Sesampai di Valencia, kami cuma sempat istirahat sebentar di daerah dekat stasiun. Sebelum melanjutkan tiga jam berkereta api ke Barcelona. Tiket kereta api kelas bisnis dan eksekutif di Spanyol ternyata dijual hanya berdasarkan jumlah tempat duduk. Karena sudah penuh, kami naik kereta berikutnya. Naik kereta api bisnis atau eksekutif di Spanyol, harus memeriksakan tas di ban scanner. Untuk alasan keamanan, kata mereka. Mungkin akibat bom di kereta api bertahun lalu. Keretanya sendiri nyaman, hanya jarak antar bangku agak sempit. Tak seperti kereta versi Jerman yang lebih lapang.
Kereta api berjalan melalui pesisir Laut Tengah. Lewat kebun-kebun jeruk, buah zaitun, serta pantai dengan rumah-rumah peristirahatan. Semua tampak teratur, bersih, damai. Pantas saja Spanyol menjadi salah satu tujuan wisata favorit orang Jerman. Matahari timbul tenggelam tertutup awan.
Malam hari kami sampai di stasiun pusat Barcelona. Bangunan besar dan mewah untuk ukuran sebuah pemberhentian kereta api. Agak bingung kami mencari halte metro (tram bawah tanah). Tanya seorang petugas, ternyata lokasinya dekat bagian yang sedang direnovasi. Tak ada lift atau eskalator turun pula. Jadinya Bapak harus menenteng ransel besar sekaligus memebawa kereta dorong Embak. Kami harus tiba di penginaan sebelum pukul sepuluh malam. Letak kantor penginapan itu, di daerah Ramblas. Ramblas di malam hari sangat padat. Entah oleh para turis atau penduduk setempat. Kami berjalan pelan menghindari keramaian sebisa mungkin. Sebab kabarnya banyak tangan-tangan jahil pencopet berkeliaran di daerah ini.
Penginapan kami terletak di daerah elit Barcelona, Eixample. Satu halte metro dari Ramblas. Memang tak terlalu dekat dengan halte kendaraan umum. Namun sangat nyaman. Dapurnya modern dan lengkap alat-alatnya. Semua peraturan tertulis jelas di banyak tempat. Aturan utamanya, adalah tidak membuat ribut. Heran juga bagaimana mereka bisa menetapkan harga murah untuk fasilitas sebagus itu.
Paginya, kami tak menyiakan waktu. Memulai jalan keliling kota sepagi mungkin. Kelar sarapan, mulailah kami menjelajahi Passeig de Garcia ke arah Ramblas. Toko-toko besar di sepanjang jalan masih tutup. Hanya kafe dan tempat-tempat makan sudah mulai dikerumuni pembeli. Para pekerja baru saja menuju tempat kerja masing-masing. Trotoar jalan ini sangat lebar dan bersih. Sama seperti di Valencia, pohon-pohon jeruk menjadi penghias jalanan. Semuanya tampak megah dan elegan di Barcelona. Apartemen, bangunan-bangunan rancangan Gaudi, juga wanita-wanitanya. Gedung-gedungnya punya arsitektur unik. Dandanan mereka terkesan berkelas tinggi dan sangat modis. Tiada mengherankan, jika banyak toko pakaian terkemuka seperti Mango dan Zara berasal dari sini.
Kami terus berjalan hingga La Ramblas. Beda dengan malam sebelumnya, pagi itu jalan ini terlihat tak terlalu ramai. Kios-kios cinderamata baru saja buka. Beberapa gelandangan tiduran di bangku jalan. Ramblas sendiri adalah sebuah jalan raya dengan pepohonan dan trotoar sangat lebar di tengahnya. Trotoar ini menjadi pusat penghidupan dan keramaian. Meski tak ramai, rupanya para seniman jalanan telah memulai aksi mereka. Mereka berkostum aneka warna. Dari kostum patung keemaran, keperakan, badut, hingga peri-peri bersayap lebar. Orang mesti membawa banyak receh jika ingin memberi mereka masing-masing uang.
Mampir ke pasar besar, La Boqueria, kami perhatikan bahwa orang bisa berbelanja dengan kartu kredit di pasar tradisional ini. Perjalanan kemudian berlanjut ke Monument a Colom, monumen berpilar jangkung setinggi 60 meter berhias patung-patung raksasa serta pahatan indah di sekelilingnya.
Capek dan mulai lapar, kami putuskan rehat sejenak sambil makan bekal makan siang di bangku tak jauh dari monument. Pemandangan sekeliling kami juga indah. Hanya beberapa puluh meter mata memandang, tampak deretan perahu motor kecil sedang diparkir. Menampakkan sisi maritim Barcelona.
