
Tiga pulau besar, Rinca, Komodo, dan Padar, siap menyambut siapa saja di Taman Nasional Komodo. Plus puluhan pulau-pulau kecil di sekitarnya. Wisata maritim merupakan andalan taman nasional satu ini. Tak hanya pulaunya, alam lautnya sungguh memesona.
Kegiatan wisata maritim ini tak boleh dilewatkan selama di tempat cantik tersebut. Keluarga pelancong menyewa kapal selama dua hari semalam untuk menjelajahi beberapa pulau mainstream jujukan turis. Kisahnya sudah Emak tuliskan di artikel sebelumnya.
Baca juga: Menyewa Boat di Taman Nasional Komodo
Jarak pulau-pulau yang kami jelajahi berdekatan. Tak pernah kami berpindah-pindah tempat naik perahu lebih dari 2 jam sekali jalan. Suasana laut di sekitaran taman nasional relatif tenang. Hanya sekali ombak lumayan garang, mengombang-ambing perahu kayu bermotor tumpangan.
Kapal sewaan meninggalkan pelabuhan Labuan Bajo di pagi hari. Kira-kira pukul delapan. Kapal motor berlayar pelan. Pulau-pulau sekitarnya kelihatan tak terlalu jauh. Kemana pun kami berlayar, selalu tampak pulau di kejauhan atau dalam jarak relatif dekat. Menimbulkan rasa aman di atas lautan.
Saat berlayar, Emak suka duduk di haluan. Apalagi setelah berenang. Berjemur menghangatkan badan sekaligus mengeringkan baju. Sesekali ikan paus meloncat-loncat di kejauhan. Damai sekali berada di tempat ini.
Pulau-pulau tersebut sebagian berbukit-bukit. Ada yang seperti tertutup karpet hijau. Ada yang gersang karena kami ke sana saat kemarau. Pantai-pantainya masih sepi. Tak terlihat orang sama sekali. Pepohonan tumbuh dekat pantai. Di laut, tak jarang kami berlayar dekat dengan kapal besar dan kecil. Bahkan yacht mewah.
“Itu rombongan diver. Kebanyakan orang asing. Sekali berlayar bisa belasan hari,” ujar Pak Nahkoda.
Pulau Kelor

Hampir setengah harian kami habiskan waktu di pulau persinggahan pertama. Pulau Kelor tak terlalu luas. Ujung ke ujungnya tampak jelas saat kami hampir mendekatinya. Pak Nahkoda membuang jangkar di pantai. Berdekatan dengan dua kapal kayu lainnya.
Satu rombongan besar sedang beraktifitas. Mereka melakukan aneka permainan. Sebagian dari kami memilih nanjak dari kaki bukit tak jauh dari bibir pantai. Mulanya Emak ikutan. Sampai setengah ngos-ngosan. Keringetan dan menyerah menyaksikan keterjalanan bukit di depan mata. Emak turun sambil sedikit ndlosor. Duduk-duduk bentar di bawah pohon rindang sebelum akhirnya nyebur. Gak mau jauh-jauh ke arah laut. Airnya adem.
Naik kapal menuju pulau selanjutnya, makan siang sudah tersedia. Tujuan kami berikutnya adalah Loh Buaya di Pulau Rinca.
Baca juga: Menjumpai Komodo di Loh Buaya
Setelah makan makan malam, perahu kemudian berhenti di tengah lautan. Itulah posisi kami bermalam. Tempat yang relatif aman, menurut Pak Nahkoda. Arusnya tenang, dan tidak terlalu banyak angin. Sore-sore kami masih sempat snorkeling. Lautnya dalam. Pemandangan bawah lautnya tak bisa dinikmati dari permukaan. Sesekali lewat ikan kecil melewati radar kami.
Kami tidur di dalam kamar. Awalnya agak panas. Pas kipas angin terpaksa mati, kipas manual jadi senjata andalan. Semakin malam, udara laut mulai sepoi-sepoi dan bahkan dingin kata Bapak-Bapak yang menginap di ruang terbuka lantai atas.
Pagi hari lepas subuh, kapal sudah bergerak. Emak terbangun ketika kami sudah hampir sampai Pulau Padar. Pagi itu, kami trekking di Bukit Padar.
Baca juga: Trekking Seru di Pulau Padar
Kenawa Beach

Pulau singgahan berikutnya adalah Kenawa Beach. Perahu tidak bersandar di anjungan atau pantai. Melainkan berhenti di tengah laut. Sebab pantai ini milik sebuah resor. Dan kapal bersandar dikenakan biaya. Kapal-kapal biasanya lebih memilih berhenti jauh dari garis pantai. Entah berapa puluh meter jauhnya. Kapal-kapal tumpangan turis asing pun melakukan hal serupa.
Tempat ini merupakan spot snorkeling utama. Salah satu highlight perjalanan maritim kami. Pantai resornya terlihat sepi saat itu. Pemandangan bawah lautnya luar biasa. Sayangnya gak bisa pakai action camera andalan. Mountingnya bocor dipakai dalam air. Kami rekam pemandangan di kepala saja.
Pemandangan paling apik terlihat di bawah anjungan kayu. Dunia indah berwarna-warni. Entah ikan apa saja di sana. Merah biru, dengan terumbu karang menari-nari diembus arus laut yang hangat. Arusnya lumayan deras. Beberapa kali Emak terbawa arus. Menjauhi arah berenang yang diinginkan.

Pertama kali menikmati keindahan bawah laut, Adik suka cita cita. Excited banget. Dan bersemangat belajar menyelam bebas.
Makin mendekati pantai, rumput laut makin rimbun dan panjang. Emak takut kaki kesrimpet. Uniknya, air lautnya makin ke pantai pun makin terasa dingin.
Pulau Bidadari
Sebelum kembali ke Labuan Bajo, sorenya pemilik kapal membawa kami ke persinggahan terakhir, Pulau Bidadari. Sebagian pulau milik sebuah resor, tapi kami boleh bersandar di pantai di luar resor. Sore itu, ada banyak kapal bersandar. Baik disewa oleh turis lokal, mau pun internasional seperti keluarga pelancong. hehe.

Pulau Bidadari ini lokasinya tidak jauh dari Labuhan Bajo. Tidak sampai satu jam menggunakan boat. Pantai dimana kami berenang dibatasi tembok karang. Pantainya bebas sampah plastik. Potongan kayu, rumput laut, berserakan. It’s OK. Tanaman liar menjalar. Pohon-pohon rindang tumbuh tak jauh dari pantai. Pengunjung bisa berteduh tanpa payung besar. Cukup gelar tikar aja kalau bawa. Tak ada penjual makanan di pantai ini.
Emak sempat berjalan-jalan hingga pintu masuk resor. Ada bel di gerbangnya. Sisanya, kami habiskan dengan berenang sepuasnya. Atau duduk-duduk saja di pantai. Airnya jernih. Adik belajar nyebur ke laut sambil salto. Airnya pun hangat.
Kalau ada rezeki kami mau banget kemari lagi. Semoga bisa lamaan dan menjelajah pulau lebih banyak lagi.
Sampe mbak Gwyneth Paltrow aja liburannya ke sini, aku mesti banget ke sini (lebih tertarik ini ketimbang Bali hahaha). Aaaakkk mupeng.
[…] Baca juga: Island Hopping di Taman Nasional Komodo […]