Kami berhenti sejenak di pelabuhan feri. Sebuah feri ke Pulau Suomenlinna akan berangkat dua menit lagi. Kami berencana ke sana keesokan harinya. Permukaan laut di sekitar feri tampak beku. Tertutup bongkahan es besar-besar. Emak sangsi, apakah benar feri itu bakal bisa menyeberang laut dalam kondisi demikian. Namun kata Bapak, pasti bisa. Kalau tidak, mana mungkin banyak penumpang mau naik ke atas feri?
Menunggu hingga feri bergerah, ternyata benar juga. Ketika propeler mulai berputar, tampak bongkahan es mulai menepi. Terlihat air laut menggantikannya. Lapisannya tak terlalu tebal bagi sang feri untuk tetap bisa berjalan di permukaan laut yang terlihat beku tersebut. Ah, Emak semakin sadar betapa dasyatnya teknologi saat ini.
Perjalanan berlanjaut ke arah pusat kota Helsinki. Tepatnya ke pusat bisnis dan perbelanjaan. Hari semakin siang, kebutuhan perut harus dicukupi. Tujuan kami adalah sebuah pusat perbelanjaan bernama Forum, dimana ada satu resto halal di dalamnya. Untuk itu kami harus melewati Pohjoisesplanadi, satu jalan besar dengan deretan toko-toko eksklusif di pinggirnya.
Emak perhatikan di jalanan ini serta beberapa tempat di Helsinki banyak sekali menjual peralatan rumah tangga unik dan eksklusif. Orang-orang sini tampak sekali sangat menyukai kenyamanan dalam rumah. Gorden-gorden cantik, peralatan makan mungil dengan desain tak biasa, serta berbagai pernak-pernik rumah tangga lainnya. Sepertinya mereka punya banyak desainer peralatan rumah tangga seperti itu.
Berbelok kanan ke arah Mikonkatu, muncul hotel-hotel besar dan cafe-cafe eksklusif. Emak membayangkan, tentu sangat mahal menginap di salah satu hotel tersebut. Di penginapan termurah dimana kami tinggal pun semalam biayanya sekitar 70 euro. Apalagi di tempat eksklusif seperti di wilayah ini. Kedinginan, kami berjalan cepat mencari Forum. Akhirnya kami masuk kompleks mal World Trade Plaza. Turun ke passage bawah tanah, kami sadar, bahwa kompleks-kompleks pertokoan Helsinki sambung-menyambung menjadi satu, bisa diakses satu dari lainnya lewat jalanan bawah tanah ini. Kami tak perlu keluar lagi dan tinggal mengikuti petunjuk jalan saja. Setelah berbelanja buah sebentar di sebuah supermarket, Alepa, kami temukan juga Forum.
Tujuan terakhir hari itu adalah Monumen Sibelius di Taman Sibelius (Sibeliuspuisto). Jaraknya lebih dari 1,5 kilometer dari pusat kota. Tapi dekat dengan penginapan kami. Sehingga setelahnya kami bisa langsung pulang. Kami sudah capek. Anak-anak pun mulai tidak tenang. menanyakan kapan kami kembali ke penginapan. Untunglah Bapak bisa mengalihkan perhatian dengan mengajak mereka bermain tebak-tebakan.
Sebagian besar Sibeliuspuisto tertutup salju setebal lebih dari setengah meter. Jalanan utamanya dibersihkan dan bisa dilalui kereta anak. Hanya sepasang anak muda tampak duduk di atas sebuah bangku sambil minum kopi dan memandang ke arah monumen. Monumen Sibelius dibangun untuk mengenang komposer terkenal Finlandia, Jean SIbelius (1865-1957). Terbuat dari pipa-pipa logam dan berbentuk seperti rimbunan pohon. Ukurannya tak sebesar bayangan Emak sebelumnya.
Tak lama, serombongan turis Rusia berhamburan dari satu bus wisata. Tur muda langsung mengambil posisi berfoto di depan monumen. Kami menunggu mereka. Untungnya tak lama, mereka segera berlalu. Salju mulai deras kala kami berfoto bersama. Sehingga kami putuskan meninggalkannya saat itu juga.
Hari berikutnya, kami habiskan untuk mengunjungi Suomenlinna, gugusan pulau yang menjadi kompleks benteng pertahanan di jaman kekuasaan Swedia. Juga dua mesjid setempat.
Alhamdulillah meski dingin, kami masih bisa menikmati kunjungan ke ibukota Finlandia ini. Bahkan kami mendapatkan beberapa pengalaman unik yang tak mungkin kami alami jika kami mengunjunginya di musim panas.
[…] (bersambung) […]