Mengunjungi kota-kota besar Eropa, tak lengkap jika tak berkunjung ke masjid setempat. Jumlah muslim minoritas tak menghalangi umat Islam lokal untuk membangun masjid-masjid megah dan menawan. Di Zagreb, dimana masjid terbesar di negara Kroasia berdiri, punya tiga kubah hijau berbentuk unik.
Meski jumlahnya hanya sekitar 1,5 persen dari keseluruhan penduduk Kroasia, Islam bukanlah agama baru di negeri ini. Ia datang berabad lalu. Bersamaan dengan pedagang muslim asal Bosnia di pertengahan abad 18. Sepertiga dari keseluruhan muslim Kroasia tinggal di ibukota Zagreb.
Pengakuan akan agama Islam di Kroasia sudah didapatkan pada tahun 1916. Merupakan pengakuan terhadap Islam pertama di Eropa di luar wilayah kekuasaan Turki Usmani. Bahkan ketika Kroasia menjadi bagian dari Yugoslavia, orang-orang muslim terus berdatangan dari Bosnia-Herzegovina ke Zagreb untuk menemukan pekerjaan. Sebuah komunitas muslim, Džematski medžlis, terbentuk tahun 1922. Tahun 1936, pemerintah Zagreb menyediakan sebuah gedung untuk dipergunakan sebagai ruang salat di pusat kota.
Kebahagiaan memiliki sebuah masjid di kota ini tak berlangsung lama. Sebuah masjid yang berhasil mereka bangun hanya digunakan tahun 1944-1948. Setelah perang dunia kedua, Yugoslavia berkiblat ke Uni Sovyet, mengadopsi ajaran komunis. Kaum muslim di sini mengalami tekanan, hingga dua menara masjid dirusak, dan kemudian ditutup.
Masjid Baru
Berkunjung ke Zagreb untuk berlibur, tak Emak dan keluarga lewatkan waktu untuk mengunjungi masjid hasil jerih payah kaum muslim setempat. Ya, pada akhirnya mereka berhasil memiliki masjid baru. Berbeda desain, namun tak kalah megah dan indah.
Tak susah mencari informasi tentang masjid ini di dunia maya. Emak langsung jatuh cinta melihat fotonya di sebuah mesin pencari. Menurut informasi, lokasinya di Jalan Gavellina 40, Zagreb-Folnegovicevo naselje juga mudah dicapai dengan transportasi umum dalam kota. Tak jauh dari Jarun dan sungai Rijeka.
Kroasia di bawah Yugoslavia, di masa kekuasaan Josip Broz Tito, terus kedatangan kaum muslim Albania dari Kosovo dan Macedonia. Terutama di akhir tahun 1960-an dan awal tahun 1970-an. Menyulut keinginan untuk membangun sebuah masjid baru untuk memenuhi kebutuhan mereka akan tempat ibadah.
Peletakan batu pertamanya dilakukan tahun 1981. Di area yang dulunya pinggiran Zagreb, sekarang terhubung dengan jalan apik ke pusat kota. Tak susah mencarinya dengan kendaraan pribadi. Terletak di satu area luas, di kelilingi lapangan rumput dan pepohonan, bangunan ini merupakan bukti keberadaan Islam sebagai agama terbanyak dianut ketiga di Kroasia. Pembangunannya tidak diiringi kemudahan. Berkat ketangguhan dan kegigihan anggota komunitas muslim Zagreb, ia dibuka tahun 1987. Masjid satu ini ikut berperan ketika terjadi perang di Balkan tahun 1991-1995. Ketika Kroasia memisahkan diri dari Yugoslavia dan diperangi oleh tentara Serbia. Ia menjadi tempat mengungsi ribuan orang.
Kami datang menjalang salat zuhur. Dari luar terlihat sepi. Hanya satu dua mobil parkir di pelatarannya. Satu menara berpucuk hijau menjulang ke angkasa. Dekat dengan kubah hijau unik. Didesain asimetris, tak membentuk satu kubah utuh dan bulat. Melainkan tinggi mengerucut dan bertumpang tindih. Kubah-kubah bulat kecil menghiasi bagian lain atap kompleks masjid. Kecuali kubah dan pucuk menara, semuanya dinding berwarna putih.
Pintu masuk masjid bisa dicapai setelah menaiki anak tangga di bagian muka. Seorang ibu membawa kereta bayi tampak kebingungan. Mungkin beliau baru pertama kali kemari, seperti kami.
Emak, keluarga dan beberapa teman tak langsung masuk. Memuaskan diri menikmati ukiran tiga pintu tembaga di bagian depan. Di dalam, interiornya tampak mewah. Lantainya keramik mengkilat, didominasi warna coklat dan krem. Dindingnya berhias foto-foto lama masjid. Sebuah air mancur ada dekat pintu masuk masjid.
Mulanya sepi orang di sana. Seorang Bapak, sepertinya petugas masjid mengucap salam. Kami memotret sambil mencari tempat wudu. Tak lama, seorang ibu tua memberi kode ke para wanita untuk mengikutinya. Kami membuka sepatu, menyimpannya di deretan lemari penyimpanan. Karena setelahnya adalah tempat dengan deretan karpet sajadah. Pintu masuk ruang salat hanya satu. Kemudian ada tangga menuju bagian atas masjid, ruang sembahyang perempuan.
Seorang lelaki muda duduk sendirian di tempat salat perempuan. Mengumandangkan azan. Para jamaah berdatangan. Tak banyak. Jumlah wanitanya bisa dihitung dengan jari. Selain kami, ibu-ibu tua berkerudung sederhana.
Tur isi masjid berlanjut usai salat. Beberapa lelaki berusaha mengajak Bapak mengobrol. Dalam bahasa mereka. Bapak menjawab dalam bahasa inggris. Saling tak mengerti. Di saat itu, senyuman lebih bernilai dari jutaan kata. Kami senang bisa bersilaturahmi di rumah dengan mereka di Islamska Zajednica, tempat di mana komunitas muslim kota ini berkumpul.
Kami berjalan menyusuri koridor. Kompleks ini lumayan besar. Punya banyak ruangan. Sebagian digunakan sebagai kelas-kelas belajar. Satu ruangan mirip ruangan pertemuan lumayan luas. Belok ke arah kafe, kami temukan tempat unik. Sisa-sisa masjid pertama Zagreb dikonstruksi ulang. Mihrab, mimbar dan laci-laci kayu berwarna coklat, foto-foto tua serta kaligrafi di dinding sekitar mihrab. Mirip museum mini. Sebuah pembatas menandai, orang hanya boleh melihat dari jarak tertentu.
Di bagian bawah, ada satu ruangan dengan televisi layar lebar. Sedangkan di luar Emak perhatikan ada tempat latihan olah raga. Satu kompleks lengkap. Tak hanya untuk salat, dan belajar agama. Emak ikut bersyukur. Muslim Kroasia kini bisa menjalankan ibadah agamanya secara tenang dan damai.