Biasa liburan ke kota-kota besar dan menginap di hotel, Emak dan Bapak mencari alternatif mengasyikkan bagi anak-anak. Anak bungsu kami, Adik, waktu itu sudah berumur 3 tahun. Sudah bisa diajak “ngebolang”. Kami putuskan berkemah seminggu di Cote D’Azur, Perancis Selatan pada suatu liburan musim semi, akhir April.
Berkemah pertama kali bersama anak-anak, kami persiapkan segala serapi mungkin. Tak hanya tenda, namun juga kasur angin, selimut, perlengkapan masak dan makan, makanan dan mainan. Mobil kecil kami penuh sesak karenanya. Emak membuat daftar bawaan, agar tiada yang terlewat. Buku panduan dan buku khusus berisi informasi tempat kemah Eropa sudah jadi pegangan.
Ini juga jadi perjalanan panjang pertama keluarga pelancong dengan mobil. Sekali jalan sejauh kira-kira 1200 km. Atau hampir 12 jam non stop. Sebelumnya, untuk perjalanan jauh bersama anak-anak, kami lebih memilih moda kereta api atau pesawat. Saat berangkat, kami menginap semalam di rumah kerabat di Zurich, Swiss. Agar anak-anak tak terlalu capek dan rewel. Di dalam kendaraan pun kami buat senyaman mungkin. Buku bacaan, mainan, bantal, cemilan, ada di jangkauan tangan kecil mereka.
Syukurlah tak ada halangan berarti, semua lancar selama perjalanan. Kalau ada yang mulai bosan, kami minggir ke tempat istirahat. Membiarkan si kecil berlari-lari dan bermain di luar sepuasnya. Dari rumah kami di bagian barat Jerman, kami lewati Swiss dan Italia. Sebelum akhirnya mencapai kota Nice.
Di dalam kota Nice tak ada camping ground. Emak mencatat alamat sebuah camping ground kecil di desa Eze, kira-kira 10 km dari Nice. Sayangnya alat gps kami tak menemukan alamatnya. Dari buku khusus kemah, kami temukan camping ground satu lagi di Saint Laurent du Var. Juga tak terlalu jauh dari kota Nice.
Camping Magali adalah nama bumi perkemahan yang kami inapi. Penerima tamunya ibu-ibu berusia sekira lima puluh tahun. Hanya bisa bahasa perancis dan sedikit bahasa inggris. Beliau menuliskan harga per malam. “Berapa malam kalian menginap?” tanyanya.
Kami lebih banyak menggunakan bahasa isyarat dan tulisan. Beliau meminta satu paspor sebagai jaminan, memberikan denah tempat kemah dan menjelaskan dimana harus memarkir mobil.
Di bumi perkemahan ini, setiap tenda punya jatah sepetak tanah bernomor seluas kira-kira 100 m2. Pohon-pohon besar tumbuh di banyak tempat. Petak kami ada di pojok, dekat bangunan kamar mandi, WC, dan tempat cuci piring. Bapak segera mendirikan tenda besar. Butuh sejam untuk mendirikan tenda besar untuk berempat, memasang alas, memompa kasur angin serta menata barang-barang bawaan.
Sementara Emak dan anak-anak berkeliling bumi perkemahan tak terlalu besar. Blok sebelah didominasi oleh satu grup canyooning asal Belgia. Mereka punya tenda besar khusus buat masak dan makan bersama. Sedangkan, kami hanya membawa alat masak khusus kemping. Terdiri dari kompor gas kotak kecil, serta panci, wajan serta teko kemping yang ukurannya mini dan ringan.
Di bagian depan dekat resepsionis, terdapat kolam renang. Sayangnya hanya dibuka di musim panas saja. Di dekatnya ada tempat bola voli, bulu tangkis, bahkan tenis meja. Jika mau, bisa pinjam peralatannya di resepsionis. Wifi tersedia di kawasan resepsionis. Gratis. Mesin minuman ringan dan kopi ada di sini. Anak-anak dengan riang menjajal tempat bermain khusus. Ternyata lengkap juga sarana di camping ground ini. Kira-kira sepuluh menit bermobil ada supermarket besar.
Enam hari lima malam berkemah, kami mulai terbiasa hidup di sini. Pagi hari usai sarapan, kami jalan-jalan ke Nice, Monaco, hingga St. Tropez. Pernah juga mampir berenang di pantai. Kadang menggunakan mobil. Kadang juga naik kereta api. Makan siang di luar. Sore balik ke tempat kemah masak buat makan malam, mandi, istirahat lagi. Sampai kami merasa tenda sederhana ini rumah kami. Kami sekeluarga merasa aman di sini. Hidup sederhana, tapi bahagia. Di pagi hari, kicauan burung membangunkan kami dari tidur.
Tak semua indah selama berkemah. Dua hari pertama Emak sempat demam. Dua hari berikutnya hujan deras mengguyur deras. Untungnya tenda kami tak bocor. Akan tetapi anak-anak suka liburan seperti ini. Mereka tak rewel dan mengikuti alur liburan dengan riang. Bahkan setelahnya Adik sering menagih, „Kapan kita kemping lagi, Mi?“
Dulu waktu kemping di hutan, kami masaknya pake kayu bakar hahaha padahal ada yang bawa kompor 🙂
Aku jadi kangen kemah nih. Terakhir jaman SMA. Seru banget ini kemahe, Mbak. Adik nagih gitu 🙂
Menyenangkan sekali bisa berkemah seperti mbak Ira dan keluarga. Rasanya begitu dekat dengan alam. Bisa kebayang gimana rasanya. Pasti tenang dan damai. Moga suatu hari aku dan keluarga juga bisa mengalami hal yang sama 🙂
@Cek Yan: masak pakai kayu bakar lebih seru 🙂
@Taro: emang seru mah kemahnya.. Btw, tahun ini ku gak ikutan kemping…
@Mbak Rien: semoga, Mbak… Yang penting anak2 hepi.
baca ini jadi pengen kemping bareng keluarga, terakhir kali waktu masa sekolah
@Selvy: ho-oh, seru lho kemping bareng2…
Pasti beda ya camping ground di sono dan di sini…hihi…keren mbak…salam kenal
@Xaveria: hehehe, iyah beda. Di sini fasilitasnya lebih lengkap. 🙂 Salam kenal juga, ya…
Kalau kempingya kayak gitu kayaknya smeua anak mau donggg,,