Di sekitar kota tempat keluarga pelancong tinggal, banyak terdapat kota-kota kecil. Penduduknya rata-rata di bawah lima puluh ribu jiwa. Meskipun kecil kota-kota ini juga layak dikunjungi, menurut kami. Sejarahnya pun tak kalah seru dibanding dengan kota-kota besar bahkan metropolitan.
Berpenduduk sekitar 30 ribu jiwa, Jülich mungkin hanya digolongkan menjadi sebuah desa di tanah air kita. Namun di sini, telah dianggap sebagai satu kota kecil, dengan fasilitas cukup lengkap, termasuk sebuah mal. Jülich berdiri saat bangsa Romawi masih berkuasa di sekira abad ketiga masehi. Di jaman itu daerah ini menjadi stasiun pemberhentian warga Romawi antara Boulogne-sur-Mer dan Köln (Cologne). Kota ini sempat dikuasai bergenerasi bangsawan berbeda, sebelum 97 persen hancur oleh bom di tahun 1945. Penduduknya yang semula berjumlah 12 ribuan jiwa, turun drastis menjadi seratusan orang saja.
Pembangunan kembali tak mengembalikan wajah Renaissance milik Jülich. Sebagian dimodernisasi sesuai perkembangan jaman. Antara tahun lima puluhan hingga enam puluhan, mulai dibangun Forschungzentrum Jülich, sebuah lembaga penelitian, yang kini berkembang menjadi salah satu yang terbesar di Eropa. Kini, selain menjadi markas ribuan peneliti dari seluruh dunia, Jülich juga merupakan kampus bagi beberapa jurusan di FH-Aachen, salah satu universitas di kota mahasiswa tersebut.
Dari stasiun, pusat kota Jülich bisa ditempu dengan jalan kaki. Jaraknya kira-kira satu kilometer.Ikuti saja jalan besar ke arah kanan dari pintu keluar stasiun. Jika naik bus kota, hanya satu halte saja. Ini rute paling gampang menuju jantung kota.
Di kunjungan kedua, kami memilih rute berbeda, mengikuti jalan ke arah kiri dari pintu gerbang stasiun. Melewati rumah-rumah penduduk, dan taman kota. Kami ingin memotret Aachener Tor, sisa gerbang tembok kota tua Jülich. Bangunan bata ini berada diantara rerimbunan. Tampak sepi. Hanya kami yang sedang mengunjungi dan memotretnya.
Tak jauh dari situ, tampak lambang kota, Hexenturm namanya. Merupakan dua gerbang, satu-satunya yang tersisa dari abad pertengahan. Bentuknya sangat indah. Dua puncak menara dengan satu gerbang besar di tengahnya. Terbuat dari pecahan batu alam, menara ini sekarang berfungsi sebagai Museum sejarah kota Jülich.
Perjalanan kemudian berlanjut ke Brückenkopf. Juga hanya berjarak puluhan meter dari Hexenturm. Ini adalah mantan bangunan benteng, dibangun pada jaman Napoleon. Melihat penampakannya dari luar, Brückenkopf terlihat seperti bangunan di perut bukit. Sekelilingnya adalah air. Sesuai fungsinya sebagai pertahanan. Masuk ke sini dikenakan tarif masuk.
Kami tak jadi masuk, melainkan melanjutkan perjalanan menuju Zitadelle lewat balai kota. Letaknya balai kota ini tepat di jantung kota. dekat pertokoan, dan kafe-kafe. Ada lapangan kecil di bagian tengah berisi bangku-bangku umum dan beberapa alat permainan anak-anak.
Zitadelle bisa ditemukan berpuluh meter saja dari sana. Sama seperti Brückenkopf, Zitadelle Jülich dulunya merupakan bagian dari Festung Jülich (benteng pertahanan). Merupakan salah satu sisa sistem pertahanan terbaik di Jerman. Zitadelle mulai dibangun tahun 1545 masehi sebagai bagian dari kota ideal Renaissance. Dimandori pembangunannya oleh Alessandro Pasqualini, benteng berbentuk segi empat ini punya diameter sekitar 1200 meter, dengan timbunan setinggi 10 meter selebar 20 hingga 20 meter di sekelilingnya. Jalan satu-satunya masuk kesini adalah melalui sebuah jembatan, Jembatan Pasqualini. Saat ini, bagian dalam benteng dimanfaatkan sebagai sebuah sekolah menengah atas. Asyik sekali tampaknya bersekolah dalam sebuah benteng batu, ya.
Dua jam berkeliling Jülich kami akhiri dengan istirahat di taman bermain depan Zitadelle. Tempat rindang dengan banyak permainan menyenangkan bagi anak-anak.
Julich aku kira Zurich hihihihihihi
Kepingin…kepengin.. kepingin aku ke sana. Tapi….
@Erikson: Zurich kota gede, Julich kota mini (alias desa) hehe…
@Maspri: hayuk…
hi blog walking visit me back plz]
thx for visiting….