“Hiduplah di dunia sebagaimana seorang musafir” (Hadist Bukhari)
Dari kunjungan ke mesjid di kota tempat tinggal kami kemarin, keluarga pelancong membawa oleh-oleh sebuah booklet hadist. Ketika membuka-buka halamannya, mata Emak langsung menangkap hadist diatas. Uraian hadist ini sungguh mengesankan. Sehingga ingin sekali menerjemahkannya.
Semua hal di dunia ini mengalami siklus, perkembangan, serta perubahan. Hampir tak ada yang kekal. Musim selalu berganti. Kadang bunga-bunga bermekaran di pepohonan, lalu semuanya layu, mengering, gugur. Menyebabkan pepohonan tak lagi terlihat indah, hingga datang kembali musim semi.
Semua di alam ini mengalami perubahan tersebut. Juga manusia tak luput dari proses perubahan. Terlahir sebagai bayi yang tak bisa apa-apa, berkembang dari hari ke hari. Lalu ia kan menjadi dewasa dan mengalami masa “mekar bagai bunga”, mandiri, sehingga menjadi manusia yang membutuhkan pertolonganlagi di usia lanjut. Hidup ini jauh lebih pendek dari bayangan manusia. Jika manusia dewasa berpikir kembali, maka akan terasa singkatnya hidup ini. Sama seperti ketika kita berüikir di sore hari, apa saja yang kita kerjakan di pagi dan siang harinya, rasanya waktu bergerak dengan sangat cepat.
Dan sebagaimana musim semi datang setelah musim dingin, maka demikian pulalah kematian akan diikuti oleh kehidupan setelahnya. Bahwa masa kini adalah tempat dimana kita mempersiapkan diri untuk kehidupan setelahnya. Satu-satunya kesempatan yang kita punya, bahkan. Makanya, sangat penting untuk tidak terlalu menyibukkan diri dengan urusan duniawi, sebab Allah hanya mempercayakan waktu kini untuk dimanfaatkan sebaik-baiknya.
Ungkapan “hidup bagai musafir” juga sangat mengena disini. Sebab seorang musafir tahu, bahwa akan datang waktunya, dia harus berhenti berkelana, untuk pergi, untuk meninggalkan semuanya.
Semoga keluarga pelancong selalu mengingat pelajaran ini. Insyaallah.