
Namanya budget traveler semacam Emak, kemana-mana mesti sebisa mungkin nyari tempat wisata gratisan. Menjadi kebanggaan haqiqi bila bisa menmukan tempat wisata asyik tanpa perlu merogoh kocek terlalu dalam. Palingan modal beli tiket. Kalau masih bisa ditempuh dengan jalan kaki, tentu lebih membanggakan lagi. Termasuk ketika Emak berada di Tokyo. Kami memang muter-muter Tokyo aja selama hampir seminggu. Lha itu aja seperti gak ada habisnya. Dari satu tempat ke tempat lainnya butuh waktu setengah jam naik subway. Belum ditambah waktu jalan kaki. Rencana mau liat Gunung Fuji dari dekat, batal. Emak pun belum pengen naik skytree, ke Disneyland atau DisneySea. Kalau jalan sama anak-anak, mungkin bakal berbeda.Salah satu tempat asyik gratisan di Tokyo adalah taman. Emak ke Taman Ueno dan Yoyogi. Taman Yoyogi letaknya dekat dengan Kuil Meiji.
Baca juga: Seputaran Kuil Meiji Tokyo
Kami ke Taman Ueno saat hari pertama jalan-jalan di ibukota Jepang ini. Naik Keisei Line ke Stasiun Ueno. Keisei line dan JR memiliki stasiun di Taman Ueno. Bangunan stasiunnya beda. Selain itu, kita bisa menggunakan subway Ginza Line atau Hibiya Line. Taman luas segera menyambut kami sekeluar dari stasiun. Melewati sebuah undakan lumayan panjang. masuk kompelks taman, kami segera merasakan atmosfer berbeda. Alunan musik lembut mengalun di seputar taman yang asri. Sangat kontras dengan hiruk pikuk manusia dan gedung-gedung modern di luarnya.
Pengalaman Ueno sebagai taman sudah sangat lama. Tempat ini pertama kali menjadi taman umum sejak tahun 1873. Atas saran seorang militer asal Belanda, Dr. Anthonius Franciscus Bauduin (1820 – 1885). Isi taman gak cuma pohon, padang rumput, bunga-bunga, atau kolam, ia juga memiliki beberapa museum besar, galeri seni, kuil, patung-patung, hingga kebun binatang. Taman Ueno salah satu tempat terbaik di Tokyo untuk menikmati keindahan bunga sakura di museum semi. Lokasi keberadaan deretan Sakura tergambar di petanya dengan jelas. Tempat ini mudah dinavigasi, bahkan oleh pengunjung pertama seperti kami sekali pun.
Kiyomizu Kannon Temple

Melihat banyak orang masuk sebuah kuil, kami mbebek, alias ikutan. Ternyata itu kompleks bangunan Kiyomizu Kannon Temple. Temple tertua Tokyo, dibangun tahun 1632. Oh ya, di Tokyo ada temple ada kuil (shrine). Emang gak bisa mbedain. Dari luar sepertinya sama saja. Kami juga tidak lama di sana. Hanya foto-foto sebentar di luaran. Bagian dalamnya tak boleh difoto. Di bagian belakangnya terdapat sebuah balkon kayu lumayan luas. Katanya untuk melihat tsuki no matsu (pine tree of the moon). Lingkaran yang dibentuk dari batang pohon pinus.
Toshogu Shrine
Kami terus berjalan menyusuri rute Bunga Skaura, meski di musim panas jelas bunga sakura sudah jadi kompos. Sampailah kami di kebun binatang. Tapi ndak masuk. Karena ndak gratis. Belok lagi sehingga ketemu kuil yang lain, Toshogu Shrine.

