Hari masih relatif pagi ketika kami sampai di pusat Nikosia selatan. Sekitar pukul 10 pagi. Suasana pusat kota ramai pelancong. Memenuhi sebuah taman kota, berfoto di sana-sini. Sebagian pelancong berwajah Asia sudah menenteng belanjaan. Tas kresek isi mie instan. Aha, mereka pasti ke toko Asia setempat.
Kami berjalan ke arah Jalan Ledra. Tujuan kami hari itu sebenarnya adalah Nikosia Utara. Jalan Ledra adalah satu dari dua crossing point resmi dari Nikosia selatan ke utara. Mengapa ada Nikosia selatan dan utara? Karena ibukota Siprus ini memang masih terbagi dua. Siprus sendiri terdiri dari Siprus selatan (berbahasa Yunani, bermata uang euro), dan utara (berbahasa Turki, bermata uang lira). Keduanya beribukota di Nikosia. Nikosia selatan dan utara. Dipisahkan oleh garis pembatas dua wilayah.
Baru sampai ujung Jalan Ledra, sekonyong-konyong kami melihat sebuah resto Shawarma halal di dekatnya. Restoran Sham, namanya. Kemajuan ini. Sepuluh tahun lalu, susah nemu makanan halal di Nikosia selatan. Resto halal ini bahkan nangkring di pusat kota. Alhamdulillah banget.
Berhubung lapar, kami hanya sempat minum kopi dan makanan ringan sekadarnya sebelum naik bus ke Nikosia, kami pun segera belok. Eh, ternyata pramusajinya baru siap-siap. Makanan baru ready setengah jam kemudian. Sambil nunggu, kami beli jus segar mix dan kopi Siprus. Selama di Siprus, kami hampir setiap hari menyeruput jus segar. Utamanya jus delima dan jeruk segar. Buah ini banyak dihasilkan di negeri ini. Baik utara maupun selatan. Kopinya pekat, setrong, enak. Kami beli Shawarma daging kambing. Lapar-lapar, ya rasanya enak banget.
Tak lama, kami geret koper ke crossing point. Ketemu imigrasi Siprus selatan, cek paspor. Jalan dua puluh meteran, ke imigrasi Siprus utara, cek paspor lagi. Sepuluh tahun lalu, terasa sekali ketegangan antara dua Siprus. Dulu masih kudu ngisi formulir dahulu sebelum masuk Siprus utara. Kali ini gak perlu. Suasananya pun terasa lebih santai.
Masuk Nikosia utara, lebih ramai. Di hari Minggu, banyak toko tutup di Nikosia selatan. Di bagian utara, rata-rata tutup. Sepertinya banyak warga selatan berbelanja di utara. Kami duduk di bangku umum tak jauh dari crossing point. Waktu baru menunjukkan pukul 12-an siang. Sementara jadwal check in di Tasev Boutique Hotel, tempat kami menginap baru pukul 14.00. Simcard kami pun tak berlaku di Siprus utara. Kami memanfaatkan maps offline di hape Bapak.
Penginapan tak jauh dari pusat kota. Paling 10 menitan jalan kaki. Rencananya, kami mau nitip koper dulu, lalu kami tinggal jalan-jalan. Ternyata sudah boleh masuk kamar. Syukurlah.
Kota Tua Nikosia Utara
Kami pernah ke Nikosia utara sebelumnya. Masih sedikit familiar dengan suasananya. Walau sebagian besar sudah banyak lupa. Masjid Selimiye sedang direnovasi, tak bisa dikunjungi. Suara azannya saja masih menguar.
Dari penginapan, kami jalan kaki ke arah Atatürk Myd. sambung ke arah Girne Kapisi alias Kyrenia gate. Sekalian beli Simcard Telsim seharga 179 lira. Paket turis isi 40 gb, bisa dipakai maksimal 30 hari. kadang sinyalnya kurang kuat sih, tapi lumayan lah buat keliling Siprus utara. Kami perlu buat gmaps, biar ndak gampang kesasar kemana-mana. Daerah situ lumayan ramai juga. Dekat Girne kapisi berdiri Tekke mevlevi, salah satu pusat sufi. Sekarang berfungsi sebagai sebuah museum. Sayangnya tutup. Ia buka hanya seminggu sekali, hari Kamis. Di depan gate berdiri patung Atatürk. Gate ini merupakan salah satu pintu masuk walled city Nicosia. Tembok tebalnya bisa kita saksikan di kanan kiri gate.
Sudah lapar lagi, kami pun mampir ke sebuah rumah makan dekat gate. Daerah ini punya banyak rumah makan. Sebab turisnya lumayan rame. Bayar pakai euro, bisa banget. Harga makanannya relatif murah. Kami memesan Lahmacun (pizza Turki), dua macam sup, dan Durum ayam. Pesanan datang ditemani side dish. Acar cabe, buah zaitun, roti, serta Ayran, minuman yoghurt. Semuanya enak. Habis sekitar 21 euro buat berempat.
Hari agak gerimis. Kami masih sempat jalan-jalan ke sekitar Büyük Han dan Kumarcilar Han. bekas penginapan jadul di zaman Turki Utsmani yang berubah menjadi galeri seni dan tempat berjualan cinderamata maupun tempat makan. Sekalian foto di dalam Büyük Han. Mengulangi hal serupa sepuluh tahun lalu.
Zaman itu banyak sekalia walled city ya mbak, khususnya waktu peradaban Islam. Tembok e dukur lan tebel tebel
Sakdurunge Islam, zaman Romawi, Byzantium pun ya wis akeh walled city nang Eropa, Zulfa.
Wah, kudu explore Yurop iki
waiyooo, kudu lah.