Di jantung Bosnia-Herzegovina, dimana dua sungai Pliva dan Vrbas bersua, kota Jajce bertengger di sebuah bukit. Di puncaknya berdiri sebuah benteng kuno. Di sinilah raja-raja Bosnia pernah bertahta.
Jajce merupakan kota kedua setelah Banja Luka yang saya dan keluarga kunjungi di Bosnia-Herzegovina musim dingin lalu. Setelah melewati ngarai sungai Vrbas yang cantik. Melalui jalan-jalan pegunungan yang suasananya tak kalah elok dibanding negeri Swiss.
Kami memandang Jajce pertama kali dari seberang Sungai Vrbas. Sebuah kota kecil dikelilingi benteng. Di sela-sela permukiman dan pepohonan menjulang menara masjid. Tak lama, kami memarkir kendaraan di dekat atraksi wisata utama Jajce, air terjun Pliva.
Air terjun ini sejatinya titik pertemuan Sungai Pliva dan Vrbas. Ketika Pliva terjun bebas setinggi hampir 30 m dan bersatu dengan Vrbas di dasarnya. Hawa dingin segera menyambut kami. Kami menikmati air terjun dari atas jembatan. Enggan hendak trekking hingga dekat sekali dengan air.
Sebelum terjun, Pliva terkumpul dalam kolam. Di sekitarnya tumbuh pepohonan. Sayangnya mereka meranggas di musim dingin. Saat musim semi atau panas, ketika daunnya sedang rimbun, pasti lebih cantik lagi. Pelangi vertikal terbentuk di dekatnya.
Kota Tua Jajce
Kami berjalan ke arah kota tua. Mobil sebenarnya boleh masuk pusat kota. Karena di peta kotanya terlihat mungil saja, kami putusnya menjelajahinya dengan berjalan kaki. Sebagian besar tembok kota tua masih tersisa. Kami masuk dari Gerbang Pliva.
Menjelang akhir abad 14, seorang bangsawan, Harvoje Vukcic Hvratinic menjadi penentu nasib Jajce. Di bawah komandonya dibangun sebuah kastil. Empat dekade, Jajce menjadi tempat bertahtanya raja-raja di negara pertama Bosnia. Yakni sejak pemerintahan raja Tvrtko II (1421-1444).
Stjepan Tomasevic, raja terakhir Bosnia bertahta mulai 1461. Beliau tak kuasa menahan kekuatan Turki Usmani yang menguasai Jajce tak lama kemudian. Hungaria merebut kota ini beberapa tahun lamanya. Lalu kembali di tangan Turki tahun 1526.
Di bawah kekuasaan Turki Usmani, perdagangan dan industri kerajinan berkembang pesat di Jajce. Mereka membangun benteng, masjid-masjid, dan bangunan-bangunan berarsitektur Islam.
Suara azan penanda waktu salat zuhur bergema sesaat setelah kami masuk kota tua. Kami bergegas menuju masjid terdekat, Masjid Esma Sultan. Masjid mungil bercat putih. Menaranya mirip masjid-masjid di Turki. Tinggi, langsing, dan sangat lancip pucuknya.
Sardivan, alias tempat wudu di tempat mirip gazebo tidak digunakan lagi. Kami wudu di sebuah gedung di belakangnya. Masjid yang sempat hancur akibat perang ini, pertama kali dibangun sekitar abad 18 masehi. Sebelum perang ada selusin masjid di Jajce dan sekitarnya. Hampir semua rontok jadi korban perang.
Esma Sultan masjid sederhana. Di teras terpasang pagar kayu. Pengunjung masuk pagar kayu. Melepas dan menyimpan sepatunya di rak. Yang paling menarik perhatian adalah lampu-lampu gantung cantik.dari tembaga. Tak banyak orang salat berjamaah di siang itu.
Di luarnya terdapat beberapa makam. Ada setidaknya tiga anjing berkeliaran di pelataran masjid. Mengonggong ke arah kami. Saya perhatikan, banyak sekali anjing di negeri ini. Kami sering sekali bertemu dengan anjing di pusat keramaian. Sepertinya mereka anjing liar.
Kami lalu berjalan ke arah Gerbang Banja Luka. Mengamati tembok kota tua yang sangat tebal. Bagian atasnya bergerigi. Mungkin sampai tiga meteran tebalnya. Kemudian kami mendaki ke arah kastil tua di puncak bukit.
Baca juga: Destinasi Wisata Utama Sarajevo
Sisa perang terlihat kasat mata di beberapa tempat. Tembok-tembok rumah yang berlubang-lubang. Bekas berondongan peluru. Atau bahkan hancur, tidak atau belum sempat direnovasi.
Melewati lebih banyak rumah penduduk, kami sampai di sebuah menara dan bangunan dari batu. Ternyata ini menara Lukas. Dari kejauhan menara tersebut sudah terlihat. Dulunya menara ini bagian dari gereja Lukas yang Suci (Sveti Luka), dibangun bergaya romanik. Tahun 1528, dia beralih fungsi menjadi sebuah masjid. Kebakaran hebat menghancurkan bangunan ini. Sekarang tersisa tembok batunya saja.
Undakan batu merupakan jalan menuju kastil. Memasuki bangunan mirip gerbang atau gerbang, kami sampai di kaki kastil. Di sebuah belokan berdiri sebuah masjid kecil. Bentuknya persegi. Mirip musala. Tapi sangat kecil. Sekitar 4 x 4 meter persegi. Namanya Masjid Dizdar atau Masjid Zenska (masjid perempuan). Sayangnya waktu saya mencoba masuk, pintunya sedang terkunci.
Agak-agak ngos-ngosan saya mendaki hingga ke puncak bukit. Pelan-pelan sampai juga kami di gerbang kastil. Bagian dari benteng atau sistem pertahanan yang dibangun dibawah perintah Harvoje Vukcic Hvratinic sejak tahun 1391. Turki Usmani memperkuat sistem pertahanan tersebut. Beberapa bagian kastil terbakar di abad 17.
Tak banyak pengunjung kastil hari itu. Kami berfoto di depan pintu utama. Sayangnya tak banyak waktu kami untuk menjelajahinya lebih lanjut. Kami menikmati pemandangan dari atas bukit. Hampir seluruh bagian kota terlihat dari sini. Bagian dalam tembok kota tua dan bagian luarnya. Di luar tembok berdiri rumah-rumah dan gedung apartemen modern.
Menuruni bukit, kami pilih jalan berbeda. Bertemu sebuah menara bundar (Medvjed kula) dan gereja bawah tanah. Konon gereja tersebut dibangun pada abad 12. Di sanalah Harvoje Vukcic Hvratinic dikebumikan. Gerejanya tak bisa dimasuki. Tak ada keterangan mengenai waktu bukanya.
Kami turun undakan di bawah menara bundar. Keluar tembok kota tua. Dalam perjalanan menuju tempat parkir mobil, saya melihat sebuah masjid yang sebagian terbuat dari kayu. Pun menaranya. Unik dan cantik sekali.
Wisata Kuliner di Bosnia-Herzegovina
Bosnia-Herzegovina merupakan negara konfederasi. Terdiri dari dua negara bagian: Bosnia-Herzegovina dan Republik Srpska. Yang terakhir banyak dihuni oleh etnis Serbia. Di kota-kota yang memiliki masjid dan dihuni oleh etnis Bosnia, makanan halal bisa didapatkan dengan mudah. Selama berada di negeri ini, kami mencicipi beberapa makanan khas mereka.
Pertama kami diajak Retno, seorang teman yang bermukim di sana, makan Burek. Warung khusus penjual Burek sering kami jumpai. Burek ini pastry isi. Pastry diisi, digulung memanjang, lalu dipanggang. Bentuknya ada yang berbaris panjang di loyang. Ada yang disusun melingkar. Isinya mulai keju, daging cincang, bayam, juga kentang. Semuanya pas di lidah saya. Alias lezat.
Baca juga: 4 Kuliner Bosnia – Herzegovina Wajib Coba
Di negeri ini orang menyukai daging yang dibakar. Baik daging ayam, sapi, kambing, serta ikan. Kami mencoba satu-satu. Satu yang populer adalah Cevapcici. Daging sapi cincang dibentuk seukuran jempol tangan. Dibakar, dihidangkan bersama roti dan rajangan bawang bombay.
Oh ya, tak lengkap pula jika tak mencicipi kopi khas Bosnia (Bosanska kahva). Tak semua kedai menyediakan kopi ini. Kopis Bosnia tersaji dalam satu nampan. Biasanya terbuat dari tembaga. Di atas nampan berjajar satu teko berisi kopi panas, satu gelas kecil wadah kopi, serta satu wadah mungil berisi gula dan lokkum. Lokkum adalah manisan mirip jelly tapi lebih padat.
Tuang kopi dalam gelas. Tambahkan gula sesuai selera. Lokkum bisa dimakan sebelum atau setelah minum kopi. Kopinya sangat pekat. Satu porsi dalam teko, kira-kira setengahnya berisi ampas kopi. Rasa asam menyapa lidah ketika saya meminumnya. Sangat kontras dengan rasa manis lokkum.
***
How to get there to Jajce:
Jajce berada di jalan utama antara Banja Luka dan Sarajevo. Dari Sarajevo jaraknya sekitar 164 km. Ada bus umum dari terminal utama Sarajevo ke Jajce. Lima kali dalam sehari. Biasanya traveler menggabungkan trip ke Jajce dengan kota bersejarah Travnik.
Cevapcici, itu ada rajangan bawang gimana mbak Ira maem nya? sisingkirin dulu bawangnya atau tetap lahap? Yummy tuh, ada serakan bawang segar
@EmakMbolang: pinggirno dhisik bawange. Cevapcici tanpa bawang tetep enak, kok… hihihi