Jalan-jalan di musim semi tahun 2007, keluarga pelancong lakukan beramai-ramai bersama empat teman lainnya. Farid, Mas JJ, Sese, dan Wilda. Berawal dari penawaran tiket murah Hamburg – Kopenhagen dari Deutsche Bahn, perusahaan perkeretaapian Jerman. Empat puluh lima euro per orang, bolak-balik. Kami beli sebulan sebelum keberangkatan. Plus sewa penginapan semalam 28 euro lebih sedikit per orang. Termurah yang kami temukan.
Rombongan kecil kami bergerak ke arah utara, pagi hari tanggal 30 Maret. Jumat. Wilda ternyata mengira kami kembali hari Minggu. Dia telah bersiap-siap dengan bekal dalam keranjang piknik miliknya. Sushi, agar-agar, dua botol besar air mineral, makanan kecil, katanya menyebut isi keranjang.
Kami menukar uang di Reisebank Hamburg, khawatir di Kopenhagen susah cari tepat penukaran. Hal yang sedikit kami sesali, karena di Kopenhagen nilai tukar lebih bagus.
Tepat menjelang pukul setengah sepuluh pagi, kereta milik DSB (perumka Denmark) masuk lintasan. Hanya tiga gerbong. Abu-abu dan bersih. Moncongnya beda dengan kereta api Jerman. Pesek, kata Wilda. Kami sempat kebingungan mencari nomor tempat duduk beberapa waktu.
Isi kereta adalah kejutan. Bersih, lebih lapang dibanding ICE. Dua bangku saling berhadapan dengan sebuah meja di tengah-tengah. Tiap dua bangku tersedia satu colokan. Bisa digunakan menyalakan laptop atau mengisi baterai telefon genggam. Jauh lebih baik dari harapan kami.
Tak lama setelah kereta berjalan, beberapa dari kami sudah mulai heboh berfoto ria. Foto, makan bekal, foto lagi. Sampai-sampai saya mendengar beberapa remaja tak jauh dari tempat duduk kami rasan-rasan.
Pemandangan selama perjalanan menarik pula untuk dinikmati. Daerah pertanian dan peternakan mendominasi pemandangan rute Hamburg – Luebeck. Dari Luebeck menuju Puttgarden, kami banyak melalui daerah berawa dan tepi pantai. Pernah pula rel kereta berada tepat di sisi garis pantai. Fantastik.
Kereta menyeberang ke Denmark lewat pelabuhan Puttgarden, pantai timur Jerman, ke Roedbyhavn di Denmark. Sebelumnya, setiap kali melihat peta, saya selalu mengira, bahwa satu-satunya rute kereta kesana adalah Hamburg – Kiel – Flensburg, dan menyeberang dari Kolding.
Kejutan berikutnya bagi teman-teman adalah kenyataan bahwa kereta tumpangan kami bakal diangkut oleh sebuah kapal feri. Sebelumnya saya telah mendapat info dari Imazahra. Jadi tak terlalu terkejut. Tak urung saya merasa kagum juga saat kapal bergerak ke dek terbawah feri.
Kami berhenti diantara truk-truk pengangkut barang. Petugas di dalam kereta memberi tahu bahwa penyeberangan berlangsung sekira 45 menit. Penumpang bebas. Mau melihat-lihat suasana feri atau tinggal di dalam kereta.
Suasana di dek jauh berbeda dnegan feri yang pernah saya tumpangi di tanah air. Seingat saya, tempat parkir dalam feri selalu bau asap dan bahan bakar. Mesin kendaraan dibiarkan hidup. Lantai biru dek di sini, sangat bersih. Bahkan terlihat mengkilap. Kami berfoto di dek dasar, di depan kereta api parkir, di tangga menuju dek atas, dan di setiap tempat yang kami anggap unik. Kemudian naik ke atas tempat penumpang lain membunuh waktu di tengah laut.
Dua dek di atas dek dasar merupakan tempat parkir mobil. Di atasnya dek penumpang. Isinya, waow, bukan seperti kapal feri. Sebuah kafe ramai penumpang terlihat segera setelah saya membuka pintu. Sebelahnya ada konter penjual koran dan penukaran mata uang. Sejajar dengan pintu masuk adalah toko penjual barang-barang bebas pajak. Rokok, makanan ringan, minuman beralkohol tampak dijual di sana. Di sisinya adalah toko parfum besar, berseberangan dengan toko penjual kaca mata dan aksesoris. Semuanya dijual tanpa pajak. Farid kesal, sebab parfumnya yang dibelinya kemarin berharga 10 euro lebih murah di sini.
Kami segera berpencar. Ada yang segera menuju dek lebih atas menikmati pemandangan laut. Sese dan Farid lebih suka keluar masuk toko melakukan perbandingan harga barang. Kami sekeluarga naik turun terus berkeliling melihat seluruh bagian isi dek penumpang. Beberapa remaja teman perjalanan kami terlihat membopong dua karton besar bir. Satu orang lainnya membeli satu slope rokok.
Total ada tiga kafe dan satu restauran di M/F Prins Richard, nama feri ini. Di salah satu kafe, kami temukan tempat bermain anak plus televisi. Bagian lain adalah tempat istirahat khusus sopir dan tempat bermain ding dong.
Sebagian penumpang memilih duduk-duduk di bangku empuk di dek atas dek penumpang. Hari itu, angin berhembus kencang, sehingga tak banyak penumpang berada di tempat terbuka di bagian atas feri. Terlalu dingin. Baru saat perjalanan pulang kami sempat berfoto di tempat terbuka di atas feri. Saat matahari bersinar cerah dan hangat.
Rute Roedbyhavn – Kopenhagen tak membosankan. Memasuki wilayah Denmark, kami disuguhi pemandangan berupa tanah pertanian luas berumah jarang. Kota-kota besar agak susah ditemukan. Rumah-rumahnya mungil. Beberapa kali kereta tumpangan kami melewati rel di atas jembatan di atas laut. Satu diantara cukup panjang. Sekitar 1-2 kilometer. Sayang sekali momen berkendara ini susah diabadikan, kata Bapak.
[…] di stasiun Københavns Hovedbanegård alias stasiun pusat Kopenhagen, pukul dua lebih lima menit. Turun dari kereta api, kami langsung berfoto di bawah papan bertulis […]