Menjelang keberangkatan ke Lisbon di kuartal pertama tahun 2009, Emak iseng mencari info mengenai mesjid di Lisbon. Empat hari kami berada di sana. Cukup lama, sehingga kami ingin sesekali berkunjung ke mesjid setempat. Jika tempatnya strategis siapa tahu mesjid ini bisa menjadi tempat persinggahan kami untuk mampir sholat dan rehat sejenak dari segala kepenatan menjelajahi ibu kota Portugal.
Ibu penginapan kami yang muslim tak bisa menerangkan letak masjid ini di dalam peta. Apalagi memberitahu mesti naik apa kami kesana. Informasi lebih lengkap dan terpercaya kami dapatkan dari sebuah kantor informasi turis di pusat kota. Oh, Mesquita de Lisboa? Sebuah bangunan indah. Anda harus kesana, ujar ibu petugas saat kami menanyakan lokasi mesjid tersebut dan naik apa kami kesana.
Ibu baik hati dan super ramah ini menerangkan bahwa cara tercepat kesana adalah naik metro. Turun di halte Praca de Espanha. Kami tak punya tiket metro. Maka beliau mencarikan alternatif bila kami ingin menggunakan bus kota. Beliau sampai lama menelpon ke seseorang hanya untuk menemukan bus ke arah sana. Akhirnya, kami temukan informasi yang kami butuhkan.
Letak masjid tak jauh dari viaduk atau saluran air legendaris Lisbon. Keduanya searah, kami ke masjid setelah mengagumi kemegahan viaduk raksasa di dekat stasiun kereta api Campolide. Dari Campolide, menurut peta transportasi, ada bus nomor 756 ke arah mesjid. Celingak-celinguk di seputar Campolide, kami belum juga menemukan halte bus nomor 756. Lama tak ketemu, kami bertanya lagi kepada seorang sopir. Bapak baik hati namun tak bisa berbahasa inggris menerangkan dalam bahasa portugis. Jerih payah beliau tak sia-sia. Kami mengerti juga apa maksud beliau. Halte dimaksud ternyata berada agak jauh dari situ. Kami harus mendaki sedikit melewati pepohonan, lalu menyeberang jalan besar lewat sebuah jalur khusus di bawah tanah.
Tak lama, kami sudah berada dalam bus ini. Tak jauh. Hanya dua halte, sampailah kami di pemberhentian dimaksud. Dari sini, tak kelihatan tanda-tanda sebuah mesjid berdiri. Kami menyapa seorang ibu pejalan kaki. Beliau menunjuk ke sebuah bukit, dimana sebuah kubah dan minaret menyembul diantara gedung-gedung tinggi. Yah, letak satu-satunya masjid di Lisbon memang berada di kawasan strategis dimana hotel-hotel terkenal, gedung-gedung perkantoran, perumahan, berdiri.
Perjuangan mencapai masjid belum juga usai. Geografi Lisbon yang berbukit mengharuskan kami mendaki di tanjakan terjal. Semua kelelahan itu segera sirna ketika kami saksikan rumah Allah sudah di depan mata. Satu-satunya di Lisbon. Di kota berpenduduk lebih dari setengah juta jiwa. Mengetahui kenyataan ini, kami merasa beruntung hidup di Jerman. Di Duren, berpenduduk hanya 90 ribu-an jiwa, ada tiga masjid.
Bangunan masjid terlihat megah dari luar. Bagian luarnya terbuat dari batu bata merah, dengan ornamen (kubah, gerbang, hiasan) lain berwarna hijau. Puas memotret bagian luas mesjid, kami segera masuk ke dalam. Dua orang bapak menyambut kami, mengucapkan salam. Lalu menunjukkan tempat sholat laki-laki dan perempuan. Emak diantar ke lantai atas, area sholat wanita. Beliau menunjukkan pula tempat wudhu dan buang air.
Bangunan dengan tahun berdiri 1988 ini cukup bagus di bagian dalamnya. Ada tempat menyimpan sepatu. Lampu tempat sholat menyala otomatis ketika Emak mendekat. Emak sholat sendirian ditemani Embak. Sementara Bapak membawa Adik sholat di lantai bawah. Badan terasa segar kembali usai rehat sejenak di sini. Kami pun pamit tak lama kemudian.
Kunjungan singkat kemari membawa kesan mendalam di hati kami. Sejak itu, keluarga pelancong pun bertekad, sebisa mungkin menyempatkan diri mengunjungi mesjid setempat di tempat-tempat yang kami datangi selanjutnya. Kami menyesal, mengetahui bahwa kota seperti Warsawa pun punya mesjid tak kalah megah. Semoga kami sempat mengunjungi rumah-rumah Allah, di negeri di mana muslim adalah minoritas sekalipun.
apakah dengan mengunjungi masjid-masjid tersebut meninggalkan kesan tersendiri? Memangnya adakah hikmahnya mengunjungi masjid? Sebenarnya masjid itu tempat ibadah ataukah tempat wisata?
bagi kami iya. kesannya berbeda. berada di negeri yang muslimnya minoritas, mengunjungi sebuah mesjid adalah sesuatu yang mewah. kami sama sekali tak menganggap mesjid sebagai tempat wisata. dia adalah tempat ibadah, sekaligus tempat kami untuk silaturahmi dan mengenal (meski sangat sedikit) saudara muslim di negara lain. makanya kunjungan mesjid2 insyaallah kami agendakan dalam perjalanan kami berikutnya.
kapan saya kesana *bermimpi mode on hahaha
nggak ada yg ngelarang orang utk bermimpi.. bagi kami, impian itu untuk diwujudkan… jadi semoga suatu saat mimpinya kesampaian…
setuju sekali dengan ira
subhanallah…
jadi penasaran dari hasil melancongnya…apakah ada negara didunia ini yang tidak mempunyai mesjid???
kami juga belum banyak tahu tentang keberadaan rumah2 Allah di belahan lain dunia. baru sedikit tempat kami kunjungi. apalagi jumlah mesjid yg pernah kami datangi… insyaallah.. semoga Allah memberi kami kesempatan di lain waktu.. amin…
wah..keren,,,..
kapan ya Q bisa kya gitu???
pengeen…
semoga suatu saat bisa…
sesungguhnya tempat ini dulu pernah jadi pusat agama Islam di Andalusia
[…] kunjungan mengesankan kami di Mesjid Lisbon, kami telah bertekad, sebisa mungkin mampir ke sebuah mesjid di kota tempat kami berlibur. Maka […]
[…] memotret saluran air raksasa bersejarah yang berfungsi mulai abad 18 hingga kini. Bersembahyang di satu-satunya mesjid di Lisbon, kami kembali dengan bus kota ke arah penginapan. Hari itu sangat banyak kami kunjungi dan sangat […]