
Sepotong lautan bersembunyi di pinggiran negeri Montengero. Dikelilingi oleh dinding pegunungan setinggi hingga 1000 mdl. Penyair Inggris, Lord Byron, menggambarkan Teluk Kotor sebagai „pertemuan indah antara daratan dan lautan“. Bangsa Yunani kuno mendirikan kota tertua di teluk ini, Risan. Teluk yang kemudian dikuasai oleh bangsa Romawi kuno, Venesia, Turki Usmani, dan Austria.
Teluk Kotor atau Boka Kotorska dalam bahasa lokal memiliki garis pantai sepanjang 30 km di pantai barat Montenegro di Lautan Adriatik. Ia terdiri dari dua bagian, menyerupai dua kolam luas berbatas gunung: teluk luar dan teluk dalam.
Emak tak punya ekspektasi apa-apa ketika mampir ke kota bernama Kotor. Salah satu kota di tepian laut Teluk Kotor. Informasi internet dan buku panduan banyak merekomendasikan kota yang masuk daftar warisan budaya Unesco ini.
Dulunya Montenegro termasuk bagian Yugoslavia. Saat perang Bosnia, ia berkongsi dengan Serbia. Menyerang negara bagian lain yang ingin memisahkan diri. Montenegro sendiri tak mengalami kerusakan perang yang berarti.
Kota dalam Tembok
Selama tiga hari di Montenegro, Emak sempatkan untuk mengunjungi dua kota di Teluk Kotor: Kotor dan Perast. Wilayah ini konon sangat ramai di musim panas. Datang di low season, Emak temukan Kotor sepi, tak banyak turis.
Kota ini dibatasi laut dan gunung. Seluruh bagian kota tua dikelilingi tembok tebal. Sebuah istana berdiri di punggung gunung. Di zaman dahulu, istana memang seringkali dibangun di ketinggian. Sebagai salah satu sistem pertahanan, agar mudah mengintai musuh.
Kota tua Kotor tak bisa dimasuki mobil. Emak dan anggota keluarga pelancong lainnya memulai penjelajahan dari arah pelabuhan, dalam bahasa lokal disebut Luka Kotor. Banyak yacht ukuran kecil dan perahu nelayan terparkir di dermaga. Sinar mentari bersinar cerah pagi itu. Di langit kota Kotor nan biru. Air laut beningnya memantulkan segala rupa yang ada di atasnya. Gunung, kapal, kota-kota nun jauh di sana.
Di pagi hari jalanan masih lengang. Tak banyak warga lokal berjalan-jalan. Para pedagang sayur dan buah segar baru saja menata dagangannya di depan tembok kota. Di atas sana, sebuah istana berdiri di atas karang-karang terjal.
Emak takjub memandang tembok kota tua. Mengelilingi kota sepanjang 4,5 km. Dengan ketinggian tembok sekitar 20 meter. Kami memasuki kota lewat Gerbang Laut. Tembok kota ini tak hanya panjang dan tinggi, namun juga tebal. Emak taksir kira-kira lima meter-an.
Kami disambut sebuah menara jam dan rumah-rumah batu alam berwarna terang. Jendelanya dobel. Bagian luarnya dari kayu dan bagian dalamnya dari kaca. Sebagian jalanan Kotor tertutup potongan batu licin mirip keramik.
Bangunan-bangunan dalam kota tua kebanyakan dibangun antara abad 12 hingga awal abad 20. Gempa sempat menghancurkannya tahun 1979, namun kota direnovasi kembali seperti aslinya. Berjalan di antara gedung tua yang berfungsi sebagai tempat tinggal, kantor, rumah makan, maupun penginapan, kami sampai di Citadelle. Sebuah ruang terbuka luas di tepi tembok. Di tepinya mengalir Sungai Rijeka Skurda. Tembok kota membujur beberapa ratus meter sepanjang tepian sungai.
Emak sempat keluar sebentar lewat Gerbang Utara, sebelum kembali lewat sebuah kapel. Di sini jalanan menyempit, membentuk gang-gang selebar 1-2 meter di antara gedung-gedung bertingkat 3-4. Kebanyakan digunakan sebagai tempat tinggal penduduk lokal.
Sebuah jalan ternyata menghubungkan kota dengan istana di atas sana. Orang harus membayar sebelum naik. Emak urungkan niat hiking. Membayangkan harus mendaki 2.000 anak tangga saja sudah membuat kaki Emak lemas. Emak puas memotret bayang-bayang istana dari bawah.
Matahari jarang sampai di jalanan sempit Kotor. Tertutup oleh gedung-gedung tinggi dan rapat ini. Kadang di antara dua gedung bagian atasnya dibangun bangunan penghubung. Hanya menyisakan ruang kosong di dasar untuk para pejalan kaki. Taman dan halaman sepertinya jadi barang mewah di tempat ini.
Berjalan di lorong sempit Kotor mengingatkan Emak akan Venesia. Minus kanal dan gondola. Jalanan sempitnya, bentuk rumah dan jendelanya, jemuran warga yang digantung di atas gang. Walau Venesia terlihat jauh lebih tua dan rapuh. Mungkin karena kota ini memang pernah dikuasai olah Kerajaan Venesia. Setelah melewati katedral dan beberapa istana tua, akhirnya Emak sampai kembali di depan menara jam.
Perast

Seperti halnya Kotor, Perast mengalami zaman keemasan di bawah kekuasaan Venesia. Ia juga terkenal sebagai pusat pembangunan kapal laut, membawa kemakmuran bagi penduduknya. Bangunan megah bergaya barock banyak berdiri di abad 17-18.
Kota Perast lebih kecil dibanding Kotor. Letaknya tepat di depan selat sempit di antara dua gunung. Di zaman dulu Perast adalah salah satu tempat pengintai musuh yang datang dari laut. Jalan raya antara Kotor dan Perast berada di atas kota tua Perast. Dari tempat parkir di pinggir jalan, Emak bisa menyaksikan Menara Pengintai Campanile dan selat di seberangnya.
Emak menuruni undakan batu di antara rumah penduduk menuju jantung kota. Tembok rumah di Perast hampir semuanya dari batu alam dan bergenteng merah. Sebagian temboknya ditumbuhi tanaman menjalar.
Pusat kota Perast tampak sepi. Walau banyak mobil terparkir di tepi jalan, hanya satu dua yang lewat. Begitu pun dengan para pejalan kaki. Hampir tak ada. Emak menyusuri pinggir pantai. Tak terlihat aktivitas berarti di lautan.
Objek wisata utama di Perast adalah dua pulau mini Sveti Dorde dan Gospa od Skrpjela. Tidak sampai setengah km jaraknya dari pantai Perast. Keduanya merupakan objek foto favorit turis, serta kerap menjadi motif kartu pos.
Sveti Dorde adalah kompleks biara, dikelilingi tembok. Dibangun mulai abad 12. Dari kejauhan terlihat dua bangunan dan pepohonan cemara. Gospa od Skrpjela adalah gereja dengan dua kubah besar dann kecil. Ada perahu sesekali datang dan meninggalkan kedua pulau. Oh, sungguh berat hati ini meninggalkan kedamaian dan keindahan seperti ini!
Wow, asyik sekali perjalanan ke Teluk Kotor Montengero. Trus untuk penduduk lokal mata pencaharaiannya apa ya kak, tadi sempat diulas tidak ada aktifitas kelautan. he he
Namanya sangat tidak mencerminkan tempatnya ya mbak Ira haha. Jadi ingat pernah lihat video Michael “Starring You” dari Teluk Kotor ini. Cakep bener!
Selama ini nggak kepikiran pingin ke Montenegero, tapi gegara tayang TV tentang Perast ini, olala jadi pingin kesana. Ada teman, dia ke Yurop nggak pingin keman mana kecuali ke Montenegro Tok. 🙂
@Travel Dieng: pas kami ke sana ada yang nyari kerang gitu. Ama katanya banyak yang kerja di sektor pariwisata.
@Cek Yan: Yoiii cakep pakai banget dah. Pengen ke sana lagi inshaa Allah di musim panas.
@Zulfa: Wow, berarti daa tarik Montegero gede banget buat dia. Enak sih negaranya gak terlalu gede. Dan garis pantainya lumayan panjang. Trus ada pegunungannya pula. Lengkap pokoke.