Sapuan angin laut lama-kelamaan terasa menusuk juga. Untunglah kami telah sedia jaket agak tebal. Bekal sudah pindah ke perut, perjalanan berlanjut. Kami berjalan ke daerah Barri Gotic, lokasi sebuah katedral bergaya gothik. Nama lengkapnya La Catedral de la Santa Creu i Santa Eulalia. Dia berada dalam kompleks luas mantan kuil buatan bangsa Romari. Ukuran katedralnya gigantis. Susah sekali memotret fisiknya dari jarak dekat. Daerah di sekitarnya juga merupakan tempat pusat keramaian. Bus-bus wisata lalu lalang. Mengankut wisatawan dalam dan luar Spanyol. Tempat-tempat makan dipenuhi pelanggan. Toko-toko kecil berjualan segala macam barang berderet-deret.
Kami sendiri, hanya sekedar lewat sambil mengabadikan foto di sana-sini. Tak lama, kami telah berada dalam sebuah metro menuju Sagrada Familia.
Gereja raksasa Sagrada Familia merupakan salah satu lambang kota Barcelona. Dibangun sejak 1882, mulai dikomandoi arsitek terkenal Antoni Gaudi mulai 1883, bangunan ini belum rampung hingga Gaudi meninggal tahun 1926. Sampai sekarang pun gereja dengan menara-menara menjulang berbentuk tulang ini baru 8 dari 12 menara lonceng selesai dikerjakan. Seorang teman menjulukinya gereja yang tak pernah rampung. Saking lamanya proses pembangunannya. Diperkirakan, di tahun 2026 wujudnya menjadi sempurna. Walaupun demikian, sebagain sudah bisa dinikmati, dijadikan latar belakang foto kenang-kenangan.
Puas berfoto, diselingi mengisi perut lagi di sebuah tempat makan, hari telah menjelang senja. Padahal kami masih ingin berkunjung ke Camp Nou, markas besar FC Barcelona. Kami belum tahu lokasi tepatnya. Makanya tujuan kami arahkan ke stasiun pusat dulu. Mencari informasi lebih lanjut.
Emak bertanya kepada seorang ibu petugas di stasiun. Sambil mengulang-ulang „La Barka – La Barka“. Maksudnya adalah La Barca. Eh, si ibu petugas berkali menggeleng tak mengerti. Baru setelah Emak bilang football club, si ibu ngeh. Ah, La Barsya ( La Barca), katanya. Dia menujukkan satu tempat di peta, sambil memberi tahu di halte metro mana kami harus berhenti.
Hari semakin gelap. Kami masih memeiliki semangat tersisa. Demi melihat salah satu stadion terbesar di Eropa. Sayang sekali baterai kamera Emak sudah KO. Tinggal kamera lainnya yang tak terlalu bagus untuk pengambilan gambar di malam hari. Camp Nou terlihat sangat sepi. Hanya lampu-lampunya memijar di sekeliling kompleks stadion. Sekilas memandang saja sudah bisa kami simpulkan bahwa kompleksnya sangat luas. Kami cuma bisa membayangkan suasananya ketika suatu pertandingan sepakbola berlangsung disini. Seperti kami duga sebelumnya, hampir semua foto-foto jepretan berlatar belakang Camp Nou tak bisa dinikmati secara maksimal. Entahnya, samapai kini pun kami lupa dimana menyimpan datanya.
Camp Nou adalah pemberhentian kami terakhir malam itu. Tiada terasa, sebelas jam kami mengembara di Barcelona. Membawa banyak sekali kenangan dan pengalaman.<–>
perjalanan yg seru n mengasikan kawan 🙂
trims apresiasinya…..
enaknya yg ke mana2.. mauuu!!
hayuk…..
kisah pelancongan yang amat berguna bagi pemula yang berencana melancong. Terusin kisah perjalanan yang lain, kalo bisa sampai detil (misalnya tarif hotel, kereta, tram, cara beli tiket, dsb)
Terima kasih banyak buat keluarga pelancong yang telah berkenan berbagi pengalaman
hidup keluarga pelancong !!!
[…] Dengan kondisi Embak serta Emak yang sedang hamil 6,5 bulan, kami memutuskan utuk melancong sambil lalu saja. Tak terlalu memaksakan diri untuk melihat banyak obyek wisata utama seperti biasa. Apalagi dalam empat hari perjalanan, kami ingin sekalian mampir ke Barcelona. […]
kok g’ ngajak aq sich klu ke Valencia…………….
Makasih, Tio, Lisa.. 🙂
[…] Agar murah, maskapai ini menggunakan bandara-bandara kecil sebagai tempat mangkalnya. Jika ingin ke Barcelona misalnya, penumpang tak bakal turun di bandara internasional Barcelona. Melainkan di kota Girona. […]