Masjid Sang Penakluk

Penakluk Konstantinopel
Masjid Fatih, Istanbul

Tak sedikit masjid indah diantara  ribuan masjid Istanbul. Sultanahmet sudah pasti jadi magnet wisawatan. Letaknya juga strategis. Di pusat kota Istanbul. Dekat dengan Ayasofya, Yerebatan Sarnici dan Istana Topkapi. Selain Sultanahmet, masjid apa lagi yang wajib dikunjungi ketika berkunjung di kota menakjubkan di antara dua benua ini? 

Ada setidaknya tiga masjid lagi menurut Emak yang tak layak dilewatkan ketika mengunjungi kota Istanbul. Masjid Suleymaniye, Masjid Sultan Ayyub (Eyup Sultan) dan Masjid Fatih. Ketiganya punya sejarah, keunikan, dan keindahannya masing-masing. Namun, sejarah Istanbul sendiri tak bisa lepas dari sosok Muhammad al Fatih, atau Sultan Mehmet II (hidup pada tahun 1432-1481). Di bawah kepemimpinan beliaulah Konstantinopel, ibukota Byzantium yang besar, jatuh ke bawah kekuasaan Turki Usmani.

Konstantinopel lalu dikenal sebagai Istanbul, menjadi ibukota yang imperiumnya kemudian mencapai tiga benua : Asia, Eropa, dan Afrika.

Emak dan anggota keluarga pelancong lainnya mengunjungi Masjid Fatih Istanbul di suatu hari Jumat. Bapak ingin sembahyang Jumat di sana. Saat itu kami baru saja mendatangi beberapa objek peninggalan Kekaisaran Byzantium. Lalu berjalan kaki turun naik perbukitan Istanbul menuju masjid tersebut.

Kisah perebutan Konstantinopel sungguh heroik. Saat itu Byzantium sudah lemah. Hampir seluruh daerah kekuasaannya sudah dikuasai Turki Usmani, kecuali Konstantinopel yang punya tembok tebal, kuat dan sulit dikalahkan.

Untuk membatasi gerak Konstantinopel di Selat Bosphorus, jalan air penting bagi kota ini, Muhammad al-Fatih membangun benteng Rumeli Hisari di sisi Eropa. Serta benteng Anadolu Hisari di sisi Asia. Untuk melindungi Konstantinopel, Kaisar Byzantium memasang rantai besar di mulut Teluk Golden Horn.

Makam muhammad al Fatih
Makam Sultan Fatih

Tak bisa menyerang langsung lewat perairan, Muhammad al-Fatih pilih lewat darat. Dengan teknik tertentu, kapal-kapal perang beliau angkut dari Bosphorus ke Golden Horn. Via darat. Mengagetkan bala tentara Kaisar Konstanstin XI, dan jatuhnya kekaisaran yang telah berkuasa sekira 1100 tahun lamanya ini pada tahun 1453. Waktu itu usia Muhammad al-Fatih baru 21 tahun.

Kami sempat lewat sebuah pasar, kurang satu kilometer dari Masjid Fatih. Ada Masjid Selimiye dekat pasar ini. Suasana pasar berbeda dengan pasar lain Istanbul. Di daerah ini, kami bertemu dann melihat banyak sekali wanita muda mengenakan gamis lebar serta berjilbab hitam panjang. Muka mereka hanya hanya memperlihatkan mata dan hidung.

Azan zuhur berkumandang tepat ketika kami baru menjejakkan kaki di kompleks masjid. Bapak bergegas mengambil wudu di deretan keran di samping masjid. Emak menunggu di luar bersama anak-anak. Para wanita bergerombol-gerombol di sekitar masjid. Kami ikut mendengarkan khutbah, meski tak paham bahasa Turki. „Merhaba“, beberapa wanita berpakaian hitam mirip burka menyapa kami. Sepertinya mereka menganggap si Adik kiyut. Lalu minta izin memotret Adik dengan bahasa isyarat. Si Adik mah seneng-seneng aja dipotretin gadis-gadis.

Masjid Fatih selesai dibangun tahun 1470. Meliputi juga madrasah dan penginapan untuk musafir. Gempa dan api meluluhlantakkan bangunan awal masjid. Konstruksi masjid terkini dibangun pada masa Sultan Abdulhamid I di abad 18, dengan bentuk berbeda dari masjid semula. Dari luar, masjid satu ini tampak tak semegah Sultanahmet maupun Suleymaniye. Makam Muhammad al-Fatih berada di kompleks ini juga. Diziarahi oleh banyak sekali orang. Mereka mendoakan beliau di dekat jendela-jendela besar mausoleum yang sedang tertutup pintunya.

Jamaah salat Jumat membludak hingga inner courtyard. Usai sembahyang, beberapa pemuda, petugas masjid meletakkan kotak-kotak infaq. Para jamaah keluar masjid, bercengkerama satu sama lain, saling bersalaman dan berpelukan. Lalu memasukkan uang ke kotak infaq.

Ketika hendak meninggalkan kompleks, Emak perhatikan banyak jamaah mengantri kotak makan siang di sisi lain masjid. Oh, rupanya ada dermawan membagikan makanan pula. Ingin kami ikut mengantri makan. Waktunya pas jam makan siang pula. Namun melihat panjangnya antrian, kami batalkan maksud tersebut. Beli kebab saja di pasar dekat masjid.

15 Comments

Leave a Reply

%d bloggers like this: