Berbeda dengan kunjungan ke negara-negara Eropa, perjalanan ke Maroko kami lakukan dengan beban tas punggung relatif ringan. Di Eropa, selain susah mencari makanan halal, harganya pun mahal jika harus sering makan di luar. Sehingga kami siasati dengan membawa sebagian makanan sendiri untuk menekan ongkos di perjalanan.Karenanya, kami berkesempatan mencicipi hidangan dan jajanan khas di negara ini.
Aktifitas pagi hari lambat dimulai di sini. Sebagian besar warung makan baru buka pukul 9 pagi. Biasa makan pagi pagi-pagi sekali, Emak kelaparan di pagi pertama di Maroko. Berjalan beberapa kilometer, baru ketemu penjual roti tradisional di Fes el Jedid. Kami beli sekantong besar empat macam roti dan gorengan. Hanya dengan 10 dirham atau sekitar 11 ribu rupiah saja. Mengenyangkan, bahkan berlebih untuk sarapan kami.
Makanan khas pertama kami disana adalah tajine. Namanya berasal dari wadah serupa wajan tanah liat mini bertutup tempat hidangan ini dimasak. Tutup beratnya berfungsi sebagai pembalik kondensasi yang dihasilkan ketika memasak. Emak memilih tajine ayam, Bapak tajine bola-bola daging. Semuanya disajikan dengan sayuran dan zaitun. Nikmat.
Hari Jumat usai para lelaki Jumatan, adik-adik mahasiswa mengatakan bahwa couscous menjadi hidangan spasial di hari itu. Bapak langsung memesan couscous ayam. Couscous sendiri adalah makanan pokok suku Berber. Terbuat dari gandum ynag digiling hinggal menjadi butiran halus, tapi tak sehalus tepung. Mirip kerikil yang sangat halus. Butiran tersebut cukup direndam beberapa waktu dalam air panas, sebelum dicampur bumbu, sayuran rebus dan lauk pauk. Hidangan ini muncul dalam bentuk gunungan sayuran dan ayam. Dimakan dengan kuah encer. Rasanya, cocok dengan lidah kami.
Di Moulay Idriss Zerhoun, kami makan sate di warung setempat dekat pasar. Pemandangan sekitarnya adalah rumah penduduk kota kecil ini ynag terletak di bawah pasar. Kami makan kiftah dan brochettes. Kiftah adalah daging sapi cincang yang dibumbui dan dibakar di tusukan logak panjang. Mirip kofte-nya orang Turki. Sedangkan brochettes adalah sebutan untuk daging bakar mirip sate. Dari daging sapi muda, bisa ditebak jika satenya empuk. Bumbunya meresap, dan daging tak berbau sama sekali.
Maroko, memiliki tradisi minum teh tersendiri. Teh hangat tersedia di mana-mana. Para pedagang tak jarang menghidangkan teh bagi pelanggan. Daun teh seringkali dicampur dengan daun peppermint dan gula dalam sebuah ceret logam. Tak ada kebiasaan mengaduk teh, mereka menuang teh di gelas-gelas, memasukkannya kembali ke dalam ceret. Demikian berulang hingga gula, daun teh dan peppermint bercampur sempurna sesuai rasa yang diinginkan.
Pengalaman yang sungguh sangat mengesankan.