“Kamu ke Karpaz juga nantinya?” tanya seorang teman perjalanan saat kami terbang dari Berlin menuju Larnaca di Siprus.
“Maybe”, jawab Emak.
“You should go. That’s the real Cyprus. Masih banyak penggembala kambing,” katanya meyakinkan Emak. Berhubungnya yang menyarankan asalnya asli Siprus, kami pikir, why not.
Berbekal keyakinan bakal melihat the real Cyprus, Emak putuskan kami kudu masukkan destinasi ini selama perjalanan kami mengunjungi beberapa tempat di Siprus Utara akhir tahun 2022 lalu.
Penginapan keluarga pelancong saat itu berada di Bogaz, sudah masuk wilayah peninsula. Karpaz atau Karpas atau Kirpasa atau Risokarpaso adalah sebuah bentang alam yang bentuknya mirip sebuah telunjuk. Membentang di timur laut Siprus. Memiliki panjang kira-kira 80 km, lebar sekitar 20 km. Konon merupakan daerah tersepi di negeri ini.
Dari Bogaz, kami menyusuri jalan utamamenuju ke arah ujung peninsula, ke arah timur laut dari Bogaz. Jalan antar kota. Walau kami hanya menemui kota-kota kecil atau bahkan bisa disebut desa. Kami tak punya tujuan khusus. Ingin menikmati pemandangan saja. Selama pergi pulang, hanya sekali kami melihat satu rombongan pengembala kambing. Kayaknya sempat ngeliat keledai juga, tapi lupa di Karpaz atau di bagian lain Siprus Utara.
Meski sepi, jarang mobil lain kami temui, utamanya saat mendekati Dipkarpaz, kondisi jalan raya termasuk bagus. Ada beberapa jalan baru. Pantai-pantainya ada pembangunan perumahan atau penginapan, akan tetapi tak seramai di pantai-pantai lain yang kami lalui. Beberapa wilayah menjadi area yang dilindungi. Jalanannya naik turun perbukitan, tak terlalu tinggi. Mungkin karena sepi, sempat beberapa kami kehilangan sinyal mobile phone. Untungnya ndak kesasar.
Sampai di satu titik, kami melipir sebentar di tepi jalan. Sayang pantainya agak jauh, kira-kira lima ratus meteran dari tepi jalan. Kami galau, mau lanjut ke Dipkarpaz apa balik lagi melewati jalan yang sama untuk menuju ke kota Famagusta, kota tujuan kami berikutnya. Bahan bakar telah menunjukkan posisi agak mengkhawatirkan. Sementara, sinyal gak dapat. Emak ndak bisa mengecek di mana pom bensin terdekat. Untung maps offline di hape Bapak masih berfungsi. Di Dipkarpaz ada pom bensin. Syukurlah. Kami berkendara ke sana. Melalui tanjakan lagi.
Dipkarpaz sepertinya kota terakhir sebelum ujung peninsula. Di gmaps, ke arah timur setelah Dipkarpaz tak terlihat jalan besar lagi. Daerah ini tampak sepi. Bukan daerah turis ramai. Rumah-rumah penduduknya relatif luas. Beberapa ditanami sayur dan tanaman buah. Melihat menara sebuah masjid, kami mengarahkan kemudi ke sana. Posisi masjidnya berada di ketinggian. Dari sini terlihat panorama sebagian kota di bawahnya.
Dipkarpaz Cami relatif baru. Dibangun tahun 1992. Masjidnya berada di dalam sebuah kompleks taman luas. Bentuknya khas seperti masjid Turki. Warna fasadnya putih. Bagian dalamnya bersih dan nyaman. Di dekatnya terdapat tempat bermain anak-anak dan bangku-bangku. Karena belum masuk waktu sholat Zuhur, sepi di sini. Hanya kami saja. Alhamdulillah tempat wudu dan toiletnya buka. Demikian pula ruang sholat utama masjid. Sehingga kami bisa mengintip bagian dalamnya.
Dari pelataran masjid, kami menuruni tangga, beberapa langkah. Untuk memotret gereja di bagian bawahnya, bernama Ayios Sinensis Kilisesi. Ratusan burung merpati beterbangan di sekitar bangunan gereja. Sepertinya bangunan gerejanya sudah lumayan kuno. Di jalan sederetan gereja, kami melihat toko-toko dan tempat makan. Kami menikmati sebagian kecil isi kota lewat mobil. Hanya mampir untuk mengisi bahan bakar. Sebelum bertolak ke Famagusta.
senangnya bisa jalan2 seperti itu.. apa ada bad experience dalam perjalanan?
Alhamdulillah, pengalaman ndak enak selalu ada di setiap perjalanan. Namun kami rasa, hal itu tak terlalu mengganggu.