Masjid Eyup Sultan Istanbul

Masjid Istanbul
Masjid Eyup, dilihat dari bukit

Mbak Lia Er, teman di Istanbul, sejak awal sudah menyarankan Emak dan keluarga untuk mengunjungi beberapa makam para sahabat di Istanbul.

„Makam para sahabat termasuk jarang dikunjungi turis,“ papar Mbak Lia Er.

Istanbul kota sangat luas di dua benua, Eropa dan Asia. Luasnya sekitar delapan kali luas Jakarta. Lima hari di kota ini, hanya bagian Eropa saja berhasil kami jelajahi. Bagian Eropa Istanbul menyimpan banyak atraksi wisata dan sejarah. Konstantinopel adalah namanya di bawah kekuasaan Byzantium.

Di Eyup, menurut buku panduan, ada makam beberapa sahabat Rasul, beberapa orang penting di zaman Turki Usmani dan sultan. Paling ramai adalah makam Ayyub al-Anshari. Dari beliaulah nama Eyup berasal.

Mulanya kami pesimis akan sempat mengunjungi Eyup. Museum Ayasofia, Istana Topkapi, Masjid Sultanahmet dan masjid-masjid besar lainnya mengantri daftar kunjungan. Semua butuh waktu tak singkat.

Pesimis itu berubah jadi keinginan kuat ketika tak sengaja kami melewati satu makam di samping kompleks Masjid Sultanahmet. Kami temukan peta khusus makam sahabat, pahlawan, para sultan dan keluarganya di  Istanbul. Kompleks Eyup ditampilkan khusus lengkap di halaman belakang.

Sehari sebelum pulang, kami kunjungi Eyup. Informasi bus kami dapatkan dari Mbak Lia Er. Dari terminal Eminonü, naik bus 99A. Saat naik, kami sudah pesan ke Pak Sopir, “Eyup el-Anshari. Don’t forget.”

Bus berjalan menyusuri Golden Horn. Lewat taman-taman dan pemukiman penduduk. Hari cerah dan panas. Pak sopir pun memanggil kami dan beberapa turis ketika sampai. Dari halte bus, tak kelihatan masjid besar Eyup. Kalau tak diberitahu Pak Sopir, kami tentu kesasar.

Lokkum manisan Turki
Antri mendekati makam

Eyup memang tak ramai oleh turis Sultanahmet dan sekitarnya. Di sini lebih banyak terlihat warga lokal. Wanita-wanita berhijab rapi. Air muncrat besar menghiasi bagian depan pelataran sebelum masuk kompleks masjid. Rumah makan dan kios-kios penjual aneka penganan ikut menyemarakkan suasana Eyup. Dari kejauhan, Masjid Eyup terlihat sederhana. Terbuat dari bebatuan berwarna terang. Dua menaranya menjulang di antara pepohonan yang sedang meranggas. Burung-burung ramai sekali bercengkerama di pepohonan itu. Kompak terbang ketika ada orang iseng mengejutkan mereka.

Kami putuskan untuk berziarah ke beberapa makam terlebih dahulu. Berkeliling berdasar petunjuk peta khusus yang kami dapatkan sebelumnya. Daerah sekitar masjid adalah kompleks pemakaman luas. Tak hanya makam orang-orang penting di Istanbul, namun juga pemakaman warga. Bukit di belakang masjid pun terlihat penuh dengan batu nisan.

Kisah penyerangan Konstantinopel oleh bala tentara muslimin sebenarnya sudah dimulai sejak tahun 669 masehi. Tercatat lima kali penyerangan dilakukan oleh kaum muslimin sejak masa kekhalifahan Mu’awiyah. Sebelumnya Rasulullah sudah memuji sosok yang akan menaklukkan ibukota Byzantium ini. Dalam satu sabdanya, Baginda Rasul berkata, „Kota Konstantinopel akan jatuh ke tangan Islam. Pemimpin yang menaklukkannya adalah sebaik-baiknya pemimpin dan pasukan yang berada di bawah komandonya adalah sebaik-baik pasukan.“ (H.R. Ahmad bin Hanbal Al-Musnad 4/335)

Beratus tahun, penyerangan selalu gagal dilakukan. Tembok tebal Konstanstinopel terlalu kuat untuk dirobohkan kaum muslimin. Banyak di antaranya gugur di sekitar tembok tangguh Theodosius. Baru sekitar 800 tahun kemudian, pada 1453, Konstanstinopel jatuh ke tangan kaum muslim di bawah kepemimpinan Muhammad Al-Fatih (Sultan Mehmed II).

Salah satu sahabat yang diyakini wafat dan dikebumikan di Istanbul adalah Khalid bin Zaid Al-Anshari An-Najjari, dikenal sebagai Sultan Ayyub. Beliau membuka pintu rumahnya ketika Rasul hijrah ke Madinah. Lokasi makam beliau awalnya tak diketahui. Penasihat spiritual Sultan Mehmed II, Syeh Aksemsettin mengetahui keberadaannya lewat mimpi. Sultan kemudian memerintahkan untuk membangun sebuah makam dan masjid. Di pelataran inilah setiap sultan yang baru naik tahta dipasangkan Pedang Usman, sang pendiri Dinasti Usmaniyyah.

Kami memasuki deretan makam para tokoh. Makam mereka kebanyakan berbentuk heksagonal beratap kubah. Mirip deretan masjid-masjid kecil. Di sekitar makam besar, ada banyak nisan. Nisan tinggi dan bertuliskan kalimat arab.

Di dalam makam para tokoh, bagan depannya dipasang turban asli atau batu nisan berbentuk turban. Banyak makam bisa dimasuki. Sebagian tertutup untuk umum. Pengunjung hanya bisa melihat makam dari jendela kaca.

Orang ramai lalu lalang. Kadang mendekat ke makam atau jendela sambil menengadahkan tangan mendoakan arwah Eyup. Ada yang sendiri, ada yang bergerombol. Serombongan ibu berpakaian hitam berjalan di jalanan kompleks makam sambil bersama menengadahkan tangan. Emak mendengar mereka membaca Al-Fatihah berulang-ulang.

Hari semakin panas. Kami berjalan cepat. Memperhatikan sekilas saja makam-makam tersebut. Termasuk makam Sultan Mehmed V. Setelah mengunjungi makam Ayyub al-Anshari, kami ingin salat zuhur di masjid.

Jamaah datang bagai bah. Hari Sabtu ternyata seorang tokoh agama berceramah di Masjid Eyup. Mengantri, kami masuk untuk melihat makam. Berimpitan, saya berusaha menjangkau jendelanya. Semua ingin berada sedekat mungkin. Berdoa dengan khusyuk untuk salah satu orang yang pernah dekat dengan Rasulullah. Beberapa tampak menangis tersedu. Ketika berada dekat sekali dengan jendela, Emak lihat interior makam sedang direnovasi.

Masuk ke ruang dalam masjid, orang sudah ramai mendengarkan ceramah. Sayang kami tak mengerti isinya. Emak menunggu bersama rombongan ibu-ibu Turki di satu sisi masjid, dekat makam. Memperhatikan para jamaah meminum air dari keran-keran di sekitar pohon besar di sisi makam.

Jelang waktu salat, jamaah pria bertambah ramai. Ibu-ibu dipersilakan keluar ke pelataran. Tikar  dibagikan. Setiap kali tikar digelar, langsung penuh ibu. Emak tak kebagian tempat. Waktu salat tiba, Emak copot jaket untuk alas sembahyang. Seorang ibu Turki meminta izin salat di sebelah. Setelahnya, beliau memeluk dan mencium pipi Emak sebagai tanda terima kasih.

Usai sembahyang orang tak segera meninggalkan masjid. Mereka bersalaman, saling mendoakan. Keluar masjid, jamaah disambut banyak orang di dekat gerbang. Yang membagikan, kurma, gula dan lokkum (manisan khas Turki) bagi siapa saja yang hendak.

5 Comments

Leave a Reply

%d bloggers like this: