Jelajah Kompleks Benteng di Suomenlinna, Helsinki

di-pulau-suomenlinna-helsinkiHari kedua jalan-jalan di Helsinki, kami membeli tiket harian transportasi dalam kota. Kami beli di resepsionis penginapan. Si Embak penerima tamu menjelaskan bagaimana menggunakan kartu magnet tersebut. Tiket ini berlaku di semua jenis kendaraan umum dalam kota seperti bus, tram dan tram bawah tanah (metro). Juga di feri menuju gugusan Pulau Suomenlinna. Suomenlinna-lah alasan kami membeli tiket ini. Sebab sebagian besar pusat kota Helsinki sudah kami jelajahi sehari sebelumnya.

Di tram menuju pusat kota, tiket milik Bapak tak berfungsi sebagaimana mestinya. Dia tak menunjukkan tanda valid saat di dekatkan ke alat validasi. Beberapa penumpang mencoba menolong. Bahkan di Bapak pengemudi tram sampai turun tangan. Tak berhasil juga. Tapi dia bilang tak masalah, kami tetap bisa menggunakan tiket tersebut. Walau demikian, dalam hati senewen juga. Si Bapak tidak tenang selama berada dalam feri menuju dan dari Suomenlinna. Syukurlah hari itu berlalu tanpa ada insiden apa-apa yang berhubungan dengan tiket.

Tak mengecek jadwal keberangkatan feri, kami harus menunggu agak lama di dermaga feri. Sudah banyak orang menunggu di sana. Ada gedung kecil untuk menunggu. Namun kami pilih untuk berjalan-jalan dan memotret daerah sekitarnya. Hari ini sedingin kemarin. Entah minus berapa derajat Celsius tepatnya. Anak-anak belum mengeluhkan cuaca. Si Adik bahkan senang sekali melihat satu kapal pesiar dan kapal kontainer yang hendak berlabuh di pelabuhan.

Di hari Minggu di musim dingin awal Maret itu, banyak juga orang hendak ke Suomenlinna. Sebagian besar adalah pengunjung. Suomenlinna adalah sebuah kompleks benteng. Dibangun atas perintah seorang raja Swedia di abad 18. Kami merasa, mengunjungi akan membawa banyak pengalaman menarik. Bahkan perjalanan menuju ke sana pun terasa sebagai penjelajahan dan menawarkan pengalaman seru.

Seperti kemarin, permukaan laut di dermaga feri tampak tertutup bongkahan es. Sepanjang perjalanan kami perhatikan bagaimana feri bisa berjalan di lautan penuh es ini. Bongkahan es ternyata tak terlalu tebal buat si feri. Buktinya dia masih bisa berjalan lambat. Sesekali terasa bahwa propeler bersentuhan dengan balok-balok es besar. Di kejauhan, permukaan laut tak tertutup oleh bongkahan, melainkan oleh daratan es atau pulau-pulau es di atas laut. Tak ada kapal pemecah es lewat sana. Emak membayangkan, di puncak musim dingin antara bulan Desember hingga Januari, mungkin orang bisa berjalan dari dermaga ke Suomenlinna di atas permukaan es tersebut.

Dermaga Suomenlinna lebih mirip sebuah halte tram atau bus dibanding halte feri. Calon penumpang sudah banyak menunggu untuk bepergian ke arah sebaliknya, menuju pusat kota Helsinki. Emak sempat mengambil satu brosur tentang Suomenlinna berbahasa di feri tadi. Jadi kami tahu, bahwa ada rute khusus bagi para turis. Namun para pengunjung bebas mengunjungi setiap bagian kompleks, tak perlu mengikuti rute turis tersebut.

Karena dingin serta tak mau berlama-lama, kami memilih mengikuti rute turis alias rute biru. Sebab ditandai oleh penunjuk jalan serta papan informasi berwarna biru. Panjangnya sekitar dua kilometer dari gerbang Suomenlinna dekat halte feri, hingga gerbang raja (King’s Quay) di ujung bagian pulau bernama Kustaanmiekka.

Rute tersebut meski tak terlalu panjang namun tak rata. Artinya kami mesti naik turun perbukitan pulau-pulau Suomenlinna. Atas petunjuk sebuah buku wisata, kami juga membawa sebuah senter. Menyusuri lorong-lorong benteng mengasyikkan buat siapa saja, kata buku tersebut.

Gugusan pulau yang menjadi salah satu cagar budaya Unesco ini, tak hanya tempat wisata biasa. Melainkan juga mirip sebuah desa di tengah laut. Sekitar 850 orang tinggal di sini. Selain menikmati keunikan benteng, kami juga bisa menyaksikan kehidupan penduduk setempat.

Mudah sekali mengikuti rute biru di kompleks ini. Seperti di Helsinki daratan, di sini jalanan dipenuhi salju dan es. Tumpukan salju memenuhi kedua sisi jalanan. kami berjalan agak pelan. Sambil memotret dan mengamati isi Suomenlinna. Penduduk setempat sedang jogging atau bermain dengan anjing mereka, anak-anak kecil membawa sledding masing-masing untuk meluncur di bahu bukit. Turis-turis berbagai bangsa tak jarang berpapasan dengan kami. Sesekali Bapak memisahkan diri untuk memotret obyek-obyek menarik di luar rute. beberapa kali pula kami masuk dalam lorong-lorong benteng yang gelap. Berada di dalam bangunan batu memang serasa berada di jaman berbeda.

Tak terasa, setelah naik turun bukit, kami sampai juga di Kustaanmiekka. Di daerah sini terdapat banyak sekali meriam. Sebagian tertutup salju. Senjata api ini dikonstruksi saat benteng dikuasai Rusia di abad 19. Dan Gerbang raja, alias King’s Gate menandai akhir dari rute biru. Gerbang ini merupakan simbol Suomenlinna. DI tahun 1752, Raja Swedia Adolf Frederick melabuhkan kapalnya dekat ketika menginspeksi kompleks benteng ini. Dari sini sebenarnya orang bisa menyusuri pinggir laut untuk menjelajahi isi kompleks. Kami memilih berbalik arah menyusuri kembali rute biru dan mengejar feri berikutnya menuju daratan Finlandia.

2 Comments

Leave a Reply

%d bloggers like this: