Menikmati Musim Dingin di Helsinki (2)

(Sambungan dari sini)

helsinki1Salju tebal segera terlihat dimana-mana ketika kami keluar bandara. Di ramalan cuaca tak terlihat salju turun, hanya suhu yang jauh di bawah titik beku. Mungkin salju ini sudah turun berminggu lalu. Sebab sudah putih kecoklatan atau bahkan coklat sebab bercampur dengan pasir dan tanah.

Kami sengaja keluar ke halte bus tak lama sebelum bus menuju pusat Helsinki datang. Tiket bisa dibeli di mesin. Empat euro untuk satu orang dewasa. Dua untuk anak-anak. Ada pilihan dalam bahasa inggris, jadi tak ada masalah kami membeli tiket di sana. Tak banyak orang menumpang. Hanya kami dan dua orang lainnya.

Jarak bandara ke pusat kota sekitar 18 kilometer. Kami melalui jalan bebas hambatan. Semakin lama, semakin banyak kami lihat tumpukan salju dimana-mana. Di lereng-lereng bebatuan bahkan terbentuk es yang mirip stalagtit. Sebagian kendaraan bermotornya terlihat dekil. Perjalanan pagi itu lancar. Tak ada kemacetan sebab jalanan Helsinki tak terlalu dipenuhi kendaraan.

Kami turun di halte terakhir, stasiun pusat Helsinki atau Helsingin rautatieasema. Awalnya agak bingung harus ke arah mana kami berjalan menuju penginapan. Setelah meneliti peta sebentar, kami temukan jalannya. Kami harus mencari jalan bernama Mannerheimintie, di sisi lain stasiun, terlebih dahulu. Agar tak kedinginan, kami masuk sebentar di dalam stasiun yang ramai manusia di dalamnya. Sebagian isinya berupa pertokoan.

Sebab sebelumnya kurang informasi, kami berjalan ke penginapan berjarak hampir 2 kilometer dari stasiun. Kami pikir tiket sekali jalan dar bandara hanya berlaku selama satu jam, dan tak bisa dipakai untuk naik tram. Ternyata, tiket dari bandar beerlaku satu setengah jam, dan bisa digunakan aik bus, metro maupun tram.

Walhasil, kami berjalan kaki dari stasiun menuju penginapan kami yang letaknya di stadion Olimpiade Helsinki. Bukan jaraknya membuat perjalanan kaki ini berat. melainkan medan dan cuaca. Kami mesti berjalan diatas trotoar penuh es. Ditambah lagi Bapak mesti membawa satu kopor, yang mesti tak berat membuat repot berjalan di tempat seperti ini. Sedangkan Emak bertugas mendorong Adik di kereta bayinya. Trotoar Helsinki terlihat tak dibersihkan dari salju. Namun saljunya dipadatkan dan ditaburi pasir dan kerikil. Karena sudah terlalu lama menumpuk dan beku, walau banyak kerikil di atasny apun masih terasa licin ketika berjalan. Apalagi kami belum terbiasa dengan kondisi ini. Sebagian besar trotoar Jerman dibersihkan dari salju di musim dingin. Dan lagi, salju Jerman juga tak bertahan terlalu lama, lalu cair lagi.

Capek, kedinginan, dan perust mulai lapar, kami terus berjalan ke arah stadion. Melewati beberapa gedung megah dan opera. Lewat sedikit tanjakan, akhirnya sampai juga kami di penginapan sekitar pukul sebelas pagi. Letaknya benar-benar di stadion, bukan dekat stadion. Resepsionis ada di lnati satu. Tak ada lift. Kami angkat semua barang termasuk kereta dorong Imraan.

Lobby lumayan luas. Sepasang anak muda duduk tertidur di atas salah satu sofa. Kami segera ke wanita muda penerima tamu. Dia memberi selembar formulir untuk diisi data-data kami sekeluarga, menerima pembayaran. Katanya, kami baru bisa check in sekitar jam 3 sore. Namun dia memberi satu kartu kunci agar kami bisa melihat-lihat suasana di bagian dalam hostel. Ruang televisi, perpustakaan, dapur dan kamar mandi. Setelahnya, kami menunggu di lobby. Sepasang anak muda tadi rupanya sudah bangun dan bersitegang dengan penerima tamu. Sepertinya mereka hendak check in lebih awal. Namun menurut penerima tamu, kamar mereka belum siap. Di perauran hostel tertulis bahwa waktu check adalah mulai pukul 4 sore dan check out hingga pukul 12 tengah hari. Sambil menggerutu, keduanya meninggalkan hostel.

Kami memilih menunggu dengan perut lapar. Anak-anak makan bekal roti dari rumah sambil menonton film di netbook. Sambungan internet sangat lambat. Bapak mengajak keluar mencari makan siang. Namun Emak terlalu lelah untuk keluar hostel. Lebih baik menunggu sambil tidur di lobby. Tak lama tidur, kami segera dibangunkan oleh satu penerima tamu lainnya. Katanya, lebih baik kami tidur di ruang televisi saja. Lebih luas dan tak banyak orang keluar masuk.

Eh, baru sebentar duduk di ruang televisi, seorang ibu-ibu petugas kebersihan menanyakan dimana kamar kami. Kami bilang kami belum dapat kamar. Saya tanyakan dulu ke resepsionis, yaaa, katanya sambil berlalu. Tak lama, Embak resepsionis datang memberitahukan bahwa kami sudah boleh masuk kamar. Alhamdulillah. Horeeee… Kami tak perlu menunggu hingga jam tiga sore. Segera setelah mengambil kartu kunci dan menerima perlengakapan tidur dan handuk dari si Embak, kami langsung merbahkan diri, rehat sejenak setelah melewati malam di bandara Vantaa, Helsinki.

(bersambung)

2 Comments

Leave a Reply

%d bloggers like this: