Masjid-Masjid Istanbul

Dengan sekitar 3000 masjid di Istanbul, kita tak akan kekurangan atraksi wisata religi. Tiap beberapa ratus meter, kami bertemu masjid. Menaranya menjulang ke langit. Kubahnya unik dan cantik. Interiornya menawan.

Lima hari di Istanbul, entah berapa masjid kami kunjungi. Salat atau berniat datang untuk mengagumi keindahan arsitekturnya. Sebagian besar masjid yang kami kunjungi dibangun di masa Turki Usmani. Beberapa lebih kuno. Dibangun di zaman Byzantium, lebih dari seribu tahun silam. Ayasofya, misalnya. Adalah gereja di zaman Byzantium. Saat Istanbul masih bernama Konstantinopel. Saat Turki Usmani memerintah, ia berfungsi sebagai masjid. Sekarang museum.

Sultanahmet

Masjid Sultanahmet berjulukan Masjid Biru ada dalam satu kompleks luas. Terdiri dari taman dengan air muncrat, imaret (tempat memberi makan orang miskin), hamam (pemandian umum), bazar (pasar). Antara masjid dan taman terhampar ruang terbuka luas, Hippodrom. Area publik sejak zaman Byzantium. Beberapa monumen kuno masih berdiri. Termasuk Obelisk Theodosius,  didatangkan dari Mesir kuno, dibuat abad 15 sebelum masehi.

Sultanahmet I (berkuasa 1603-1617) ingin membangun masjid lebih megah daripada Ayasofya. Bermenara 6, Ayasofya 4. Sayang beliau meninggal hanya setahun setelah masjid ini berdiri. Dimakamkan dekat makam istrinya di dalam kompleks masjid.

Keluarga pelancong masuk lewat Hippodrom, naik tangga menuju kompleks utama masjid. Kubah masjid menakjubkan. Kubah utama ditengah  disangga tumpukan kubah lebih kecil. Membentuk kaskada dengan menara-menara di pinggirnya. Pengunjung masuk ke inner courtyard. Ruang terbuka dengan tempat wudu di bagian tengah dan ruang lain berpintu banyak di sekitarnya.

Muslim dan non-muslim masuk dari pintu berbeda. Bagi non-muslim disediakan scarf penutup kepala dan jubah jika pakaiannya dianggap terlalu terbuka. Di dekat pintu masuk tersedia tas kresek tipis untuk tempat sepatu.

Aura kemegahan langsung terasa begitu masuk. Karpet merahnya empuk. Lampu-lampu temaram bercahaya kuning berbentuk lingkaran besar menggantung tak jauh dari kepala jamaah. Empat pilar marmernya terlihat gigantis. Menyangga kubah utama di bagian tengah. Dua ratus enam puluh jendelanya didekorasi dengan motif dan warna-warna indah. Puluhan ribu keramik Iznik dan kaligrafi menutupi sebagian besar dinding bagian atas masjid. Bagai batik indah ditempel ke dinding. Warna birunya yang dominan memberi julukan Masjid Biru padanya.

Ayasofya Kecil

Masjid kecil di Istanbul
Ayasofia kecil atau Kucuk Ayasofia

Dibanding saudara “besarnya”, bekas gereja ini terkesan sederhana. Namun bagian dalamnya tak kalah memesona. Letaknya di ujung Kücük Ayasofya Caddesi. Kami tiba ketika azan zuhur berkumandang. Tempat wudu ada di bagian luar. Sepi saja suasananya.

Seperti halnya Ayasofya, ia dibangun atas perintah Kaisar Justinian tahun 527. Interiornya mirip Ayasofya. Ia terlihat lebih terang sebab dindingnya didominasi warna putih. Kaligrafi indah dilukis di lengkungan atau sebagian kubah. Ia menjadi sebuah masjid sejak sekitar tahun 1500.

Kubah utamanya disangga oleh pilar-pilar keramik berwarna kehijauan. Galeri bagian atas tertutup karpet biru tebal. Terasa tak rata permukaannya saat diinjak. Tak ramai turis. Satu dua orang datang memotret.

Suleymaniye

Masjid Sultan Suleyman Turki
Masjid abad kejayaan

Sultan Suleyman adalah sultan terbesar, terkaya, dan paling lama berkuasa di Turki Usmani (1520-1566). Terpelajar, berbicara 5 bahasa, pecinta budaya. Membawa Turki Usmani pada abad kejayaan artistik, literatur dan arsitektur.

Di bidang arsitektur, Sultan Suleyman menunjuk orang tepat sebagai arsitek istana : Koca Mimar Sinan. Orang menjuluki beliau Michaelangelo-nya Turki Usmani. Ratusan karya besar beliau hasilkan. Di antaranya adalah Masjid Sulemaniye (1550-1557).

Masjid ini terlihat sepi. Tak banyak dikunjungi oleh turis maupun jamaah. Dibanding Sultanahmet, tak banyak mozaik keramik Iznik di sini. Bukan berarti interiornya kurang indah. Sebaliknya. Ia terlihat sederhana, namun elegan. Satu ruangan berbentuk bujur sangkar dengan empat pilar raksasa. Kubah-kubahnya berhias kaligrafi dan lukisan. Di luar terdapat makam Sultan Suleyman dan istrinya.

Yeni Camii

Emak dan keluarga datang kemari untuk salat Maghrib. Yeni Camii (Masjid Baru) aslinya bernama Masjid Valide Sultan. Dibangun antara tahun 1597 – 1663. Terdiri dari satu kompleks dengan total 66 kubah. Dari luar, temboknya terlihat gelap dan tua. Inner courtyard-nya memesona. Punya banyak ornament dan pahatan di berbagai sudut. Dinding luarnya berhias kaligrafi biru.

Ketika menunggu Bapak selesai sembahyang, seorang perempuan tua bergamis hitam mendekati. Anak lelaki berusia sekitar 7 tahun ada di dekatnya. Emak pikir orang Turki. Beliau berbicara bahasa Arab. Emak menggeleng tak mengerti.

„Suriah, „ katanya sambil mengulurkan tissue.

Emak paham. Ibu ini meminta uang.

„Tunggu suami saya sebentar,“ kata Emak dalam bahasa inggris. Saat itu Emak tak memegang uang sendiri. Beberapa wanita Turki menyalami si ibu sambil memberikan uang. Mereka mengobrol sejenak. Sebelum pulang, Emak juga menyalami dan memeluknya.

Fatih

Konstanstinopel ibukota Byzantium terkenal akan temboknya yang kokoh. Penguasa memasang rantai besar di Golden Horn. Mencegah kapal-kapal laut musuh melintasinya. Muhammad al-Fatih cerdas. Satu malam, beliau memerintahkan pasukannya mengangkat kapal-kapal perang ke daratan. Pasukan Byzantium sangat terkejut akan serangan tiba-tiba Muhammad al-Fatih (Mehmet II) dan pasukannya.

Sekilo meter sebelum Masjid Fatih, suasana keislaman kental terasa. Kami bertemu banyak sekali wanita muda berpakaian tertutup serba hitam. Sesekali terlihat kedua mata dan sebagian hidung, sehingga hijabnya membentuk segitiga di bagian wajah.

Masjid Fatih selesai dibangun tahun 1470. Satu kompleks lengkap dengan madrasah, dan penginapan bagi para musafir. Tahun 1766, terjadi gempa hebat yang meluluhlantakkan masjid. Setelah dibangun kembali, api menghancurkannya. Dibangun kembali oleh Sultan Abdulhamid I. Di luarnya, terdapat makam Muhammad al-Fatih.

Ia sedang direnovasi saat kami berkunjung. Hari itu Jumat, masjid penuh lelaki yang hendak salat Jumat. Emak tak ikut masuk. Menunggu di luar hingga suami selesai sembahyang Jumat.

Dua gadis berjilbab hitam lebar menyapa kami. Menanyakan kami dari mana. Tiba-tiba seorang ibu memberi anak-anak lira. Emak menolak halus, beliau memaksa.

Usai salat, di bagian lain pelataran rupanya ada pembagian kotak makan siang gratis. Ingin kami mengantri. Kami urungkan melihat antrian mengular.

Ah, banyak sekali kisah indah masjid Istanbul.

3 Comments

Leave a Reply

%d bloggers like this: