Setelah sempat mengalami cuaca ekstrem, yakni gelombang panas selama seminggu di Eropa Timur tahun 2007, keluarga pelancong sebenarnya tak ingin bepergian jauh ketika cuaca sedang tak bersahabat. Yakni terlalu panas dan terlalu dingin. Meski jalan-jalan masih bisa berlangsung, kenikmatannya berkurang. Tubuh jadi kurang bersahabat ketika sangat panas. Lemas. Inginnya minum saja.
Lama tak bepergian sebelum dan berbulan setelah proses kelahiran Adik ditambah mengurus banyak hal, membuat kami agak sakau jalan-jalan. Kangen banget rasanya hampir setahun tak pernah keluar Jerman. Maka ketika Germanwings menawarkan tiket berharga miring untuk musim dingin tahun 2008, kami tak menyiakannya. meski telah tahu bahwa di bulan Desember suhu akan berputar-putar di sekitar titik beku, kami nekat saja. Dengan harapan, temperatur bakal menghangat sedikit saat kami berada di ibukota Polandia ini.
Harapan tinggal harapan. Suhu udara hampir tak beranjak dari angka 3 derajat Celsius ketika kami berangkat. Untunglah bandara Köln-Bonn tak terlalu jauh dari tempat tinggal kami. Kira-kira sejam perjalanan. Tapi kami harus berangkat dini hari. Sebab pesawat kami lepas landas pukul setengah tujuh pagi. Penerbangan perdana Adik di usianya yang hampir sembilan bulan berlangsung seperti harapan.
Hari masih berkisar di pukul sembilan pagi ketika kami duduk-duduk di bandara Warsawa. Rehat sejenak sambil menghangatkan badan. Letaknya tak terlalu jauh dari kota. Ada bus yang bisa mengantar kami ke pusat kota. Kami menukar uang di sebuah penukaran mata uang asing dan membeli tiket bus. Dari dalam bus, Emak mengikuti pemandangan sepanjang jalan. Embak sudah tertidur lagi dipangkuan Bapak. Adik pun demikian di kereta bayi miliknya. Warsawa, sebagain menampakkan unsur modernitasnya. Gedung-gedung baru megah mulai bermunculan. Gedung-gedung lama berkesan usang, tak terawat dan kumuh pun masih banyak kami temui. Sebagian kota mengalami perombakan besar-besaran.
Masih terlalu pagi untuk masuk penginapan, kami putuskan turun di stasiun pusat kota. Daerah sangat ramai di pagi itu. Toko-toko sudah mulai membuka gerainya. Orang hilir mudik. Kami menyeberang dan masuk ke stasiun. Sangat luas. Ratusan toko dan kios kecil berjejer. Tas, sepatu, baju, syal, telepon genggam, aksesoris hingga cinderamata dijual di sini. Mirip suasana pasar di tanah air. Jalan di dalam stasiun naik turun. Tanpa ada tangga berjalan atau lift. Sehingga kami terpaksa mengangkat kereta Adik naik turun. Kami putuskan segera keluar menuju Istana Budaya dan Ilmu Pengetahuan Warsawa, salah satu bangunan tua, indah terjangkung di sini.
Menjulang setinggi 230 meter ke arah langit, bangunan berkesan tua ini ternyata baru mulai dibangun di tahun 1952. Sebagai hadiah pemerintah Rusia (Stalin) kepada rakyat Polandia. Serta menjadi simbol kurang disukai selama hampir 52 tahun pengaruh Rusia di negara ini. Bentuknya bergradasi. Bagian bawah melebar, dan semakin jangkung dan menyempit ke atas. Puncaknya menyerupai menara dengan sebuah jam besar. Pengunjung bisa membayar untuk naik ke puncak dan menikmati sekeliling kota Warsawa dari sini.
Sebagian besar wilayah sekitar istana budaya dan stasiun telah atau sedang mengalami peremajaan. Kran-kran raksasa bekerja tiada henti. Membangun hotel, perkantoran serta apartemen-apartemen modern. Kafe, restauran, hotel dan perkantoran mewah telah sebagian terlihat memadatinya. Polandia sedang mengejar ketertinggalannya dari negara-negara Uni Eropa lainnya.
Tak lama berfoto di daerah ini sudah mulai kedinginan. Kaki nyaris membeku rasanya. Untuk menguranginya, kami terus berjalan kearah penginapan. Mengikuti peta kota, kami pun sampai di taman dekat stasiun. Kami putuskan makan bekal dari rumah. Agar badan lebih kuat dan hangat. Adik masih saja tertidur.
Setelah sempat melewati jalan protokol dan sempat sedikit kesasar dekat museum Chopin, sampailah kami di penginapan. Sepertinya dikelola oleh para mahasiswa. Sebab semua pegawainya terlihat sangat muda dan berpenampilan modis. Sayangnya beberapa kurang ramah. Mereka terkesan agak cuek dengan kehadiran kami. Kami mesti menunggu beberapa saat sebelum bisa check, sebab peraturannya memang demikian. Untung di lobi yang nyaman di sana kami bisa berisitirahat di sofa sambil menonton tivi atau menggunakan fasilitas internet.
Kamar kami lumayan nyaman. Ditambah udara dingin di luar membuat kami malas keluar lagi. Baru agak malam, kaki kami melangkah menuju kota tua dekat penginapan. Setelah meminta peta kota dari mbak resepsionis.
Suasana malam menjelang natal di Warsawa sangatlah semarak. Lampu-lampu disusun sehingga membentuk pola-pola indah. Mereka memasang lampu di mana-mana. Di atas jalan raya, sekitar patung-patung di taman. Kami melewati bagian paling ramai di dalam kota. Dinginnya udara ternyata tak membuat warga kota gentar. Bahkan sebuah universitas besar di dalam kota terlihat masih ramai dikunjungi para mahasiswa dan pengunjung. Orang-orang Warsawa, terutama perempuannya terlihat sangat modis. Mereka memakai mantel-mantel tebal indah. Sangat serasi dengan wajah-wajah rupawan mereka.
Tak lama kami berjalan, kami mulai mencari tempat hangat untuk mampir. Kafe jarang terlihat. Yang banyak adalah pub dan bar serta restauran mahal. Tak mau berlama kedinginan, kami putuskan kembali dan beristirahat di penginapan.
Besonya, hari masih saja dingin. Walau tak bersalju. Kami meninggalkan penginapan agak siang. Tujuan pagi itu adalah Taman Lazienki. Terlihat tak terlalu jauh dari peta, kami memilih berjalan kaki. Keputusan tak sepenuhnya bijaksana. Karena meski kami bisa menyaksikan banyak hal dalam perjalanan : taman-taman kota, pusat perbelanjaan, bangunan tua, tugu peringatan, kawasan elit kota, dsb, kami juga harus berusaha sekuat tenaga meredam dingin. Sesekali terdengar keluhan Embak. Adik nampak cukup hangat dalam kereta dorong berselimut tebal miliknya.
Dengan 80 hektar, Taman Lazienki merupakan taman terluas di Warsawa. Di dalamnya ada banyak bangunan seperti museum, restauran dan istana air. Istana air, obyek paling utama dibangun sebagian di atas sebuah sungai dalam taman. Sebagian sungai dengan banyak bebek diatasnya terlihat mulai beku permukaannya. Istana yang tampak indah dari kejauhan ini, agak suram jika dilihat dari dekat. Terkesan agak kumuh dan kurang terawat. Padahal banyak pengunjung keluar masuk.
Tak hanya bebek, binatang lain pun banyak berkeliaran di sini. Merak, tupai dan berjenis burung lainnya. Sebagian orang datang sambil membawa makanan bagi mereka.
Mampir sebentar ke monumen Chopin, kami teruskan berjalan kembali menuju kota tua. Diselingi acara istirahat sambil makan bekal di bangku taman serta mampir sebentar di sebuah tempat makan. Hari sudah mulai gelap. Padahal waktu baru menunjukkan pukul setengah tiga.
Berada di kota tua, dengan gedung-gedung uniknya, sama sekali tak membuat kami kecewa telah berada di sini. Sebuah pasar natal sedang berlangsung. Menjual berbagai pernak-pernik dari souvenir, hiasan natal, lukisan, hingga sosis. Inilah kawasan paling bersejarah di ibukota ini. Istana raja, jalan-jalan bekas raja-raja, gereja tua, rumah-rumah indah. Semuanya ada disini. Sebuah patung logam pembawa pedang dan perisai (Syrenka) menjadi penghias pusat kota tua.
Terakhir, sebelum kembali ke penginapan, kami masih sempat menuju Barbakane, bangunan berbentuk lingkaran tepat diantara tembok kota tua. Dulu berfungsi sebagai tempat keluar masuk kota tua. Ada penjual kerajinan tangan tua di dalam sana.
Akhirnya, tak tahan kedinginan, kami segera berlalu menuju penginapan. mencari kehangatan. Agak menyesal sebenarnya tak terlalu banyak tempat bisa kami kunjungi. Apa daya. Kemampuan manusia memang ada batasnya. Tak sebanding dengan keinginannya.
[…] kota tua (Stare Miasta) Warsawa menjelang natal. Bagian kota tua ini telah ditetapkan sebagai cagar budaya oleh […]