pengamat di luar lapangan. Alias para orang tua. Tereak-tereak lebih kenceng dibanding Pak Pelatih. Termasuk Emak dan Bapak juga. Wkwkwkwkwk. *ngaku*
Awal masuk Bambini dulu, Adik ikut 3-4 pertandingan baik persahabatan maupun tidak, setiap semesternya. Namun peraturan DFB terbaru kemudian mengharuskan setiap klub buat menambah intensitas pertandingan. Semester lalu, anak-anak bertanding sekitar 8 kali. Terus para klub manut ama DFB gitu? Ya dong. Mereka kan dapat duit juga dari DFB. Kalau gak manut, bakal ada konsekuensinya.
Tiga tahun gabung grup Bambini, kini Adik sudah memasuki jenjang berikutnya, F-Jugend. Latihan tetap seminggu sekali. Akan tetapi, jadwal pertandingan semakin banyak. Semoga nanti Emak bisa terus menuliskan proses pengkaderan sepak bola di negeri ini hingga jenjang teratas. Kalau Alllah berkehendak Adik melaluinya. In shaa Allah. 🙂
oooo pantes jadinya Der Panser begitu gedenya…lha dari kecil udah intensif gini latihannya *asumsi asal2an xixixii..
Aku penggemar Juergen Klinsmann, Oliver Kahn sama Michael Ballack mba.Klo yg mudaan dikit itu si Bastian Schweinsteiger, eh mbuh iki nulise bener opo ora, uaaanggelll jenenge
@Mbak Uniek: nulise jenenge pemain wes bener kok, Mbak. Berarti pancen fans sejati. hihihihi.
mbaaa iraaa… bangga niii bakal jadi ibu mertuanya pemain sepak bola *eh* Sukses terusss yaaaa anak lanang…
@Ima: mohon doanya, ya Ima. Semoga Adek istikomah nih latihannya…
Disitu kita tahu kenapa Jerman menelorkan pemain sepak bola handal dan tahan banting. Biaya nggak mahal, Tak sebanding dengan kelebihan yang didapatkan. Semoga Adik Istiqomah, Aamiin.
Kalau pakai baju jersey ala pesepak bola biasanya nambah semangat, biar jadi sehebat idolanya..
@Zulfa: Betul mereka investasi biar dapat bibit unggul. Yup… kalau pakai jersey bola idolanya, mereka tambah semangat main bolanya. aamiin dungane..
mbak, kalo lagi teriak teriak gitu, biasanya pake bahasa jerman atau bahasa Indonesia?
@Mbak Rien: Campur gak keruan, Mbak… hehehe
Proses menjadi yg terbaik tdklah sebentar. Setuju! 🙂
@Zahra: yap, perlu perjuangan panjang, yah…
[…] tinggal grup Bambini. Selamat datang […]
Digarap dengan serius ya mbak, gak heran Jerman terkenal kuat tim sepak bolanya. Salut dah!
@Cek Yan: betul banget. Serius mulai level terendah.
[…] gini, tujuannya bukan latihan fisik berlebihan dan menang-menangan. Namun lebih ke pengenalan teknik sepak bola dan biar anak-anak suka dulu. Di TSV Stockheim, Bambini latihan seminggu sekali. Ada juga klub […]