Jelajah Alam Musim Dingin di Sekitar Gerolstein

gua-gerolsteinMenginap semalam gratis di Eifelsteig-Jugendherberge Gerolstein, sebuah youth hostel di negara bagian Rheinland Pfalz, kami tak berkehendak untuk menjelajah alam pertengahan Desember lalu. Cuaca buruk, mendung tebal dan hujan hanya di malam sebelumnya. Karenanya kami tak memiliki perbekalan memadai. Kami hanya bermaksud jalan-jalan sejenak menikmati isi kota yang terkenal akan sumber air mineralnya ini.

Malamnya, temperatur udara turun drastis. Hujan di ramalan cuaca ternyata berubah menjadi hujan salju lebat, sehingga kota Gerolstein di sekitar tertututp selimut putih tebal. Menyesal kami tak membawa schlitten, seluncuran salju milik kami. Apalagi ketika lewat daerah Prüm yang memiliki dua tempat bermain ski dan schlitten. Nah ya, sebagus-bagusnya ramalan manusia tak kan bisa mengalahkan kehendak Allah.

Menjelang check out Emak melihat beberapa brosur wisata di seputar Gerolstein. Sementara menurut informasi resepsionis, di musim dingin sangat sedikit wisata alam yang bisa dilakukan. Cuaca sering tak memungkinkan. Dari brosur, tapi ada beberapa hal menarik. Diantaranya adalah wisata gua-gua di pegunungan sekitar Gerolstein dan sebuah puri kuno.

Ada banyak gua yang bisa dikunjungi. Ibu resepsionis menyarankan Mühlensteinhöhlen di desa bernama Hohenfels-Essingen.

Jalanan normal ke desa tersebut ditutup entah kenapa, sehingga kami mesti memutar lebih dulu. Perjalanan lancar dengan pemandangan umum berupa hamparan salju dimana-mana. Bapak memarkir kendaraan di tempat yang ditunjukkan ibu resepsionis. Ternyata masih jauh dari lokasi gua-gua tersebut. Bapak menanyakan ke penduduk setempat apakah mungkin memarkirnya tak jauh dari gua. Kata seorang bapak tua, sebaiknya tidak, sebab tak diketahui dengan pasti kondisi jalanan beraspal menuju atas sana. Salju lumayan tebal, bisa jadi ada lapisan es licin tak dibersihkan.

Jelajah alam kali ini tak kami lakukan dengan persiapan matang, mendadak. Sepatu musim dingin kami biasa saja. Tanpa alas tebal dan kasar. Licin digunakan berjalan diatas salju, apalagi jalan berlapis es. Sarung tangan tipis-tipis saja. Tak cukup menahan dinginnya udara. Sehingga kedua telapak tangan lebih banyak berada dalam saku jaket musim dingin. Walau jaketnya lumayan memadai, kami tak memakai celana khusus. Klop sudah penderitaan disengaja ini.

Jalanan naik dan licin membuat kami berjalan pelan, hati-hati. Makin lama tanjakan makin curam. Meski lokasinya Tanjakan satu kilometer lebih kami lalui selama setengah jam lebih. Dalam kondisi normal tanpa salju atau es, kendaraan pribadi bisa naik dan parkir dekat lokasi gua.

Kompleks pelataran sebelum menuju gua terlihat lengang. Sepertinya hanya orang tak ada kerjaan seperti kami kami mau naik-naik ke gunung bersalju di tengah temperatur udara tak jauh dari titik beku seperti ini. Ada dua rumah kayu terbuka tempat orang istirahat, sebuah taman bermain anak di dalam sebuah cekungan bebatuan alam.

Kami putuskan langsung naik lagi menuju lokasi gua. Sebuah tangga dan papan petunjuk mengisyaratkan bahwa perjalanan belum usai. masih ada tanjakan ynag musti dihajar. Di tangga, kami melihat satu jejak sepatu dan anjing. Rupanya tak hanya kami orang kurang kerjaan naik melihat gus di tengah salju tebal. Cuaca yang sepertinya cerah tadi pagi, berubah mulai tak bersahabat ketika kami berada di atas. Mendung menebal, suhu udara terasa mendingin. Entah berapa derajat Celcius.

Mühlenberg, gunung mini setinggi 583 meter ini adalah gunung batu basalt. Bebatuan ini dulunya sebagian ditambang untuk dijadikan penggilingan. Sebagian bangku dan meja batu di pelataran tadi juga terbuat dari batu basalt ini. Nah tempat bekas lokasi penambangan itu berubah menjadi gua. Ada setidaknya tiga gua besar bernama Schwedenfeste, Borussiahöhle dan St.-Martin-Höhle.

Awalnya Emak membayangkan gua-gua besar dan panjang. Setelah melewati sebuah tempat pemujaan di gunung, kami temukan Gua St.-Martin. Sebuah tangga membawa kami ke peurt gua. Adik menjerit, takut melihat kegelapan. Setelah Emak merayu, mau juga dia. Dalamnya tak terlalu luas. Lebih hangat rasanya berdiam di dalam sana. Luasnya seukuran ruangan besar. Tak lebih dari 10×10 meter persegi.

Keluar, kami balik arah menuju Gua Borussia. Satu ini lebih panjang , entah berapa meter menjorok ke dalam. Emak memegang Adik yang hanya mau berdiri di mulut gua. Bapak mau lebih ke dalam. Tak terlalu jauh. Senter bawaan tak bagus lampunya. Tak mau berlama-lama dalam kedinginan, kami secepatnya kembali ke parkiran. Adik merengek dan menangis hampir sepanjang jalan pulang. Rupanya sudah sangat kedinginan.

Di bulan Desember-April, kami temukan sebuah informasi di situs milik desa Hohenfels-Essingen, gua-gua tersebut disarankan tidak dimasuki. Sebab menjadi tempat peristirahatan para kelelawar di musim dingin. Yaaa…. terlambat!

One Comment

Leave a Reply

%d bloggers like this: