Segera setelah kami tiba di ibukota Estonia, Tallinn, kami langsung mengunjungi mesjid setempat. Saat mencari informasi tentang rumah ibadah satu ini, kami temukan letaknya tidak sampai lima ratus meter dari bandara. Dan kami sampai di sana sebelum tengah hari. Jadi masih ada kesempatan berkunjung sebelum melanjutkan perjalanan ke pusat kota.
Turun dari pesawat, hari terlihat cerah di Tallinn. Di saat yang sama, angin berhembus kencang bersamaan dengan hawa dingin menerpa tubuh. Berbekal sebuah peta kota dari informasi bandara, kami bergegas menuju mesjid. Berjalan melawan kencangnya angin sambil membawa ransel-ransel besar kami. Syukurlah sebab tak jauh, hanya melewati daerah parkiran bandara, segera kami liat sebuah gedung beralamat di Keevise 9, Tallinn. Satu gedung kotak mirip satu kompleks perkantoran. Ada tulisan Tural Islamic Cultural Center di salah satu sisi tembok. Sehingga kami bahwa mesjid Tallinn terletak di dalam gedung ini.
Pintu luarnya tak terkunci. Kami masuk, menyimpan kereta Adik di depan gedung. Ada satu pintu dan tangga menuju ke bagian atas. Kami melihat kumpulan buku tentang Islam di satu rak dekat tangga dalam bahasa Estonia dan bahasa inggris. Buku-buku tersebut gratis. Belum-belum Emak sudah kagum. Di daerah minim muslim seperti Estonia, mereka sudah bisa memberikan banyak informasi gratis.
Seorang laki-laki melongok dari tangga atas, mengucapkan salam. Mempersilakan kami langsung naik saja. Mesjidnya terletak di lantai satu. Lelaki tadi menunjukkan tempat wudhu. Adik langsung masuk mesjid. Rupanya dia melihat beberapa mainan disana. Kami sholat tahiyatul mesjid. Dan melihat-lihat isi mesjid. Karpet merahnya tebal dan empuk. Ruangan untuk sholat ini kira-kira bisa menampung dua ratusan jamaah. Di satu sudut ada beberap mainan anak-anak. Adik betah berada di sana. Di bagian belakang ada bangku-bangku. Serta di satu bagian ada perapian. Lengkap sekali. Alhamdulillah di kota ini mereka sudah memiliki tempat ibadah dengan fasilitas lumayan.
Tak lama, lelaki yang kami ketahui bernama Muhammad tadi mempersilahkan kami masuk ke ruang tamu. Dia dan satu bapak lain bernama Imran menyiapkan penganan serta menanyai kami mau minum apa. Anak-anak segera melahap sereal dan susu. Kami berbincang sambil minum teh dan makan hidangan yang mereka suguhkan. Ah, baru kali ini kami dijamu ketika berkunjung di datu mesjid di luar Jerman.
Sambil menikmati makanan, kami mengobrol tentang Islam di Estonia. Muhammad adalah imigran asal Maroko. Sedangkan Imran asli asal Estonia. Muslim terbanyak adalah muslim asal Tatar. Menurut mereka, perkembangan jumlah muslim di negara ini lumayan pesat. Semangat berislam pun makin lama makin kentara. Jika sekitar 5 tahun lalu yang sholat Jumat hanya dua orang, sekarang bisa mencapai 100 orang lebih. Masya Allah. Alhamdulillah, gedung inipun sudah menjadi milik mereka. Mereka memiliki seorang imam. Seorang muslim Tatar yang pernah menimba ilmu di Mekkah. Di lantai dasar mesjid ada toko untuk menjual daging halal. Kata Muhammad, ayam halal mereka impor dari negara lain. Sedangkan daging sapi dan kambing, mereka dapatkan dengan menyembelih sendiri. Selain ruang sholat, mesjid ini juga memili fasilitas ruang belajar dan internet. Emak berkesempatan melihat-lihat ruangan-ruangan lain di mesjid.
Senang sekali berjumpa saudara seiman di negeri asing. Sayangnya tak punya waktu panjang. Saat pamit, Imran meminta kami untuk datang lagi jika sempat. Namun tak bisa kami penuhi lagi saat kami berada di Tallinn.