Ueno Toshogu merupakan sebuah kuil yang dibangun untuk menghormati agama Shinto. Dibangun pada tahun 1627, serta didedikasikan bagi Tokugawa Ieyasu (1542 – 1616) pendiri Tokugawa Shogunate. Tokugawa Shogunate, pemersatu seluruh wilayah feodal Jepang, berkuasa selama 265 tahun, dikenal sebagai zaman Edo. Prestasi ini menjadikan Tokugawa sebagai salah satu ksatria paling dikenal sepanjang sejarah Jepang. reputasinya sebagai pemimpin yang bijaksana dan penyabar sangat dihormati warga Jepang hingga saat ini.
Kami masuk lewat gerbang beton tinggi, menyusuri deretan semacam lentera batu yang lumayan tinggi. Lebih tinggi dari tinggi manusia rata-rata. Jumlah mereka puluhan. Dipayungi pepohonan rindang di atasnya. Ramai turis masuk ke kompleks ini. Ada pagar pembatas lagi sebelum kita masuk lebih dalam. Seperti kuil lain di Tokyo, di sini terdapat sebuah gazebo air pembasuh. Gazebo ini terletak di antara lentera-lentera logam.
Kami foto-foto tak lama di dekat bangunan utama kuil. Kalau mau masuk ke dalam bayar 500 yen. Kami tak punya waktu untuk berlama-lama di sana.
Bentendo Temple dan Hexagonal Tower
Kami keluar taman, turun lewat undakan panjang. Awalnya kami tidak yakin mau kemana dulu. Yawes, sebelum makan siang kami menuju Temple terapung Bentendo di tengah Kolam Shinobazu. Temple satu ini dibangun seperti Hogon-ji Temple yang terapung di tengah danau terluas Jepang, Danau Biwa. Awalnya Bentendo juga terapung di tengah danau kecil. Akan tetapi, semakin lama, pengunjung semakin banyak. Sehingga dibangun sebuah jembatan beton ke arah Bentendo.

Bentendo dibangun dan dipersembahkan bagi Benzaiten (Saraswati) dengan harapan perdamaian bagi negara dan kemakmuran bagi rakyatnya. Benzaiten merupakan seorang dewi dari India. Simbol panjang usia, keberuntungan, kebahagiaan, dan kemakmuran.
Di dekat jembatan ke arah Bentendo, terdapat beberapa penjual makanan tradisional. Kami juga melihat seorang nenek yang sudah sangat sepuh, dengan tekun membersihkan rerumputan di bawah sebatang pohon rindang. Cuaca Tokyo di bulan akhir Mei lumayan panas. Tepat di depan bangunan utama ada setumpuk dupa. Kita bisa mendapatkannya dengan 100 yen per batang. Lalu menyalakan di tempat yang sudah disediakan. Emak lebih tertarik melongok ke bangunan utama. Sebab terdengar suara mirip genderang di dalamnya.
Menara hexagonal beraga di belakang. Tak terlalu kelihatan dari depan. Kami duduk-duduk sejenak di areal Bentendo. Sembari mengamati orang-orang sedang piknik atau makan siang. Damai sekali di sini. Kolam di sekitarnya ditumbuhi tanaman hijau. Sebagian yang tak ditanami terlihat memiliki ikan-ikan besar.
***
Setengah harian di Taman Ueno, ternyata banyak kami habiskan di kuil dan temple. Sambil jalan-jalan di antara rimbunnya pepohonan. Kalau lagi musim panas, enak banget di sini. Ademm.
Baca juga: Wisata Belanja Tokyo
Baca juga: Halal Traveling Tokyo
Duh tambah pengen mrono hihihi…. Soale Jepang iki destinasi impian ket cilikanku. Generasi penggemar Google V, Voltus, Megaloman sampe Oshin hahaha.. Tapi sg paling marai terobsesi iku jaman nonton Oshin..
@Mbak Ellys: sing wis mrono wae isih pengen menenh, Mbak. Kurang kathek yen cumak sepisan. Hooh, podho, senenganku Oshin karo pilem robot2an. 😀
Dewi Sarawaswati nggak hanya dipuja di India dan Indonesia, juga dijepang sebagai keberuntungan dan kebahagiaan.
@EmakMbolang: iyooo, ternyata demikian, meski namanya beda, yah. Tapi yang dimaksud sama.