Sore hari, bapak mengajak kami untuk keluar mencari supermarket. Kami berencana untuk masak sendiri selama di sana. Terutama untuk makan pagi dan malam. Harga makanan di Helsinki, menurut informasi jauh lebih mahal dibanding Jerman. Untungnya ada beberapa supermarket tak jauh dari hostel. Kami membeli roti, keju muda untuk olesan, susu, sereal coklat dan telur. Harga barang-barang di supermarket pun membuat kami enggan untuk memasukkan belanja ke dalam keranjang. Makanan pokok bisa lipat dua hingga tiga kali harga barang sama di Jerman.
Dengan dua hari penuh untuk keliling Helsinki, kami rencanakan untuk berjalan kaki keliling kota di hari pertama. Baru hari kedua akan kami beli tiket transportasi umum dalam kota. Rutenya sudah kami tentukan sebelumnya dengan menandainya di peta wisata kota. Peta ini tersedia juga di lobby hostel.
Langsung pergi usai sarapan sekitar pukul sepuluh, hari masih sangat dingin. Jalanan es yang kemarin sore agak lunak ketika diinjak mengeras lagi. Tanda suhu kurang dari 0°C. Tapi keluarga pelancong sedang bersemangat. Siap melawan hawa dingin dengan berpakaian sangat tebal, lengkap dengan sarung tangan ski.
Tujuan kami hari itu adalah mengelilingi pusat kota. Namun lewat jalan lain. Inginnya memotret taman hiburan Linanmaki, lalu mengikuti jalan besar ke kota. Tapi di tengah jalan, kami melihat Danau Töölö atau Töölönlahti sedang membeku. Banyak orang berjalan di atas danau melintasinya, untuk menuju sisi lain danau. Atau ada juga beberapa main ski di permukaan danau. Sungguh sebuah pemandangan menakjubkan yang belum pernah kami lihat sebelumnya. Dengan membawa kereta dorong Adik, kami bersemangat mendekati pinggiran danau. Awalnya masih takut untuk menginjak permukaannya. Melihat banyak orang berjalan dan aman-aman saja, kami beranikan diri.
Air danau sekeras batu. Sama sekali tak bergoyang ketika diinjak. Hanya saja salju tebal menutupi permukaan, sehingga agak susah berjalan. Adik berjalan pelan sambil sempoyongan. Embak sangat ria menikmati pengalaman pertama berjalan di permukaan danau es. Bapak membopong kereta dorong Adik, sebab susah mendorongnya dengan salju kira-kira lima hingga sepuluh sentimeter tebalnya.
Kami jadi menapaki rute tak biasa. Tak melewati trotoar di tepi jalan besar. Akan tetapi lebih memilih berjalan dekat danau. Di danau lain yakni Elaintarhanlahti, Embak ingin sekali lagi berjalan di permukaan. Melihat sebagian pinggir danau tidak beku, kami putuskan berjalan di pinggirnya saja.
Beristirahat berkali, kami sampai di obyek wisata pusat kota. Kami berfoto sejenak di depan katedral, lalu melihat gereja ortodoks hanya beberatus meter dari katedral. Gereja ini menjadi bukti pernah berkuasanya Rusia atas Finlandia selama seabad lebih di abad 18. Jalanan masih saja beku. Kami mesti selalu berhati-hati. Warga setempat sepertinya sudah terbiasa dengan keadaan ini. Mereka mengenakan sepatu kets biasa. Berjalan cepat bahkan banyak orang jogging dia atas trotoar beku. Sedangkan Emak sudah sangat berhati-hati, masih saja beberapa kali terpeleset.
[…] (bersambung) […]
[…] (sambungan dari sini) […]