Keluarga Pelancong Menuju Balkan

„Horeeee, akhirnya masuk Bosnia! Alhamdulillah“, segera terucap tak lama setelah petugas imigrasi mengembalikan paspor kami. Yeah, nyaris sehari semalam semenjak memulai perjalanan di ujung barat Jerman sana, kami sampai di negeri ini.

Perjalanan kali ini relatif mendadak kami siapkan. Ada beberapa alternatif sebelumnya. Bosnia tak termasuk di dalamnya. Malah kami mau ke selatan, atau keliling Republik Ceko. Ternyata Bapak mendapatkan izin cuti panjang di kantornya. Rencana perjalanan pun berubah. Kami memutar kompas ke arah Balkan.  Pemegang visa Schengen, saat ini mendapatkan kemudahan untuk mengunjungi negara-negara Balkan. Kami bisa masuk tanpa visa untuk masa kunjungan tertentu. Ke Bosnia-Herzegovina dan Montenegro, misalnya, pemegang visa Schengen boleh masuk tanpa visa selama seminggu.

Kali ini perjalanannya rame-rame lagi. Berenam. Seru dan lebih hemat. Segala persiapan pun dilakukan. Bapak menyiapkan kendaraan sejak awal Desember. Pesan penginapan dan menyusun itinerary, hobi Emak.

Jumat sore, kami berangkat sesuai jadwal. Kami perkirakan, bakal sampai Banja Luka, kota di utara Bosnia sekira 1500 km dari rumah Sabtu siang. Nyatanya mundur. Banyak hal di luar perkiraan. Di Jerman saja, sekitar empat kali kami kena macet. Walau tak terlalu parah. Subuh kami sudah berada di Austria. Di dekat Ptuj, Slovenia, dua petugas polisi wanita memberhentikan kendaraan. Memeriksa kelengkapan paspor dan mobil. Pun menanyakan kami mau ke mana. Zuhur, kami di Kroasia. Setelah resmi masuk negera Uni Eropa, masuk Kroasia lebih mudah dan cepat. Kami tak perlu mengisi formulir lagi laiknya tahun lalu.

Macet parah melanda jelang Zagreb. Mungkin sekitar sejam kami tertahan di jalanan, sebelum navigator menunjukkan jalan desa lewat Sisak. Baru masuk A3 Kroasia, keluar kira-kira 7 km dari perbatasan dengan Bosnia. Nah, ini macet lagi. Jalan sebelum perbatasan kecil. Cukup satu baris mobil saja. Banyak juga mobil tak sabar, menyerobot antrian. Terutama bus-bus wisata dan antar negara. Sebagian orang pilih turun dari mobil. Merokok atau sekadar jalan-jalan menghirup udara segar plus asap deretan mobil. Sampah berceceran di pinggir jalan. Menjelang senja, suhu udara sore itu tak terlalu dingin.

Urusan perbatasan si paspor ijo (kami) memakan waktu lama. Mbak petugas imigrasi Kroasia meneliti paspor kami satu per satu. Memindai dua diantaranya. Lalu mengetik sesuatu di komputernya. Sedangkan, paspor warga EU cukup dilirik saja oleh para petugas. Kroasia dan Bosnia dibatasi oleh sebuah sungai. Emak tak memerhatikan, apa namanya.  Antrian panjang kembali terjadi. Apalagi kantor imigrasi Bosnia berada di kawasan ramai. Di kelilingi apartemen dan pasar. Ramai sekali. Beberapa orang jalan kaki  di buffer zone kedua negara. Saat melihat paspor ijo, petugas imigrasi meminta Bapak menunjukkan surat mobil, lalu meminta mobil parkir di depan. Saat mau keluar, petugas menyuruh kami menunggu di kendaraan saja.

Jadi bisa memerhatikan orang lalu lalang di perbatasan. Mobil-mobil diperiksa sebelum masuk Bosnia. Acak saja. Mereka disuruh membuka bagasi, membuka kopor atau membuka tas yang dicurigai petugas. Prosesnya tak lama dan berbelit-belit. Sepertinya formalitas saja. Seorang lelaki Austria membawa seekor anjing kecil diperiksa agak lama. Anak-anak muda menjajakan minuman dan CD. „Kalau ada cireng aku mau beli, „ kata Lia. Hehe.

Petugas tampaknya memindai paspor kami satu per satu. Bosnia bukan anggota Uni Eropa. Wajah saja hal itu dilakukan. Kira-kira lima belas menit kami menunggu, sebelum berteriak horeeeeeeeee!

Banja Luka masih 50 km-an dari perbatasan. Hari mulai gelap. Namun kami masih bisa mengamati desa-desa sepanjang perjalanan. Rumah-rumahnya mirip di Indonesia, kata Mas Riza. Kabel listrik masih menjulur di atap rumah. Dua kali terlihat menara masjid. Khas Turki, namun bangunan masjidnya tak berkubah. Setiap rumah  punya cerobong asap.  Rumah gedong terdiri dari dua atau tiga lantai. Ada balkon di lantai atas. Bentuk jendela dan pintu itu yang mengingatkan akan Indonesia. Halaman tiap rumah luas-luas.Jarak rumah ke jalan raya masih jauh. Sesekali ada warung dan kios yang bentuknya sekali lagi bukan seperti d i sebuah negara Eropa.

Kami kagum melihat kondisi Bosnia. Sebagai negeri yang belum lama pulih dari perang, kondisi mereka sangat sangat bagus menurut Emak. Rumah-rumahnya sudah permenen. Banyak yang terlihat sederhana, namun bersih dan rapi. Listrik tersedia merata. Dan pom bensin mudah sekali ditemukan, tak seperti bayangan kami sebelumnya.

4 Comments

Leave a Reply

%d bloggers like this: