Sebelum merencanakan perjalanan ke Plovdiv, kami urun rembug dengan Alina, host kami di hostel di Sofia. Host baik hati, tidak sombong, siap membantu mencarikan informasi ynag kami butuhkan. Setidaknya dua kali Alina memuji keluarga pelancong. Katanya kami the real traveler. Kebanyakan traveler tuh lebih suka males-malesan di penginapan. Tinimbang mengeksplor lebih banyak tempat, lanjutnya. Idung Emak langsung kembang kempis saking senengnya.

Plovdiv, kota terbesar kedua Bulgaria, akan jadi destinasi day trip kedua kami setelah Biara Rila di Pegunungan Rila. Banyak orang dan situs internet menyarankan untuk memakai jasa bus antar kota saja. Termasuk si Alina. Kecuali seorang cowok Amerika di hostel kami. Katanya lebih nyantai ke Plovdiv naik kereta. Apalagi kalau bawa anak-anak.
Selain itu, naik kereta api, tarifnya lebih murah. Tringgggggg. Dengar kata ‘murah’, bel di kepala Emak langsung berbunyai. Walau banyak info menceritakan betapa unreliable-nya dunia perkeretaapian Bulgaria, malah jadi semacam tantangan bagi Emak. Mari kita buktikan, bagaimana Perumka Bulgaria, salah satu negara di Uni Eropa, beroperasi. Apalagi tidak lebih baik dibandingkan Perumka di tanah air beta?
Beli Tiket di Stasiun Kereta Api di Sofia, Bulgaria
Keesokan paginya, kami pun berangkat ke stasiun. Stasiun kereta api dan terminal bus utama Sofia berdampingan letaknya. Hari masih gelap ketika kami membelah ibukota Bulgaria dengan mengendarai tram nomor 1. Walau masih pagi, penumpangnya sudah lumayan ramai. Mungkin para pekerja. Seorang Bapak tua memberitahu ketika kami nyaris salah turun. Halte stasiun ternyata masih di depan. Tepat di seberang bangunan stasiun pusat.
Penyeberangannya dari bawah tanah. Bapak di tram tadi menanyai kami sesuatu. Sayangnya miskom. Sebab beliau ngomong dalam bahasa Bulgaria. Kami plonga-plongo. Lalu naik. Ngeliat loket-loket penjualan tiket. Ketika kami dekati, bukan. Itu loket penjualan kereta api internasional.

Emak sempat melemparkan pandangan sekeliling. Renovasi besar-besar sedang terjadi di sini. Banyak bagian ditutup. Bahan bangunan menumpuk di beberapa tempat.
Seorang Bapak lain tiba-tiba mendekati sambil menunjukkan name tag berupa kartu. Melihat name tag tersebut. kami langsung berpikir beliau petugas resmi stasiun. Yang tugasnya membantu calon penumpang keren macam keluarga pelancong. *tsaaahhh*
Beliau langsung ngasih kode, ngomong dalam bahasa Inggris patah. Mengajak kami turun lewat eskalator ke bawah tanah. Di sana terlihat banyak loket. Ramai dan mengantri.
Kami mengucap thank you. Niatnya ngusir tuh bapak secara halus. Beli tiket bisa dilanjutkan dengan bahasa isyarat plus mengicap kata Plovdiv. Akan tetapi beliaunya kekeuh mau nemenin kami beli tiket.
“I help you!” katanya.
Di sini mulai tumbuh bibit-bibit kebencian kecurigaan dalam dada Emak dan Bapak. Kami berdua saling melirik dan ngode. We’ll see, kata Emak ke Bapak lewat telepati.
Kami ngantri di satu loket. Di sebelah situ, kata petugasnya, menyuruh kami pindah loket. Pas ngantri lagi, disuruh pindah loket lagi. Oke deh. Akhirnya nyampe loket yang petugasnya ibu-ibu. Begitu kami mau ngomong si Bapak ‘penolong’ tadi maju duluan. Trus nanyain kami mau kemana. Beli tiketnya sekali jalan atau bolak-balik. Harga tiket kereta api Sofia – Plovdiv pergi pulang setengah harga tiket bus. Mayan hemat. Akan tetapi, waktu tempuh naik kereta juga lebih lama.
Si Bapak kemudian mengajak kami ke platform kereta yang bakal kami naikin. Sebenarnya masih agak lama kereta bakal berangkat. Biarlah, sambil liat-liat suasana, kami manut sahaja. Suasana renovasi semakin terlihat. Lift tumpangan kami seperti baru jadi. Benar dugaan kami. Kecurigaan kami terbukti. Si Bapak minta duit ke kami.
“Kasih aja,” pinta Emak ke Bapak.
Pas merogoh saku, lha kok yang ada hanya duit receh. Jumlahnya tak seberapa. Uang leva kami habiskan untuk beli tiket. Kami belum sempat mengambil uang lewat atm atau menukar uang euro kami ke leva.
“Kurang, nih. Kasih saya 10 leva,” kata si Bapak.
Sepuluh leva itu sekitar Rp. 75.000,-. Sementara yang kami kasih gak sampai sepuluh ribu rupiah jumlahnya.
“Gak ada. Duit kami tinggal segitu. Mau, gak?” kata Emak santai.
Cemberut, diterima juga duit receh tadi.
“Makasih banyak ya, Pak,” kata Emak bersuara lantang dan ceria saat beliau berjalan ke arah lift.
Duh, setiap perjalanan ada saja cerita, pengalaman, dan kejutannya. Walau sudah sangat berhati-hati tetap ada saja ‘sesuatu’ terjadi. Alhamdulillah, selama di Bulgaria, hanya satu ini pengalaman tidak mengenakkan keluarga pelancong alami. Mengalami kejadian kayak gini, Emak sulit membedakan membedakan mereka yang tulus membantu ama yang enggak. Kadang-kadang kejadian, udah berburuk sangka ama orang, eh, nyatanya beliaunya baik beneran. Kalau berusaha berbaik sangka, kejadinnya sebaliknya. Bisa dijadiin bahan cerita di blog dan pengalaman aja, deh. π
Dari berbagai informasi, katanya malah Bulgaria ini negara aman dan ramah bagi traveler. Jadi, yah scammer kayak si bapak ini, anggap saja sebagai kerikil kecil dalam perjalan kali ini. π
***
Uhuyyyyy, bel kepala langsung bening kalau denger ‘murah’ ditambah lagi nyaman.
Semoga kita selalu ditemukan dengan orang orang baik selama dalam perjalanan, ya, mbak
@Zulfa: aamiin ya robbal alaamin. Betulll emak2 mah lek krungu murah langsung ‘tersentuh’ π
Sopan gak ya mbak kalo nemu org begitu dan bilang, “maaf kamu apa akan meminta uang karena membantu?” hehe. Soalnya ngebayangin nanti kl trip sendiri dan nemu situasi begitu.
@Cek Yan: kami gak berani. Khawatirnya niatnya emang tulus. hehehe. Pernah juga kami udah berburuk sangka ama orang, eh nyatanya beliau emang2 mau nolong. jadi malu hati sendiri… π
[…] membeli tiket dan bertemu dengan scammer saat membeli tiket kereta api di stasiun kereta pusat api Sofia, kami berusaha menenangkan diri. […]
Lha aku jadi gagal fokus setelah baca komentar-komentarnya. Jadi fokus ke ibu-ibu dan diskon. WKWKWK π
@N Firmansyah: hehehehe, begitulah emak2… π