Sebuah keluarga muda mengunjungi keluarga pelancong di Bremerhaven. Tepat saat Piala Dunia 2006 di Jerman berlangsung. Tentu saja mereka ingin menikmati atmosfir ajang perebutan gelar sepak bola bergengsi di tingkat dunia ini. Posisi tempat tinggal kami ketika itu dekat dengan kota Hamburg dan Hannover, dua kota penyelenggara pertandingan.
Kami pilih untuk datang ke Hamburg saja hari itu. Kotanya lebih besar dan memiliki lebih banyak obyek wisata. Di samping itu, agar tiket harian tak mubazir, kami ajak para tamu untuk berkunjung Lübeck, sebuah kota di tepi Pantai Timur Jerman. Kami juga belum pernah kesana sebelumnya.
Tiket harian berlaku untuk kereta ekonomi sehari penuh. Kami berangkat pagi dari Bremerhaven. Hampir tiga setengah jam lamanya. Mnejelang tengah hari kami sampai di sana. Di stasiun yang sedang direnovasi. kantornya hanya berupa kontainer non-permanen. Hari terasa panas dan berangin. Kami kunjungi bentar kantor informasi wisata tak jauh dari stasiun. Untuk mendapatkan sebuah peta kota.
Letak pusat kota tak terlalu jauh. Kami memilih berjalan kaki untuk lebih dapat menikmati suasana kota. Sayangnya hari itu atmosfer Lübeck penuh oleh puluhan juta serangga kecil. Beterbangan mengganggu pemandangan dan berkali masuk ke mata kami.
Lübeck dulunya adalah tempat tinggal para saudagar dan bangsawan. Karena letak strategisnya di pantai timur. Dia hidup dari perdagangan pariwisata, dan industri kapal besar.
Kami menyeberang sebuah jembatan dan sampai di lambang kota, Gerbang Holstentor. Sayangnya dia sedang direnovas. Gerbang indah yang dibangun di abad kelima belas ini sama sekali tak terlihat. Tertutup kain besar, iklan sebuah bank terbesar di negeri ini.
Melewati gerbang, sampailah kami di pusat kota. Kata Ima, teman perjalanan kami, bentuk rumah-rumah tua di tepi sungai tadi mirip di Ghent, Belgia. Cantik sekali. Menyusuri gang-gang sempit berjalan batu di kota-kota tua, timbul rasa melankoli kami. Rumah-rumah tua dari batu bata, eksteriornya yang terlihat kuno, membawa kami ke masa silam. Para penduduk sini merawat kota tua mereka dengan sangat baik. Ada museum boneka ingin kami datangi. Namun tak kesampaian. Waktu kami sangat sempit di kota ini. Jalan-jalan berlanjut ke arah salah satu gereja tertua Eropa, Heiligen-Geist-Hospital terlihat masih megah di usianya yang berabad. Dan masih berfungsi hingga tahun enam puluhan.
Dari rumah sakit tua, kaki kami melangkah menuju pusat pertokoan di kota tua. Di mana balai kota indah Lübeck berdiri. Mulai didirikan tahun 1230 masehi, bangunan tua ini telah mengalami banyak sekali perombakan dan perluasan. Mayoritas terbuat dari batu bata merah, bangunan ini punya banyak menara di bagian atapnya. Setiap menara mini ini memiliki bendera. Jadi mirip istana negeri dongeng saja. Ramainya pusat kota di daerah pejalan kaki dan sempitnya jarak potret membuat kami kesulitan memfoto keseluruhan bangunan. Melalui koridor berbentuk gerbang, para pengunjung bisa masuk ke pelataran dalam balai kota. Sayangnya sebagian juga sedang dalam perbaikan.
Dekat balai kota ada bangunan besar lainnya, gereja St. Marien. Arsitektur gereja sini mengingatkan kami pada bangunan-bangunan di Hamburg dan Bremen. Apakah ini ciri arsitektur di Jerman Utara? Atau kota Hansa? Entahlah.
Sempat melewati sebagian daerah pemukiman di kota, waktu kami di kota ini pun paripurna. Waktunya naik bus kota kembali ke stasiun. Mengunjungi kota metropolitan Hamburg.
andaikan daku bs mengunjunginya…membaca kisah perjalanan keluarga ini..benar2x membuatku iri dech….
semoga suatu saat kesampaian, ya…..